Prabowo, banyak yang kecewa karena arah politiknya tidak sesuai dengan keinginan sebagian pendukung.
Mengidolakan seseorang sangat mungkin mendatangkan kekecewaan. Begitupun para pendukung***
Sebagai sosok yang diidolakan, Prabowo Subianto memiliki magnet tersendiri untuk menarik hati sebagian rakyat Indonesia. Kebaikan-kebaikannya dijadikan acuan dan alasan jika dia layak dijadikan idola.
Para pengagum Prabowo seakan menutupmata pada kekurangan-kekurangannya. Pembelaan menjadi bagian dari kehidupan keseharian. Tiada hari tanpa pembelaan.
Hal yang lumrah saja sih. Namanya juga fans berat. Tidak heran kalau pembelaan bisa dianggap berlebihan karena sudah mempertaruhkan keimanan.
Di linimasa orang berdebat, mencaci, memaki dan mengumpat demi membela sang idola. Memuja sang idola dengan memasang fotonya sebagai foto profil media sosial sebagai wujud 'kesetiaan'. Apabila ada cela, seakan si pencela benar-benar bersalah dan harus dipersalahkan.
Ketika Prabowo Sang Idola Membuat Kecewa
Ada saja hal yang membuat kecewa apabila orang yang diidolakan perilaku atau jalan hidupnya tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan. Mendambakan kesempurnaan dari manusia memang tidak akan pernah bisa.
Dulunya begitu, ketika sang idola masih dianggap layak sebagai pujaan (masih mending tidak dipuja). Awalnya sang idola dianggap layaknya manusia pilihan Tuhan untuk menebarkan kebaikan di muka bumi (hampir mendekati Imam Mahdi).
Tetapi itu dulu, ketika sang idola belum membuat kecewa.
Apabila sang idola membuat kecewa, maka sebaliknya tuduhan tak beralasan dilayangkan. Pengkhianatan, ketidakjelasan dan banyak lagi lontaran disematkan. Dulu dipuja, sekarang dicela.
Pertemuan Prabowo dengan Jokowi beberapa waktu lalu malah dianggap sebagai bentuk kesalahanan. Beberapa pendukung setia Prabowo secara terang-terangan hengkang dari persekutuan.
Para penggemar berat Prabowo merasa dikhianati. Koalisi untuk memperjuangkan yang tak pasti dianggap sudah berlaku lagi. Masing-masing pihak akhirnya berjalan sendiri-sendiri.
Di linimasa media sosial bermunculan tanda pagar (tagar) sebagai seruan untuk meninggalkan Prabowo dan Partai Gerindra. Sikap Prabowo dianggap tidak konsisten dan mendua.
Sang Idola, tentu saja punya alasan dengan sikapnya. Sebagai politisi, kekuasaan adalah hal yang ingin diraihnya. Tetapi para fans berat kadang tidak bersikap realistis, apalagi pragmatis.
Sikap para penggemar yang keras kepala tidak juga bisa mencair walaupun dengan alasan demi kepentingan bersama. Itulah sikap penggemar yang ingin maunya sendiri. Mendingan mengidolakan superhero saja ...
Superhero Sikapnya Direkayasa Sendiri
Wajar kalau orang lebih banyak mengidolakan superhero. Tokoh fiktif dimana karakter dan perilakunya direkayasa sendiri. Jika dianggap ada cela, maka tinggal diubah saja jalan ceritanya.
Daripada mengidolakan politisi yang sikapnya sulit ditebak, ya mending mengidolakan superhero.
Superhero nyaris tanpa cela. Kekuatannya bisa mengubah dunia. Mereka menjadi andalan untuk membela keadilan. Orang susah ditolong, orang miskin disantuni dan begitulah yang diharapkan para pendukung Prabowo.
Superhero diciptakan untuk memenuhi hasrat akan kekosongan idola dalam masyarakat. Di tengah kesulitan menemukan sosok yang bisa diharapkan maka alternatifnya adalah memunculkan superhero. Walaupun sadar itu adalah tokoh fiktif, kekosongan harapan itu setidaknya bisa terobati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H