Mohon tunggu...
Muhammad Umar ibrahim
Muhammad Umar ibrahim Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - mahasiswa

hobi : membuat konten

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Cerita PPN sebelum 2025

8 Januari 2025   15:32 Diperbarui: 8 Januari 2025   15:31 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pro Kontra Kenaikan PPN 12%

Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang mulai diberlakukan di Indonesia pada April 2022 merupakan salah satu kebijakan fiskal yang kontroversial. Kenaikan ini menjadi perdebatan karena langsung berdampak pada masyarakat, baik dari segi daya beli maupun pola konsumsi mereka. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi barang dan jasa, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (UU PPN). Kenaikan tarif PPN, seperti yang terjadi pada 2022 dari 10% menjadi 12%, adalah kebijakan fiskal yang sah menurut hukum, asalkan perubahan tersebut dilakukan sesuai dengan prosedur yang diatur dalam undang-undang. Namun, kenaikan PPN ini tidak hanya menyentuh aspek ekonomi, tetapi juga memiliki dimensi hukum yang perlu dipertimbangkan. Pada sisi lain, kebijakan ini juga diharapkan mampu memberikan pemasukan negara yang lebih besar untuk mendukung pembangunan nasional, terutama di tengah situasi pandemi yang belum sepenuhnya pulih. Namun, apakah kebijakan ini benar-benar efektif dan adil? Berikut adalah beberapa perspektif terkait kenaikan PPN 12%.
Dampak terhadap Daya Beli Masyarakat
Peningkatan tarif PPN dari 10% menjadi 12% berpotensi meningkatkan beban konsumsi bagi masyarakat, terutama kelompok berpendapatan rendah dan menengah. Kenaikan ini secara langsung akan memengaruhi harga barang dan jasa, karena sebagian besar barang konsumsi akan terkena pajak lebih tinggi. Sebagai contoh, harga barang-barang kebutuhan pokok seperti makanan, minuman, pakaian, dan layanan lainnya akan mengalami kenaikan yang signifikan. Meskipun ada beberapa barang yang tetap dikecualikan dari PPN (seperti barang kebutuhan pokok tertentu), namun bagi banyak orang, terutama mereka yang berada di garis kemiskinan atau memiliki pendapatan terbatas, kenaikan tarif PPN ini bisa memperburuk daya beli mereka.
Kenaikan PPN 2% ini juga berisiko meningkatkan angka inflasi, yang pada akhirnya dapat merugikan konsumen dengan mengurangi kemampuan mereka untuk membeli barang dan jasa. Ketika daya beli menurun, ada potensi terjadinya penurunan dalam pertumbuhan ekonomi domestik, karena konsumsi rumah tangga adalah salah satu pilar utama perekonomian Indonesia.
Tujuan Peningkatan Pendapatan Negara
Di sisi lain, kenaikan tarif PPN ini bisa dilihat sebagai upaya pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara guna mendanai pembangunan dan mengurangi defisit anggaran. Negara Indonesia membutuhkan pendapatan lebih besar untuk mendukung program-program pembangunan, termasuk infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan pengentasan kemiskinan. Kenaikan PPN ini diharapkan dapat mengimbangi penurunan pendapatan negara akibat dampak pandemi COVID-19 yang memperburuk perekonomian negara.
Pajak, sebagai sumber utama pendapatan negara, memang perlu dioptimalkan untuk memastikan pemerintah dapat membiayai berbagai program pembangunan, namun hal ini harus diimbangi dengan kebijakan yang memperhatikan dampak sosial dan ekonomi bagi masyarakat, terutama kalangan rentan.
Keadilan dan Pemerataan Pajak
Salah satu kekhawatiran utama terhadap kenaikan PPN adalah ketidakadilan dalam distribusi beban pajak. PPN adalah jenis pajak yang bersifat regresif, artinya pajak ini cenderung membebani kelompok masyarakat dengan pendapatan rendah lebih besar daripada kelompok yang lebih kaya. Karena PPN dikenakan pada konsumsi, orang dengan pendapatan lebih rendah yang sebagian besar penghasilannya digunakan untuk kebutuhan dasar (seperti pangan, transportasi, dan layanan kesehatan) akan merasakan dampak yang lebih berat dibandingkan dengan orang kaya yang pengeluarannya untuk konsumsi relatif lebih kecil.
Oleh karena itu, kenaikan PPN ini memerlukan perhatian lebih pada keadilan sosial. Pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan pendamping, seperti pemberian subsidi atau bantuan sosial untuk kelompok masyarakat yang paling terdampak, bisa mengimbangi dampak negatif dari kenaikan pajak ini.
Pengaruh terhadap Bisnis dan Ekonomi
Bagi pelaku bisnis, terutama UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah), kenaikan PPN juga berpotensi menjadi tantangan besar. UMKM yang masih kesulitan dalam hal pembukuan dan administrasi pajak bisa terbebani dengan kewajiban untuk memungut dan menyetor pajak lebih tinggi. Selain itu, kenaikan harga barang dan jasa juga dapat mempengaruhi daya saing mereka, terutama jika mereka tidak dapat menyesuaikan harga jual tanpa kehilangan pelanggan.
Namun, di sisi lain, kenaikan PPN juga bisa dianggap sebagai langkah untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih efisien dan adil, mengingat PPN merupakan pajak yang lebih mudah dipungut dan sulit dihindari dibandingkan dengan pajak penghasilan. Ini juga menjadi bagian dari upaya pemerintah untuk memperbaiki sistem perpajakan yang lebih luas.
Alternatif Kebijakan Pajak yang Lebih Adil
Meskipun peningkatan PPN dapat meningkatkan pendapatan negara, banyak pihak yang berpendapat bahwa pemerintah perlu lebih fokus pada pembenahan dan reformasi pajak secara menyeluruh. Pemerintah bisa mempertimbangkan peningkatan pajak yang lebih progresif, seperti pajak penghasilan (PPh), dengan memberikan lebih banyak pengurangan atau pengecualian bagi kelompok masyarakat berpendapatan rendah. Selain itu, mengurangi penghindaran pajak oleh korporasi besar dan individu kaya juga bisa menjadi langkah yang lebih efektif dalam meningkatkan pendapatan negara tanpa membebani masyarakat luas.
Selain itu, jika pemerintah ingin menaikkan PPN, langkah penting yang perlu diambil adalah memperbaiki sistem distribusi dan pemerataan. Salah satunya adalah dengan memperluas jangkauan bantuan sosial atau subsidi langsung kepada kelompok masyarakat yang paling terdampak, untuk memitigasi dampak negatif dari kenaikan tarif pajak ini.
Kesimpulan
Kenaikan PPN 12% tentu memiliki pro dan kontra. Memang ada negara maju yang menerapkan PPN tinggi bahkan di atas 20% seperti negara Finlandia, Denmark, dan Swedia. Namun ada juga negara maju yang pajaknya lebih kecil dari Indonesia, bahkan tidak ada pajak seperti USA, Hongkong, Swiss, Kanada. Atau kita tidak perlu jauh-jauh untuk melihat negara maju dengan pajak PPN di bawah negara kita. Kita lihat saja Singapura, dengan PPN hanya 8% sudah menjadi negara yang hebat, maju, bersih, indah, dan tertata.
Di satu sisi, ini adalah langkah yang diperlukan untuk meningkatkan pendapatan negara, yang sangat dibutuhkan untuk mendanai pembangunan dan mengurangi defisit anggaran. Namun, di sisi lain, kebijakan ini berpotensi menambah beban bagi masyarakat, terutama kalangan yang kurang mampu. Oleh karena itu, untuk memastikan kebijakan ini tidak memperburuk ketimpangan sosial, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah pendamping yang memastikan kesejahteraan masyarakat tetap terjaga, serta memperhatikan kebutuhan kelompok rentan yang akan merasakan dampak paling besar dari kenaikan pajak ini. Keadilan dalam distribusi beban pajak menjadi hal yang sangat penting agar tujuan pembangunan negara dapat tercapai tanpa menambah kesulitan bagi rakyat yang sudah kesulitan.
 
Ditulis oleh : Muhammad Umar Ibrahim, Maba FH UNAIR

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun