Mohon tunggu...
Muhammad Yusuf Ansori
Muhammad Yusuf Ansori Mohon Tunggu... Petani - Mari berkontribusi untuk negeri.

Bertani, Beternak, Menulis dan Menggambar Menjadi Keseharian

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Film "Dewasa" Bertopeng Superhero

2 Agustus 2019   07:11 Diperbarui: 2 Agustus 2019   07:16 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: screenplay films

Nah, entah bagaimana kalau anak SD nonton film superhero  versi terbaru. Apalagi anak TK?

Pernah nonton The Dark Knight, sekuelnya Batman? Terus terang, saya kebingungan mengikuti alur ceritanya. Setelah beberapa kali nonton baru paham.

Batman yang diperankan Cristian Bale menjadi film superhero yang "tidak ramah anak". Selain ceritanya sangat dewasa, adegan kekerasan dan efek "dark" alias kelam memang tidak cocok untuk anak-anak bahkan remaja.

Politik, Lebih Sering Ditonjolkan

Orang dewasa penuh dengan kemelut politik. Kehidupan politik yang belum mapan seakan terwakilkan oleh superhero yang mengarah pada kemapanan.

Kapten Amerika sebagai pahlawan perang dunia, ternyata menjadi model rujukan bagi cerita superhero selanjutnya. Masalah perebutan kekuasaan menjadi sebuah gambaran realita yang mengasyikan untuk diperhatikan.

Avengers bentuk lain dari simbol kekuasaan. Para anggota Avengers adalah manusia pilihan dari pemerintah untuk melawan kejahatan. Bahkan, Fantastic 4 juga dianggap sebagai kepanjangan tangan pemerintah untuk melawan kejahatan yang merugikan kepentingan negara.

Di kemudian hari, para superhero sepertinya akan menjadi pembawa pesan bahwa apabila pemerintah gagal melindungi rakyatnya maka tenang saja, superhero masih berpihak pada kita semua.

Bukan Tontonan Anak-anak

Dulu, saya mengenal superhero lewat film kartun. Memang untuk ditonton anak-anak. Tapi, versi realmovie para superhero tidak layak ditonton anak-anak.

Selain penuh dengan kekerasan, jalan ceritanya lebih terkesan sebagai cara untuk mewakili perasaan orang dewasa. Dari permasalahan rumah tangga, konflik politik hingga masalah kepentingan bisnis lebih dominan mewarnai cerita superhero. Bahkan, pertarungan antara baik-jahat menjadi "samar" apabila penonton tanpa nalar yang mumpuni.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun