Mohon tunggu...
Thariq Ibrahim
Thariq Ibrahim Mohon Tunggu... Lainnya - Pendidik di Pesantren Muhammadiyah Al-Furqon Tasikmalaya

Saya seorang warga Negara Indonesia yang lahir di Kota Sukabumi, saya merantau ke tanah Priangan dan menjadi seorang pendidik yang bekerja di pesantren. Hobi saya, mendaki gunung sambil mencari inspirasi untuk menulis ataupun membuat sesuatu yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Kenapa Money Politics Masih Marak Saat Pilkada?

20 November 2024   01:26 Diperbarui: 20 November 2024   04:17 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Danial Fadhilah https://web.facebook.com/share/v/1DParki9Q8/

Oleh karena itu, bagi kandidat tentu ini menjadi jalan praktis untuk mendapatkan kursi nomer satu di Kota Sukabumi dengan memanfaatkan pola pikir ini untuk memperoleh suara dan mendapatkan simpati masyarakat. 

Alih-alih mengedepankan gagasan dan integritas, kandidat memilih cara yang instan dengan membagikan sejumlah uang ataupun barang supaya mendapatkan hati masyarakat. Dengan pola-pola seperti ini  menjerumuskan kedalam lingkaran setan, dimana pemilih dan kandidat saling mendukung praktik politik transaksional.

Selai itu, mengapa money politics masih terus bertahan, salah satu alasannya yaitu kesenjangan ekonomi. Dalam banyak kasus, masyarakat yang hidup dalam garis kemiskinan lebih rentan menerima tawaran uang atau barang. Karena, kebutuhan sehari-hari sangat sulit dipenuhi, maka tawaran uang ataupun barang dari kandidat menjadi sangat menggoda.

Bagi kebanyakan warga, menerima politik uang seringkali dianggap "kompensasi" atas ketidakadilan yang dialami selama ini. Kebanayakan warga cenderung menganggap bahwa, siapapun yang menjadi pemimpin Kota Sukabumi kehidupan mereka tidak akan ada perubahan secara signifikan. Oleh karenanya, kebanyakan warga lebih memilih menirama manfaat secara langsung dibanding memikirkan masa depan mereka dan Kota Sukabumi.

Meski money politics jelas melanggar hukum, penegakan aturan di Indonesia masih lemah. Banyak kasus politik uang yang tidak ditindaklanjuti dengan serius, baik karena kurangnya bukti, proses hukum yang rumit, atau adanya pengaruh politik dari kandidat yang kuat. 

Bawaslu dan aparat penegak hukum sering kali kesulitan membuktikan praktik politik uang karena dilakukan secara tertutup atau terselubung. Kandidat biasanya menggunakan perantara, seperti tokoh masyarakat atau tim sukses, untuk mendistribusikan uang atau bbarang kepada pemilih, serta modus operandi yang semakin canggih membuat penindakan hukum menjadi lebih sulit dalam menindaknya.

Ketergantungan Kandidat pada Sponsor Politik

Pilkada sering kali diwarnai oleh persaingan yang ketat antara kandidat. Dalam situasi seperti ini, politik uang menjadi senjata terakhir bagi kandidat yang merasa kalah dalam popularitas atau elektabilitas. Bagi para kandidat berpikir bahwa uang bisa menjadi cara cepat untuk menarik dukungan, terutama di wilayah-wilayah yang masih sulit dijangkau oleh kampanye konvensional. 

Di sisi lain, politik uang juga digunakan untuk mengamankan dukungan dari tokoh masyarakat, organisasi lokal, atau bahkan aparat setempat. Kandidat yang memiliki modal besar cenderung lebih leluasa menggunakan politik uang sebagai strategi untuk memenangkan Pilkada.

Kandidat yang maju dalam Pilkada sering kali membutuhkan dana besar untuk biaya kampanye. Banyak dari mereka mendapatkan dukungan finansial dari sponsor politik atau donatur. Sayangnya, dukungan ini sering kali disertai dengan tuntutan balik, seperti memenangkan Pilkada dengan cara apa pun, termasuk melalui politik uang. 

Ketergantungan pada sponsor politik menciptakan tekanan tambahan bagi kandidat untuk menggunakan segala cara demi menang. Akibatnya, politik uang menjadi pilihan pragmatis yang sulit dihindari. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun