Karena keahlian yang beliau punya, berbagai julukan pun disematkan pada dirinya. Seperti, Habrul Ummah (Tintanya Ummat), Turjuman Al Qur’an (Penafsir Al-Qur’an), Raisul Mufassirin (Pemimpin Mufassir), Bahrul ilmi (Samudera Keilmuan).
Mulia Hingga Akhir Hayat
Ibnu Abbas mengalami kebutaan di masa tuanya. Meskipu begitu beliau masih mengajarkan pengetahuan Islam kepada murid-muridnya. Beliau pernah melantunkan syair berikut;
“Meskipun Allah mengambil penglihatanku
Cahaya lisan dan Telingaku melihat
Akalku sehat, Lisanku menjelaskan kebenaran
Layaknya sebuah pedang yang amat tajam”
(Ibnu Atsir, Usd al-Ghabah, jld. 3 hlm. 190)
Beliau Ibnu Abbas menetap di Thaif hingga akhir hayatnya. Karena beliau pernah berpesan kepada sahabat dan muridnya agar dimakamkan di Thaif. Beliau enggan apabila dimakamkan di Makkah maupun Madinah, karena baginya kedua kota tersebut merupakan kota suci yang hanya layak bagi orang-orang suci. Walaupun beliau diagungkan oleh Umat Islam karena ‘alim dan keistimewaannya, akan tetapi sifat rendah hati dan tawadlu’ yang telah mandarah daging tertanam begitu kuat hinnga akhir hayatnya.
Terkait usia dan tahun wafatnya ada berbagai pendapat. Tetapi pendapat yang masyhur menyebutkan, bahwa beliau wafat di usia 71 tahun, 68 H/687M.