Pertemuan Prabowo dengan Jokowi beberapa waktu lalu malah dianggap sebagai bentuk kesalahanan. Beberapa pendukung setia Prabowo secara terang-terangan hengkang dari persekutuan.
Para penggemar berat Prabowo merasa dikhianati. Koalisi untuk memperjuangkan yang tak pasti dianggap sudah berlaku lagi. Masing-masing pihak akhirnya berjalan sendiri-sendiri.
Di linimasa media sosial bermunculan tanda pagar (tagar) sebagai seruan untuk meninggalkan Prabowo dan Partai Gerindra. Sikap Prabowo dianggap tidak konsisten dan mendua.
Sang Idola, tentu saja punya alasan dengan sikapnya. Sebagai politisi, kekuasaan adalah hal yang ingin diraihnya. Tetapi para fans berat kadang tidak bersikap realistis, apalagi pragmatis.
Sikap para penggemar yang keras kepala tidak juga bisa mencair walaupun dengan alasan demi kepentingan bersama. Itulah sikap penggemar yang ingin maunya sendiri. Mendingan mengidolakan superhero saja ...
Superhero Sikapnya Direkayasa Sendiri
Wajar kalau orang lebih banyak mengidolakan superhero. Tokoh fiktif dimana karakter dan perilakunya direkayasa sendiri. Jika dianggap ada cela, maka tinggal diubah saja jalan ceritanya.
Daripada mengidolakan politisi yang sikapnya sulit ditebak, ya mending mengidolakan superhero.
Superhero nyaris tanpa cela. Kekuatannya bisa mengubah dunia. Mereka menjadi andalan untuk membela keadilan. Orang susah ditolong, orang miskin disantuni dan begitulah yang diharapkan para pendukung Prabowo.
Superhero diciptakan untuk memenuhi hasrat akan kekosongan idola dalam masyarakat. Di tengah kesulitan menemukan sosok yang bisa diharapkan maka alternatifnya adalah memunculkan superhero. Walaupun sadar itu adalah tokoh fiktif, kekosongan harapan itu setidaknya bisa terobati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H