Nah, apakah di Indonesia mirip dengan kondisi seperti itu? Apakah Ulama masih relevan sebagai simbol yang terzalimi?
Namun, kan masih banyak Ulama yang menjadi simbol pembangunan. Buya Hamka menjadi contoh riil bagaimana beliau menjadi simbol pembangunan ummat. Dibenci, mungkin banyak, tapi juga banyak yang mencintai.
Negara Menempatkan Ulama Dimana?
Dalam demokrasi di negeri ini, Ulama masih punya peran tetapi tidak sampai pada taraf 'menentukan' arah pembangunan. Ideologi yang dianut oleh negeri ini tidak bisa serta merta diubah oleh sesosok Ulama.
Ulama ditempatkan pada tempat 'terhormat' ketika bisa diajak bicara. Tapi, ketika Ulama banyak memanfaatkan keistimewaannya sebagai jalan mementingkan diri sendiri dan golongan, maka akan banyak yang menentang dan 'membungkamnya'.
Simbol keagamaan yang melekat pada Ulama itu tidak bisa diselewengkan begitu saja. Keistimewaan peran itu pun serta merta akan luntur bersama dengan lunturnya harapan ummat dan lunturnya kiprah Ulama di tengah ummat.
Sumber: wikipedia