Menurut saya, Islam datang bukan hendak mematikan budaya, melenyapkan  budaya atau menyelisihi budaya. Prinsip Islam sangat jelas, sepanjang  tidak berkaitan dengan akidah, melanggar prinsip ketauhid, serta  ibadah-ibadah pokok, Islam membuka diri untuk menyerap dan berbaur  dengan budaya-budaya lokal. Justru, pembauran inilah yang menyebabkan  Islam menjadi indah, seperti pelangi yang indah dengan warnanya yang  beraneka.
 Itulah mengapa kita dapati perbedaan-perbedaan praktek  keagaman dalam cara berpakaian, makanan, bangunan mesjid, serta  perkara-perkara khilafiah lainnya. Kita dapat saksikan Islam dengan  warna Indonesia yang berbeda dengan Islam di Turki, Iran, Arab Saudi  atau Afrika. Â
 Sungguh tidak relevan lagi jika kita masih saja  terjebak dengan diskusi tak tuntas soal khilafiah seperti itu. Tak ada  manfaatnya berdebat, mana ejaan yang benar; apakah Insya Allah atau  Insha Allah, Amin ataukah amiinn.
 Sudah terlalu banyak energi  sia-sia yang kita habiskan untuk berdebat dan berselisih. Bukannya kadar  keimanan bertambah, justru pertentangan dan permusuhan kita yang kian  lebar.Â
 Jika nama Muhammad saja bisa dieja, disebut dan ditulis  dengan nama yang berbeda, dan itu dibolehkan, kenapa kita masih ribut  soal perbedaan khilafiah yang justru membuat Islam terlihat indah?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI