Dalam sejarah kehidupannya, manusia telah memanfaatkan berbagai macam bahan dari alam untuk menyembuhkan luka atau untuk mengobati penyakit yang diderita. Dari sejak awal mula peradaban, manusia terus menggali khasiat-khasiat dari alam dan mencatatnya dalam berbagai macam dokumen yang diturunkan ke generasi berikutnya.Â
Catatan-catatan dari masa lalu ini sekarang sudah menjadi bagian dari kajian ilmu farmakoterapi modern seperti daftar tanaman obat dan bahan aktif yang terkandung dari peradaban masa lalu yang masih digunakan dan terus dikembangkan hingga sekarang.Â
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menguji efektivitas zat aktif dalam tanaman obat dan beberapa penelitian tersebut telah menghasilkan produk berupa obat-obatan herbal terstandar (OHT) dan Fitofarmaka yang diproduksi secara masal.Â
Kini, obat herbal sudah menjadi salah satu komponen penting dari pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Baik di masyarakat tradisional maupun masyarakat modern, obat herbal terus digunakan baik untuk pengobatan alternatif maupun untuk pengobatan utama.Â
Berbagai alasan menjadi dasar banyak orang untuk menggunakan obat-obatan herbal dibandingkan obat-obatan konvensional seperti pengalaman mengonsumsi sebelumnya, tradisi, maupun anggapan bahwa obat herbal memiliki khasiat yang lebih baik dibandingkan obat konvensional.Â
Meskipun permintaan obat herbal meningkat, saat ini kita sedang dihadapkan dengan ancaman kepunahan dari spesies-spesies tanaman obat di alam liar, bahkan, diprediksi bahwa karena produksi yang berlebihan dan perusakan lingkungan, planet kita ini akan kehilangan setidaknya satu tanaman obat setiap dua tahunnya.Â
Hal ini tentu harus segera ditangani segera untuk mencegah kepunahan spesies tanaman obat yang ada di alam liar, terutama spesies-spesies tanaman obat potensial yang belum ditemukan namun sudah terlebih dahulu punah karena kerusakan alam.Â
Melalui artikel ini, saya ingin menelusuri mengapa kepunahan ini menjadi ancaman serius bagi ketersediaan tanaman obat dan bagaimana caranya masyarakat modern dapat melestarikan tanaman obat saat ini bagi generasi selanjutnya.Â
Secara umum, tanaman obat didefinisikan sebagai tanaman yang salah satu organ atau bagian tubuhnya mengandung zat aktif yang dapat digunakan untuk tujuan terapeutik atau yang digunakan untuk sintesis obat-obatan tertentu karena telah terbukti lewat uji klinis maupun bukti empiris memiliki khasiat untuk menyembuhkan suatu penyakit. Tanaman obat telah digunakan oleh umat manusia selama bertahun-tahun sebagai salah satu bentuk pengobatan tradisional.Â
Di negara-negara berkembang, diperkirakan hingga 80% masyarakatnya bergantung dengan obat-obatan herbal sebagai pelayanan kesehatan utamanya, tidak hanya di negara-negara berkembang, di negara-negara maju juga menggunakan obat-obatan berbahan dasar tanaman obat, dengan sekitar 25% obat-obatan yang digunakan di negara maju dibuat dari ekstrak tanaman obat.Â
Tidak hanya untuk pengobatan, tanaman obat juga memainkan peran penting dalam berbagai masyarakat sebagai komoditas perdagangan, bahkan menjadi salah satu  bahan ekspor penting dari beberapa negara di Asia seperti India dan China, dengan estimasi nilai perdagangan tanaman obat mereka antara dua hingga lima miliar Dollar Amerika.
Perdagangan global untuk tanaman obat ini memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi dan dapat diestimasi mencapai nilai hingga 100 miliar Dollar Amerika per tahunnya.Â
Permintaan yang semakin meningkat tentu akan meningkatkan produksi dari obat-obatan herbal ini, namun hal ini dikhawatirkan justru dapat menyebabkan kepunahan bagi berbagai spesies tanaman obat.Â
Menurut data International Union for Conservation of Nature and the World Wildlife Fund, terdapat antara 50,000 hingga 80,000 spesies tanaman obat yang tersebar di seluruh dunia dengan kurang lebih 15,000 spesies di antaranya terancam punah akibat panen yang berlebihan atau habitat yang rusak.
Ancaman ini meningkatkan risiko kepunahan spesies tanaman obat terutama di daerah-daerah dengan permintaan tinggi seperti Cina, India, Kenya, Nepal, Tanzania, dan Uganda.Â
Untuk mengurangi risiko kepunahan tanaman obat, telah dirancang beberapa strategi pelestarian seperti in situ dan ex situ conservation. Pelestarian tanaman obat di habitat asli mereka seperti cagar alam atau wild nurseries dapat menjaga efektivitas dalam penggunaan medis tanaman-tanaman tersebut di habitat asalnya.Â
Sedangkan taman botani dan bank bibit merupakan situs yang penting untuk pelestarian secara ex situ dan pembibitan ulang di masa depan. Untuk mendukung aktivitas pelestarian ini diperlukan pengetahuan akan persebaran geografis dan karakteristik biologis dari tanaman-tanaman obat untuk mengkaji apakah pelestarian akan dilakukan secara ex situ atau in situ.Â
Strategi lainnya untuk mendukung pelestarian tanaman obat adalah praktik kultivasi. Praktik kultivasi merujuk kepada budidaya tanaman obat secara domestik yang membuka peluang untuk menerapkan teknik-teknik baru sehingga dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dalam produksi tanaman obat dan meningkatkan jumlah produksi tanaman obat sehingga angka produksi stabil dan harganya cenderung lebih terjangkau.Â
Sustainable use terutama untuk tanaman obat yang tumbuhnya cenderung membutuhkan waktu lebih lama juga dapat diterapkan dengan memanen bagian-bagian yang jika dipanen tidak merusak pertumbuhan atau kehidupan tanaman tersebut sehingga bisa terus berkembang dan dipanen kembali di kemudian hari.Â
Pengobatan tradisional dengan memanfaatkan tanaman obat merupakan salah satu bidang farmakoterapi yang sudah ada sejak awal mula peradaban manusia. Kini, perkembangan ilmu pengetahuan di bidang tersebut telah menyebabkan meningkatnya produksi dan permintaan akan produk obat-obatan berbahan dasar tanaman.Â
Namun, permintaan tersebut dapat menyebabkan produksi yang berlebihan dan merusak lingkungan seperti panen yang berlebihan yang dapat meningkatkan risiko kepunahan atau hilangnya biodiversity.Â
Oleh karena itu, perlu dilakukan strategi seperti pelestarian in situ atau ex situ, praktik kultivasi atau swasembada, dan sustainable use dari tanaman-tanaman obat yang kita miliki saat ini agar menghindari kepunahan dan tetap melestarikan keberadaan mereka di masyarakat modern.Â
***
Referensi:
- Chen, S. L., Yu, H., Luo, H. M., Wu, Q., Li, C. F., & Steinmetz, A. (2016). Conservation and sustainable use of medicinal plants: problems, progress, and prospects. Chinese medicine, 11, 37. https://doi.org/10.1186/s13020-016-0108-7Â
- Sofowora, A., Ogunbodede, E., & Onayade, A. (2013). The role and place of medicinal plants in the strategies for disease prevention. African journal of traditional, complementary, and alternative medicines : AJTCAM, 10(5), 210–229. https://doi.org/10.4314/ajtcam.v10i5.2
- Marrelli M. (2021). Medicinal Plants. Plants (Basel, Switzerland), 10(7), 1355. https://doi.org/10.3390/plants10071355Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI