Mohon tunggu...
muhammad ulinnuha
muhammad ulinnuha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN SUNAN KALIJAGA

Merupakan seorang anak Adam yang suka menganalisis sesuatu

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Studi Semantik Alquran: Mengetahui Makna Ashr Melalui Kacamata Metodologis Toshihiko Izutsu

23 Juni 2024   09:33 Diperbarui: 23 Juni 2024   09:38 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Alquran sebagai sebuah teks suci keagamaan tentunya tidak bisa terlepas dari aktifitas penelitian yang tidak hanya dilakukan oleh umat muslim semata, namun juga dilakukan oleh orang-orang orientalis yang tidak memiliki kepercayaan tentang Alquran sebagai kitab suci. 

Dalam sejarahnya, banyak tokoh orientalis yang menjadikan Alquran sebagai objek penelitian, sebut saja seperti Christoph Luxenberg (Ephraem Malki) yang mengkaji tentang sejarah dan ambiguitas kebahasaan dalam Alquran, William Muir yang mengkaji tentang kronologi Alquran, Ignaz Goldziher yang mengkaji tentang aliran-aliran penafsiran dan qiraat Alquran, serta yang terkahir Toshihiko Izutsu yang meneliti tentang etika dan semantik dalam Alquran.

Sebagai seorang orientalis yang memiliki ketertarikan terhadap kajian Alquran, Toshihiko Izutsu pada akhirnya memilih kajian semantik Alquran sebagai fokus kajiannya. Teori semantik yang dikembangkan Izutsu bertujuan untuk mengetahui pemaknaan komprehensif dalam sebuah kata setelah melalui beberapa tahapan, seperti mengetahui makna dasar dan makna relasional; mengetahui makna sinkronik dan diakronik; hingga pada akhirnya mampu menyimpulkan weltanschauung (worldview) dari salah satu kata dalam Alquran yang dikaji. dalam tulisan ini, salah satu kata atau istilah yang sepertinya menarik untuk dikupas lewat teori semantik Izutsu adalah kata ‘asr, yang pada umumnya diterjemahkan sebagai “waktu”

Menurut Quraish Shihab (2002:497), kata ‘aṣr secara umum diartikan sebagai waktu. Melalui kata ini, Allah bersumpah bahwa manusia akan mencapai atau menerima hasil setelah dirinya sepanjang waktu memeras tenaganya. Sementara itu, menurut Syekh Mutawalli al-Sya’rawi (2008:520), makna ‘aṣr diartikan sebagai sebuah ibadah yang dikhususkan pada suatu waktu. 

Adapun makna lainnya adalah pembagian waktu yang terletak setelah zhuhur dan sebelum maghrib. Selain itu, kata ‘asr tidak hanya diartikan sebagai waktu tertentu antara zhuhur dan maghrib, namun juga diartikan sebagai suatu waktu yang meliputi siang secara menyeluruh atau waktu yang meliputi malam secara menyeluruh.

a. Mengetahui Makna Dasar

Secara ringkas, makna dasar merupakan makna yang dihubungkan dengan suatu kata di mana saja kata tersebut terpakai. Kaitannya dengan kata ‘asr, dalam kitab al-Tafsir Bayani lil Qur’an al-Karim, Dr. ‘Aisyah Abdurrahman (1968:75) berpendapat bahwa kata al-‘asr merupakan turunan dari kata عصر yang memiliki makna ستخلاص العصارة الضغط لا yang berarti “ kegiatan memberikan tekanan (memeras) guna mendapatkan sari buah yang murni”. Dalam masyarakat Arab, kata عصر biasanya digunakan untuk menyebut kegiatan memeras sari buah, seperti buah anggur, kurma, apel, dan lain sebagainya.

b. Makna Relasional

Makna relasional dalam teori Toshihiko Izutsu dapat digali melalui dua bentuk analisis yakni, analisis sintagmatik dan analisis paradigmatik. Analisis sintagmatik adalah analisis yang menentukan makna suatu kata dengan cara memperhatikan kata-kata di depan dan dibelakang kata yang dibahas, Adapun analisis paradigmatik adalah jenis analisis yang mengkomparasikan dengan konsep atau kata lain yang bertentangan. (Fahriana, 2019).

1.Analisis Sintagmatik

Kata عصر dalam Alquran disebutkan sebanyak lima kali, dengan berbagai derivasi nya dari fiil mudhari’, fi’il madhi, isim. Bentuk penafsiran dari derivasi makna عصر ditafsirkan sesuai dengan konteks ayat tersebut sehingga bisa menimbulkan beberapa makna baru. Berdasarkan analisis yang ada diketahui bahwa kata عصر diiringi dengan beberapa kata berbeda, di antaranya khamr, api, air, awan, kerugian.

Wahbah Al-Zuhaili memaknai kata i’shar dalam QS Al-Baqarah/2: 266, dengan angin topan yang berputar di muka bumi dengan kencang, kemudian naik ke udara membawa debu seperti bahagian tiang. Al-mu‘shirat dalam QS An-Naba’/78: 14 diartikan awan atau mendung yang menghasilkan air lalu turun dari air hujan yang sangat lebat. 

Adapun kata al-‘Ashr dalam QS Al-‘Ashr/103: 1, diartikan “al-muqsam bihi” (yang dijanjikan dengannya). Kata al-‘Ashr juga bermakna waktu, masa, shalat ashr atau waktu ashr dari waktu tenggelamnya matahari hingga memasuki waktu Magrib.

2. Analisis Paradigmatik

Terkait pemaknaan kata al-‘Ashr dalam surat Al-‘Ashr, para ulama pada umumnya mengartikannya dengan waktu. Padahal, ketika kita lihat lebih seksama, kata waktu dalam bahasa Arab (serta disebutkan dalam alquran) memiliki beberapa padanan artian, seperti dahr, sa’ah, dan waqt.

• Ad-Dahr.

Kata atau istilah al-dahr, dalam Alquran diulang sebanyak 2 kali. Al-dahr digunakan untuk saat berkepanjangan yang dilalui alam raya dalam kehidupan dunia ini, yaitu sejak diciptakan-Nya sampai punahnya alam semesta ini. (Quraish Shihab, 2000). Salah satu ayat yang memuat kata al-dahr adalah Q.S. Al-Jatsiyah [45]: 2.

• As- Sa’ah.

M. Quraish Shihab menafsirkan kata as-sa’ah dengan makna akhir masa kehidupan duniawi serta kepunahan alam untuk memasuki tahap hidup baru diakhirat. Hari tersebut dinamai demikian karena singkatnya waktu itu, ditinjau dari sisi kuasa Allah swt. Serta begitu mendadaknya sehingga manusia tidak mempunyai waktu sesaat pun untuk menghadapinya.

• Al-Waqt

kata waqt terdapat di dalam 9 surah dengan 12 kali kemunculan dalam berbagai bentuk isim (kata benda) di dalam Alquran. Penggunaan kata waqt secara kronologis menggunakan beberapa tahapan yaitu pada periode pertama yakni periode Makkah awal kata waqt dengan derivasi dalam bentuk ini bermakna waktu yang sudah pasti dan bermakna waktu atau tempat sesuatu. 

Selanjutnya makna waqt pada periode Makkah tengah masih menujukan kepada makna waktu yang sudah pasti menegaskan dari periode Makkah pertama. Berikutnya periode Makkah akhir bahwa ayat-ayat Alquran yang mengungkap lafal waqt masi mengarah kepada makna yang menegaskan periode sebelumnya yaitu waktu yang sudah pasti dan kemudian memperkaya dengan makna yang lainnya. (Nelis Nurmawati, 2021).

c. Makna Sinkronik dan Diakronik

Makna sinkronik merupakan makna kata yang statis karena tetap dan tidak ada perubahan. Sementara itu, makna diakronik merupakan sebuah perspektif linguistik yang menekankan pada konsep waktu, sehingga pada makna ini suatu kata senantiasa berubah mengikuti wilayah, masyarakat, dan waktu tertentu kata tersebut digunakan. Toshihiko Izutsu kemudian membagi periode semantuk Alquran ke dalam tiga masa, yakni periode pra-Qur'anik (Jahiliyah), Qur'anik, dan pasca-Qur'anik.

• Pra Qur’anik

Kata العصر pada masa sebelum diturunkannya Alquran masih bermakna umum, yakni memeras. Kata العصر belum dimaknai sebagai salah satu dari waktu mendirikan sholat karena pada masa itu belum ada perintah mendirikan sholat / melaksanakan sholat di waktu tertentu

• Qur’anik

Surah Al-‘Ashr turun ketika Nabi Muhammad SAW masih di kota Makkah. Pada masa ini, masyarakat/umat Islam awal mulai mengetahui berbagai pembagian waktu, seperti dhuha, fajar, falaq, subuh, ‘ashr, dan lain sebagainya. Hal ini wajar karena pada masa inilah Allah SWT sering menggunakan istilah-istilah tersebut (yang berkaitan dengan waktu) untuk dijadikan sebagai sumpah di beberapa ayat Alquran.

• Pasca Qur’anik

Seiring berjalannya waktu, pemaknaan ‘ashr mengalami pengembangan. Menurut Syekh asy-Sya’rawi, dalam kitab Tafsir Juz ‘Amma (hlm. 520-521) bila diucapkan secara umum, maka makna dari kata al-‘ashr adalah waktu salat asar. Makna ashar terkadang berpindah dari makna khusus, yaitu waktu antara zuhur dan magrib saja, menjadi makna “waktu” yang berlangsung sehari semalam yang tidak lepas dari kewajiban salat di dalamnya, yakni “salat asar”

Kesimpulan.

Kata dalam bahasa Arab ternyata memiliki beragam arti yang berbeda, salah satunya ditunjukkan dengan kata ‘ashr. Melalui pendekatan semantik yang dikenalkan Toshihiko Izutsu, kita dapat mengetahui bahwa suatu kata memiliki arti yang berbeda-beda ketika menggunakan berbagai pendekatan. Selain itu, melalui pendekatan yang dilakukan Izutsu kita dapat mengetahui bahwa sebagai sebuah objek kajian, Alquran memiliki sudut pandangnya (worldview) sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun