“Kamu salah putriku. Kecantikan itu bukan untuk dipamerkan. Sebaliknya, kecantikan itu justru harus dirahasiakan,” kata perempaun itu lembut.
“Apa maksud bunda?”
“Putriku, kecantikan sesungguhnya adalah rahasia. Misteri putriku! Kecantikan bukan untuk diumbar. Sebab jika kecantikan itu kamu umbar, maka kecantikan itu akan segera memudar. Balutlah kecantikanmu dengan budi pekerti dan kain tertutup, sebab dengan begitu kecantikanmu akan abadi.”
“Tapi bunda, ini kan bukan kontes mengumbar kecantikan semata. Ini juga kontes kesesajaran pria dengan wanita”.
“Putriku, jika yang kamu anggap kesejajaran adalah bahwa perempuan dapat melakukan semua yang dikerjakan pria, maka kamu salah,” ucap perempuan itu dengan lemah lembut.
“Saya kurang mengerti apa yang bunda katakan,”
“Ketahuilah bahwa pria dan perempuan tetaplah berbeda. Tetapi perbedaan itu sesungguhnya bertujuan untuk saling melengkapi, saling mengisi. Demi apa? demi terciptanya kehidupan yang serasi. Pria dan perempuan ibarat siang dan malam yang menciptakan hari. Tak ada hari tanpa siang, begitu pula tak ada hari tanpa malam”.
Tetapi rupanya, putrinya berkeras hati, sebab surga telah menantinya.
Dan perempuan tua itu pun diselimuti kegalauan. Sebab sejak itu putrinya bukan miliknya lagi. Dia adalah putri kecantikan; putri yang kecantikannya dapat dinikmati oleh semua orang.
(delapan)