Mohon tunggu...
Muhammad Yusuf Ansori
Muhammad Yusuf Ansori Mohon Tunggu... Petani - Mari berkontribusi untuk negeri.

Bertani, Beternak, Menulis dan Menggambar Menjadi Keseharian

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apakah Setiap Foto Telanjang Termasuk Pornografi?

6 Maret 2020   06:23 Diperbarui: 6 Maret 2020   09:32 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tara Basro memajang foto telanjang di media sosial miliknya, maksudnya sih baik. Tapi, malah salah penafsiran.

Itulah komunikasi yang serba bias. Maksud untuk mengajak orang tidak memberi penilaian buruk pada kondisi tubuh seseorang tapi mengundang reaksi yang salah arti.

Di sinilah, kita perlu banyak belajar untuk saling berkomunikasi dan mengutarakan maksud tanpa mengabaikan situasi kultur para audiens yang dihadapi. Bagaimanapun, cara berkomunikasi kepada orang Indonesia berbeda jauh dengan berkomunikasi pada orang Amerika.

Dalam kasus Tara Basro, saya pikir memang tidak ada UU yang dilanggar sebagaimana Menkoinfo mengatakan seperti itu. Hanya saja, Tara terlalu meniru cara berkampanye orang Barat dalam mengutarakan maksudnya.

Saya sering lihat bagaimana cara atlet atau aktris berfoto tanpa sehelai busana dengan maksud menyampaikan suatu pesan. Biasanya, pesan yang disampaikan berkenaan dengan isu perempuan. Dan, di sana itu tidak masalah, lumrah.

Bertelanjang dengan diiringi pesan maka maksudnya tersampaikan. Orang tidak akan mempidanakan wanita telanjang karena berkampanye tentang isu yang disuarakan.

***
Saya suka merasa kebingungan dengan ketidaktegasan kita menentukan batas norma dan etika yang berlaku di negara ini. Mungkin, karena saking beragamnya manusia yang hidup di Indonesia.

Untuk menentukan definisi pornografi pun begitu banyak menguras tenaga, wacana dilempar kesana-kemari hingga tidak pernah mendapatkan titik temu. Ironi hidup di negara demokrasi, yang sering kita banggakan, di mana definisi tidak pernah final. Ini-itu suka mengundang reaksi tanpa dikembalikan kepada konstitusi.

Saya masih ingat ketika undang-undang tentang pornografi dan pornoaksi, bergulir di Senayan. Lucunya, waktu itu kaum yang mengaku golongan agamis yang getol mewacanakan UU ini. Meskipun, akhirnya definisi pornografi lebih pada "kompromi" bukan pada norma yang dianut mayoritas warga di negeri ini.

***
Lain kali, tidak usahlah kita bertelanjang di depan kamera. Meskipun tidak melanggar definisi undang-undang yang ada, ya norma dan etika mesti dijaga.

Saya pikir, tidak usah terus berdebat apakah setiap foto telanjang termasuk pornografi atau tidak, tetapi lebih banyak merefleksi diri kalau kita hidup di negara yang bermacam budaya. Kultur yang berbeda melahirkan persepsi yang berbeda.

Kalau di Bali, pakai bikini di tengah hari sambil menjemur diri itu sih pemandangan sehari-hari. Kalau di Sukabumi itu bisa disebut "sakit jiwa", kali.

Sumber Referensi:
Dedy Mulyana dan Jalaludin Rahmat (editor), Komunikasi Antar Budaya, 2010.
Kompas.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun