Mohon tunggu...
Muhammad Yusuf Ansori
Muhammad Yusuf Ansori Mohon Tunggu... Petani - Mari berkontribusi untuk negeri.

Bertani, Beternak, Menulis dan Menggambar Menjadi Keseharian

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menjadi Petani, Antara Idealis dan Realistis

9 Mei 2019   21:24 Diperbarui: 9 Mei 2019   21:41 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ibu saya sedang menjemur padi di halaman rumah. Kami punya kandang ayam, kolam ikan dan kandang domba serta gudang gabah sebagai tambahan saat hasil tani tidak menguntungkan. (Dokumen Pribadi)

Orang Butuh Makan, Akan Ada Yang Bertani

Bahan pangan kita masih ada yang impor. Jangan salahkan petani karena tidak mau berproduksi. Ya, kalau tidak menguntungkan buat apa berproduksi.

Sekali lagi, industrialisasi sektor pertanian. Ajak para pemodal besar untuk berinvestasi. Kita lihat sendiri, kalau pemodal banyak tertarik berusaha di sektor pertanian seperti ayam petelur dan ayam pedaging.

Apabila masalah pertanian bisa dilihat sebagai 'masalah industri' maka Pemerintah bisa melihat ini sebagai masalah para investor. Coba tengok masalah perikanan dan kelautan. Apabila investor bisa diajak  bicara, maka nelayan kecil pun bisa mengikuti. Pola industrinya terbangun.

Kita pun  bisa belajar banyak dari industri rokok. Antara petani tembakau dan perusahaan rokok saling menguntungkan. Petani tembakau masih tertarik untuk menanam meskipun banyak resiko karena paham betapa banyak orang yang 'membutuhkan'.

Kerjasama. Itu kuncinya. Bapak/Ibu pemangku kepentingan harus menyertakan para industrialis untuk menggarap sektor pertanian. Jangan fokus pada petani gurem karena anak-cucunya pun tidak mau meneruskan jadi petani.

Para industralis akan bekerja sebagai praktisi industri. Cara berpikirnya sangat jauh berbeda. Saya lihat sendiri bagaimana petani masih berpikir 'jangka pendek'. Mereka minim investasi. Malahan, uang sedikit pun habis untuk biaya sekolah anaknya di kota.

Contoh kongkritnya adalah keluarga saya sendiri. Sebagai petani gurem, Bapak saya lebih suka menyekolahkan anaknya ke kota daripada berinvestasi untuk meningkatkan produksi pertanian. Punya sedikit uang lebih sering dibelanjakan di bidang non-pertanian. Alhasil, kami punya kandang domba yang tidak representatif, kami tidak punya mesin pertanian, bahkan pekarangan sedikit pun tidak dimanfaatkan secara maksimal.

Pertanian, bukan lagi pilihan utama dalam hidup. Saya pikir itu realistis. Alasan utamanya adalah lahan yang sempit tidak bisa jadi andalan untuk menghasilkan. Tetapi, apabila digarap oleh para industrialis maka lahan sempit bisa teratasi.

***

Begini saja, saya ingin menegaskan bahwa pembangunan di negeri ini harus berbasis industri. Pertanian? Insya Alloh mengikuti. Kan, setiap orang butuh makan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun