Mohon tunggu...
Muhammad Tegar
Muhammad Tegar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Program Studi: Sarjana Sistem Informasi | Jurusan: Sistem Informasi | Fakultas: Ilmu Komputer | NIM: 41823010080 | Universitas Mercu Buana | Dosen: Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Quiz 12-Edward Coke: Actus Reus, Mens Rea pada Kasus Korupsi di Indonesia

5 Desember 2024   14:50 Diperbarui: 5 Desember 2024   14:50 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Why: Pentingnya Teori Actus Reus dan Mens Rea dalam Kasus e-KTP
Teori actus reus dan mens rea yang dikemukakan oleh Sir Edward Coke sangat relevan dalam menganalisis kasus korupsi, termasuk skandal e-KTP yang terjadi di Indonesia. Kedua elemen ini berperan penting dalam memastikan bahwa tindak pidana tidak hanya dilihat dari sisi perbuatan fisik yang dilakukan, tetapi juga dilihat dari niat atau kesadaran pelaku dalam melakukan perbuatan tersebut. Pada kasus e-KTP, penerapan kedua teori ini memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang bagaimana tindak pidana terjadi dan bagaimana penegakan hukum bisa dilakukan dengan adil dan tepat.
1. Menentukan Pertanggungjawaban Hukum
Salah satu alasan pentingnya penerapan teori actus reus dan mens rea dalam kasus e-KTP adalah untuk menentukan pertanggungjawaban hukum pelaku. Tanpa kedua elemen ini, akan sangat sulit untuk membuktikan bahwa seseorang bertanggung jawab atas tindak pidana. Dalam kasus e-KTP, actus reus jelas tercermin dalam tindakan fisik yang dilakukan para pelaku, seperti manipulasi tender, distribusi uang suap, dan penggelapan anggaran. Namun, tindakan tersebut tidak akan sepenuhnya memenuhi unsur kejahatan tanpa adanya mens rea, yaitu niat jahat atau kesengajaan para pelaku dalam melakukan perbuatan tersebut.

Penerapan teori ini membuktikan bahwa para pelaku bukan sekadar melakukan kesalahan atau kelalaian, tetapi melakukan perbuatan yang direncanakan dengan tujuan tertentu: untuk menguntungkan diri mereka sendiri dan kelompok mereka. Tanpa bukti mens rea, sulit bagi penegak hukum untuk meyakinkan hakim bahwa tindakan mereka merupakan kejahatan yang disengaja. Dengan demikian, teori ini membantu memastikan bahwa pelaku tidak hanya dihukum berdasarkan perbuatan fisik yang dilakukan, tetapi juga berdasarkan niat mereka untuk melakukan kejahatan.

2. Mengungkap Korupsi Sistemik
Kasus e-KTP juga mengungkapkan bagaimana teori actus reus dan mens rea dapat digunakan untuk menganalisis korupsi yang bersifat sistemik dan melibatkan banyak pihak. Korupsi e-KTP tidak hanya melibatkan satu individu, melainkan merupakan persekongkolan yang melibatkan pejabat pemerintah, anggota DPR, serta pihak swasta yang terlibat dalam proyek tersebut. Teori ini memungkinkan penegak hukum untuk melihat bukan hanya perbuatan fisik yang dilakukan oleh para pelaku, tetapi juga motivasi dan niat yang mendorong mereka untuk terlibat dalam korupsi tersebut.

Dengan menggunakan teori mens rea, penegak hukum dapat mengungkap bahwa tindakan korupsi yang terjadi bukanlah hasil dari kelalaian atau kebetulan, tetapi merupakan hasil dari perencanaan yang matang dan niat jahat untuk memperkaya diri sendiri dengan merugikan negara. Penerapan teori ini dalam konteks korupsi sistemik seperti e-KTP membantu mengungkap peran setiap individu dalam jaringan korupsi tersebut, dari pejabat yang memberikan izin hingga perusahaan yang memperoleh keuntungan tidak sah.

3. Memastikan Penegakan Hukum yang Adil
Penerapan teori actus reus dan mens rea dalam kasus e-KTP juga memainkan peran kunci dalam memastikan bahwa penegakan hukum dilakukan dengan adil. Dengan membuktikan adanya tindakan fisik yang melanggar hukum serta niat jahat di baliknya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat mengumpulkan bukti yang kuat untuk mendukung dakwaan terhadap para terdakwa. Penegak hukum dapat menunjukkan bahwa perbuatan korupsi tersebut dilakukan dengan kesengajaan dan tujuan yang jelas, yaitu untuk memperoleh keuntungan pribadi dari proyek yang seharusnya untuk kepentingan publik.

Kasus e-KTP memberikan contoh bagaimana penerapan kedua teori ini oleh KPK berhasil mengungkapkan kedalaman dari skandal korupsi dan memastikan bahwa pelaku, meskipun memiliki kedudukan penting, dapat dimintai pertanggungjawaban. Dengan menggunakan actus reus dan mens rea sebagai dasar pembuktian, KPK berhasil memperoleh putusan hukum yang adil, yang tidak hanya menghukum berdasarkan perbuatan fisik yang dilakukan tetapi juga menilai niat di balik setiap tindakan ilegal tersebut.

How: Penerapan Teori Actus Reus dan Mens Rea dalam Kasus e-KTP
Penerapan teori actus reus dan mens rea dalam kasus korupsi proyek e-KTP merupakan langkah penting dalam proses penegakan hukum. Kedua teori ini memberikan dasar yang kuat untuk mengidentifikasi tidak hanya perbuatan fisik yang dilakukan oleh pelaku, tetapi juga niat atau kesadaran pelaku dalam melakukan tindak pidana. Berikut ini adalah bagaimana teori actus reus dan mens rea diterapkan dalam kasus e-KTP:
1. Mengidentifikasi Tindakan Fisik (Actus Reus)
Proses pertama dalam penerapan teori ini adalah mengidentifikasi tindakan fisik yang dilakukan oleh para pelaku, yang merupakan unsur dari actus reus. Dalam kasus e-KTP, sejumlah perbuatan fisik yang jelas melanggar hukum dapat diidentifikasi, antara lain:
A. Manipulasi Tender
Pelaku dalam kasus e-KTP melakukan manipulasi tender untuk memastikan bahwa perusahaan tertentu memenangkan proyek tersebut. Proses ini dilakukan dengan mengubah spesifikasi teknis tender setelah lelang dimulai. Tindakan ini secara langsung merugikan transparansi dan prinsip persaingan dalam pengadaan barang dan jasa publik.

B. Distribusi Uang Suap
Para pelaku juga terlibat dalam pemberian suap kepada pejabat pemerintah dan anggota DPR untuk memastikan kelancaran proyek dan menghindari intervensi yang dapat menggagalkan proyek. Suap ini menjadi sarana untuk mempertahankan proyek yang melibatkan penggelapan dana.

C. Penggelapan Anggaran
Sebagian besar dana yang disetujui untuk pengadaan sistem e-KTP dan administrasi kependudukan justru diselewengkan. Pelaku mengalihkan sebagian besar dana tersebut ke kantong pribadi mereka, yang merupakan tindakan penggelapan yang melanggar hukum.

2. Membuktikan Niat Jahat (Mens Rea)
Setelah mengidentifikasi tindakan fisik yang dilakukan oleh pelaku, langkah selanjutnya dalam penerapan teori ini adalah membuktikan mens rea atau niat jahat pelaku. Mens rea berfungsi untuk menunjukkan bahwa pelaku tidak hanya melakukan perbuatan fisik yang salah, tetapi juga memiliki niat atau kesadaran untuk melanggar hukum. Dalam kasus e-KTP, niat jahat pelaku sangat jelas dan dapat dibuktikan melalui beberapa aspek:
A. Kesengajaan untuk Memperkaya Diri dan Kelompok
Para pelaku, termasuk Setya Novanto, menunjukkan niat untuk memperkaya diri mereka sendiri dan kelompok mereka melalui penggelapan dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan publik. Mereka dengan sengaja mengalihkan anggaran negara untuk kepentingan pribadi, yang jelas menunjukkan adanya niat jahat untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

B. Perencanaan yang Terstruktur dan Sistemik
Korupsi e-KTP tidak terjadi secara spontan, melainkan merupakan hasil perencanaan yang matang antara pejabat pemerintah, anggota DPR, dan perusahaan terkait. Mereka menyusun skenario yang sistematis untuk memastikan bahwa uang proyek bisa diselewengkan dengan aman, tanpa terdeteksi oleh pihak berwenang. Perencanaan ini menunjukkan bahwa para pelaku telah dengan sadar dan sengaja melibatkan diri dalam kegiatan ilegal tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun