Mohon tunggu...
Muhammad Yusuf Ansori
Muhammad Yusuf Ansori Mohon Tunggu... Petani - Mari berkontribusi untuk negeri.

Bertani, Beternak, Menulis dan Menggambar Menjadi Keseharian

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Berharap kepada Mendikbud Nadiem, Bisa?

28 Oktober 2019   05:54 Diperbarui: 28 Oktober 2019   06:25 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: CNN Indonesia

 Ilmu yang disampaikan di ruang kelas harus sesuai dengan kebutuhan masa depan, dan guru harus yakin akan itu.

Itulah tantangan Mendikbud Nadiem Makarim yang diminta Presiden. Menyesuaikan kebutuhan dunia kerja dengan proses pendidikan di negeri ini memang bukan perkara mudah ketika banyak orang yang mempertanyakan kualitas pendidikan di negeri ini.

Saya tidak sedang memberikan wejangan pada orang yang sudah paham akan apa yang dikerjakannya, itu tidak etis. Para pakar pendidikan paham benar apa masalah pendidikan di negeri ini, tetapi apakah masalah yang sedang dihadapi itu juga dipahami oleh para guru kita.

Saya tidak ingin mengkritik guru, bagaimanapun situasinya. Beban berat yang dipikulnya jangan ditambah dengan beban menerima kritikan pedas dari berbagai pihak. Menjalankan tugas dengan ikhlas pun sudah menjadi poin plus bagi guru-guru kita.

Saya hanya mencoba menyampaikan bahwa para guru adalah ujung tombak dunia pendidikan kita, dan tombak itu harus diasah, dibuat lebih runcing. Apabila tombak sudah runcing maka bisa menembus jantung seekor binatang buruan tepat di jantungnya, fokus.

Para guru kita adalah manusia-manusia yang memiliki idealisme tinggi. Dan, itu patut diapresiasi. Namun, sebagaimana yang disinggung Presiden disela pelantikan Menteri, idealisme saja tidak cukup. Hari ini, pendidikan sudah pada tahap untuk bisa memenuhi tuntutan kebutuhan dunia kerja.

Apa yang diajarkan oleh para guru di ruang kelas adalah ilmu yang memiliki nilai luhur. Namun sayang, ternyata ilmu pun bisa 'usang'.

Para guru kita begitu bangga dengan ilmunya. Dengannya, harga diri bisa terangkat. Seorang guru memiliki martabat di masyarakat.

Nah, apabila seorang Menteri kurang paham situasi kebatinan para guru, alias tidak pintar berkomunikasi, maka para guru bisa tersinggung. Apalagi menteri kita ini bukan akademisi dan usianya masih muda.

"Anda bisa apa? Anda belum lahir kami sudah menjadi guru!"

Kurang lebih begitu pikiran para guru kita kalau komunikasi yang dipraktekan tidak baik. Bukannya ingin mengubah paradigma pendidikan, justru malah mendapatkan perlawanan.

Komunikasi Intensif Dari Hati ke Hati

Saya kira akan terjadi pertentangan yang lebih mendasar bahkan filosofis antara para guru dan menteri dalam memandang pendidikan di masa depan. Satu sisi, Pemerintah sangat menginginkan lulusan sekolah yang "siap berkarya" namun disisi lain para guru kita belum siap dengan tuntutan itu.

Kita harus paham, para guru kita ini bukan praktisi bisnis yang tidak tahu betul apa yang terjadi di dunia kerja. Apabila Pak Menteri, yang notabene pebisnis, terkesan memaksakan kehendak untuk menjalankan program kerjanya maka jangan aneh bila kemandegan terjadi disana-sini.

Saya pikir, komunikasi intensif perlu dilakukan antara Menteri dan para guru ini. Dalam berbagai forum resmi atau tidak resmi. Online dan offline.

Semoga, para guru kita tercerahkan dan melihat masa depan pendidikan Indonesia yang cerah...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun