Mohon tunggu...
Muhammad Yusuf Ansori
Muhammad Yusuf Ansori Mohon Tunggu... Petani - Mari berkontribusi untuk negeri.

Bertani, Beternak, Menulis dan Menggambar Menjadi Keseharian

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mental Pembangun yang Harus Kita Miliki

16 Februari 2021   06:32 Diperbarui: 18 Februari 2021   06:11 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kalau situasi desa yang monoton begini, tahukah apa yang harus dilakukan? (Dokpri)


Sebagai warga negara Indonesia, sering terlintas dalam pikiran saya tentang bagaimana sebaiknya kita hidup di negeri ini. Hidup di tengah tanah yang luas dan lautan yang membentang, membutuhkan pola pikir yang "khas" sehingga paham apa yang harus kita lakukan.

***

Pengertian mental menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sesuatu yang berkenaan dengan batin dan watak manusia, tidak berkenaan dengan badan atau tenaga. Kalau Anda punya pengertian sendiri silakan tulis di kolom komentar ya ...

Nah, saya sih menulis kata "mental" berdasarkan apa yang saya pahami sebagai "cara berpikir". Ketika dihubungkan dengan kata "pembangunan" ya berarti usaha membangun. Pembangun berarti orang atau pihak yang membangun.

Sebagai manusia Indonesia, memiliki kerangka berpikir untuk membangun ini teramat penting. Kenapa?

Ada beberapa alasan yang mengharuskan kira memiliki kerangka berpikir membangun. Saya hanya akan mengajukan alasan yang paling mendasar dan mendesak. Alasan itu adalah karena negeri ini belum memiliki banyak hal yang seharusnya dimiliki.

Berangkat dari pengalaman pribadi, saya sering kebingungan tentang "apa yang harus dilakukan di desa tempat tinggal?". Ketika memperhatikan kehidupan desa yang "begitu-begitu saja", saya sering dihinggapi sikap rendah diri. Mental pasrah menerima keadaan sering menjangkiti karena tidak tahu apa yang harus dilakukan.

Dan, ini juga menjadi salah satu alasan kenapa orang desa banyak yang meninggalkan desanya meskipun di sana banyak potensi. Ketika dihadapkan dengan kenyataan bahwa kehidupan desa yang sepi dari usaha pembangunan atau rangsangan ekonomi maka wajar jika keinginan untuk meninggalkan desa itu begitu kuat.

Coba Anda bayangkan, jika apa yang kami lihat setiap hari hanya berkisar pohon, binatang dan kondisi alam yang terkesan monoton. Kami kebingungan, benda-benda ini harus diapakan?

Baiklah, Pemerintah memberikan solusi dengan memperluas jejaring pendidikan formal hingga pedesaan. Kami bisa membaca dan menulis hingga mengakses internet. Warga desa semakin tahu apa yang terjadi di belahan dunia manapun. Tapi, itu semakin menguatkan kami untuk pergi dari tanah kelahiran sendiri dan mencari kesejahteraan di luar negeri.

***

Saya hanya ingin menekankan bahwa mental pembangun itu mesti ada dalam situasi yang masih sepi pembangunan. Ketika sebagian negeri ini masih ditutupi hutan belantara, maka bagaimana hidup di sana dan memanfaatkan apa yang ada. Itulah yang dibutuhkan manusia Indonesia di seluruh pelosok negeri.

Jika membaca sejarah, saya sering penasaran dengan apa yang dipikirkan orang Eropa ketika pertama kali mereka datang ke Nusantara. Padahal, dahulu gugusan pulau ini masih tidak berpenghuni. Tapi, sejarah mencatat jika mereka sanggup "mengeluarkan" banyak hal dari perut bumi yang hari ini bernama negara Indonesia.

Apabila membicarakan mental pembangun berarti membicarakan hal yang abstrak. Benda imajiner dalam pikiran kita tetapi sangat dibutuhkan agar kita tidak selalu mengikuti tren global begitu saja.

Kita sering miris dengan kondisi negeri ini yang serba kurang ini dan itu. Seharusnya,   bertanya pada diri sendiri _ apa yang akan kita lakukan dengan semua ini?

Memang, kita belum sanggup melakukan banyak hal. Begitu besar masalah yang kita hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi, dalam pikiran harus ada "cetak biru" tentang apa yang akan dilakukan dalan rentang waktu yang sedang dijalani.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun