Saat ini penggunaan energi listrik di Indonesia masih di dominasi oleh energi tidak terbarukan diantaranya adalah dari bahan bakar fosil. Hingga saat ini pemerintah masih mengeluarkan subsidi yang cukup besar terkait penggunaan energi fosil. Lantas apakah penghapusan subsidi energi fosil merupakan sebuah solusi dari percepatan pengembangan EBT?
Pemerintah saat ini masih menerapkan subsidi listrik yang didominasi oleh energi fosil. Subsidi sendiri merupakan sebuah transfer dana yang dilakukan oleh pemerintah yang membuat harga suatu barang atau jasa menjadi lebih murah. Subsidi listrik dapat diartikan sebagai bantuan dana dari pemerintah agar masyarakat dapat membayar tarif listrik lebih murah dari yang seharusnya.Â
Setiap tahunnya pemerintah selalu berupaya perbaikan agar penyaluran subsidi listrik menjadi lebih efisien dan tepat sasaran kepada masyarakat yang membuthkan saja.
Dikutip dari website Kementrian Keuangan terdapat dinamika perubahan kebijakan subsidi listrik di Indonesia setiap tahunnya. Diantaranya sebagai berikut :
2014
Perubahan yang terjadi hanya berupa kebijakan untuk menaikkan atau menurunkan tarif listrik. Diantaranya adalah kenaikan tarif listrik sebesar 10% pada tahun 2010 dan kenaikan 15% pada tahun 2013. Akan tetapi semua 38 golongan pelanggan PLN masih mendapatkan subsidi listrik pada tahun 2014.
2015
Pemerintah mulai menghapus subsidi listrik terhadap 12 golongan pelanggan PLN yang terdiri dari pelanggan rumah tangga dengan daya 1300 VA keatas, Industri Besar (200 VA ke atas), Bisnis Besar (6600 VA ke atas), golongan Pemerintah (6600 VA ke atas).Â
Hal ini didasari dari pemahaman bahwa subsidi listrik harus tepat sasaran hanya kepada golongan yang memutuhkan dan 12 golongan pelanggan PLN yang dihapuskan subsidinya dianggap tidak layak untuk menerima subsidi. Hal ini berdampak pengurangan anggaran sebesar Rp. 42,75 triliun.
2017