Mohon tunggu...
Muhammad Viky Firmansyah
Muhammad Viky Firmansyah Mohon Tunggu... Lainnya - esto te ipsum

Justitia,veritas,sapientiam.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sebuah Ekspektasi

17 Juli 2022   22:41 Diperbarui: 22 Juli 2022   22:10 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa yang tidak tahu soal ekspektasi?Sepanjang hidup di dunia, mulai dari lahir sampai dewasa, sebagai manusia tentu kita tidak pernah luput dari apa yang disebut ekspektasi. Berharap dapat susu ketika lapar saat masih bayi, berharap jadi juara olimpiade saat merasa sudah belajar sangat keras, atau berharap menjadi mahasiswa di kampus impian yang kita impikan selama ini dan yakin bahwa kita sudah memberikan yang terbaik pada diri kita. Semua hal ini merupakan bentuk ekspektasi positif yang jika benar terjadi, maka tingkat kebahagiaan manusia senantiasa akan bertambah.

Sebuah hal yang wajar ketika kita ekspektasi lebih pada sesuatu, namun bagaimana jika kenyataan yang terjadi justru tidak sesuai dengan ekspektasi?

Seorang dramawan, pujangga sekaligus aktor Inggris William Shakspeare pernah mengutip, "expectation is the root of all heartache", dapat diartikan bahwa sumber utama sakit hati adalah karena adanya sebuah ekspektasi. Hal ini juga lah yang pada akhirnya membuat para ahli menyarankan untuk stop menaruh ekspektasi yang terlalu tinggi pada sesuatu karena hal tersebut akan sangat berpengaruh pada psikologis seseorang. Kejadian ekstremnya, bahkan banyak orang yang sampai bunuh diri atau kesehatan jiwanya terganggu akibat ekspektasinya tak jadi kenyataan. 

Pada hakikatnya semua rasa kecewa, sedih, marah, dan bahagia, merupakan bentuk emosi yang keluar dari pintu jiwa. Jika kita gagal menanganinya, maka segala jenis emosi itulah yang justru akan mengontrol kita dalam segala aspek kehidupan. So, just don't be. Sebab kita lah yang harus mengontrol itu semua termasuk untuk masalah hati yang kecewa.

"In this universe, human is just a micro-dust. Human doesn't have any control to anything, even to their own life. There's a lot factors that contributing in it that only God knows how to control it", artinya bahwa banyak faktor yg mempengaruhi sesuatu seperti ekspektasi. Manusia hanya bisa mengontrol usaha serta doanya tersendiri, selebihnya biarkan Tuhan yang mengatur hasilnya dan pasti Tuhan akan memberikan yang terbaik untuk kita semua.

Jangan larut dalam kekecewaan, hadapi dan bangkit lawan perasaan kurang baik itu. Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah Ayat 216, "Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu", tentu tidak mudah untuk menerima itu, semua orang butuh waktunya tersendiri.

Banyak cara agar kita bisa menerima itu semua, antara lain adalah dengan menjadikan itu sebuah motivasi untuk tidak menaruh ekspektasi secara berlebihan, bersikap relistis, muhasabah diri dan menata kembali rencana kedepannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun