Ulama atau lebih tepatnya sebagian ulama yang nampak kebingungan ketika dihadapkan dengan permasalahan ummat. Masalah moral hingga masalah kesejahteraan, tidak kunjung reda. Ulama seakan angkat tangan, dan _maaf_ tidak bisa memberi solusi.
Ide tentang tulisan ini datang ketika saya mendengar ceramah seorang Ulama. Waktu itu beliau berceramah tentang bagaimana sebaiknya sodaqoh. Karena kecilnya sodaqoh, merembet pada masalah kemiskinan, pengangguran hingga budaya di desa.
Lucunya, untuk urusan kemiskinan dan pengangguran ini Si Ulama tidak bisa berbuat banyak. Malahan menyarankan untuk pergi dari daerah tempat tinggal untuk mencari penghidupan. Lha, ini bertolak belakang dengan anjuran Pemerintah untuk membangun daerah.
Ada suatu sistem yang dibangun Pemerintah untuk pembangunan daerah. Mulai dari konsep otonomi daerah hingga dana desa yang digelontorkan. Namun, apabila pemimpin agama di daerah tidak menyarankan ummatnya untuk membangun daerah, apakah imbauan untuk membangun daerah akan berhasil?
Bukankah seharusnya tokoh masyarakat ini sebagai penggerak pembangunan. Mereka memiliki kekuatan moral dan spiritual yang bisa menggerakan massa. Tapi, bukan menggerakan untuk melawan Pemerintah. Ups, kok nyerempet kesitu.
Saya jadi ingat Muhammad Yunus dalam bukunya Bank Kaum Miskin, dimana dia menceritakan bagaimana para Ulama tidak bisa berbuat banyak atas masalah kemiskinan yang terjadi di desa tempat tinggalnya.
Yunus mengkritik para penafsir ayat ini dengan aksi nyata. Dia membangun Grameen Bank (Bank Desa), untuk mengatasi masalah kemiskinan yang akut di Bangladesh. Meskipun cibiran datang _bahkan dari Ulama_, ia maju terus hingga menelorkan banyak keberhasilan.
Perbedaan pola pikir memang bisa membawa dampak berbeda pada realita di sekitarnya. Apabila Ulama ini menutup mata pada masalah ummat _terutama kemiskinan_, maka jangan heran ummat pun "menutup mata dan telinga" pada seruan Ulama.
Dalil-dalil tidak bisa mengubah keadaan. Aksi nyata yang berdasarkan dalil, itulah yang bisa membawa harapan ke masa depan.
Budaya Tidak Membangun yang Dibentuk Ulama
Saya sepenuhnya sadar bahwa ketertinggalan pembangunan di desa terbentuk karena budaya yang tidak membangun. Â Budaya untuk 'tidak membangun' ini ternyata lahir dari pemikiran tokoh masyarakat sendiri. Saya tidak memukul rata jika tokoh masyarakat anti pembangunan. Hanya saja, kita perlu melihat bahwa peran tokoh masyarakat dalam membentuk budaya begitu terasa.