Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Wallace: Maluku Utara dalam Wawasan Dunia

10 Februari 2019   09:13 Diperbarui: 10 Februari 2019   09:43 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

By: M. Taurid Yahya

Maluku Utara adalah sebuah kawasan yang unik sejak lama. Kedatangan kalangan barat dengan agenda tertentu membuat kawasan ini kian populer di masa itu. 

Dimulai dari kedatangan bangsa Portugis, menyusul Spanyol hingga Inggris-pun tercatat menancapkan jejaknya di kepulauan ini, sampai diakhiri oleh monopoli bangsa Belanda yang berkuasa hingga beberapa abad.

Perlu dicatat, pulau mungil nan indah dengan panorama laut berlatar belakang gunung Gamalama ini pula. pada suatu pagi di tanggal 8 Januari 1858 salah seorang peneliti dan naturalis Inggris Alfred Russel Wallace (1823-1913) menginjakan kakinya di Ternate. 

Tapi masih (sangat) jarang yang tahu jikalau  pendaratannya dI Ternate bertepatan pada ulang tahunnya yang ke 35 (8 Januari 1823) dengan agenda penelitian yang dilakukan olehnya di seluruh daerah di nusantara.

Setibanya di Ternate beliau dipinjami rumah untuk tempat tinggal oleh seorang  pengusaha berdarah Belanda. Selama di Ternate Wallace juga mengunjungi beberapa daerah di kawasan Timur Nusantara seperti Maluku, Sulawesi hingga Papua. 

Yang menarik adalah pengembaraannya di kawasan tersebut, Wallace tetap menjadikan Ternate sebagai pos atau markasnya. Dalam menjalankan misi penelitiannya di Timur Nusantara, tidak semuanya berjalan mulus. 

Apalagi di kawasan Maluku Utara dengan kontur kepulauan, Beberapa kali Wallace harus bertarung dengan ombak dan badai besar saat harus berkunjung ke pulau-pulau di kawasan Maluku Utara, sebagaimana yang terjadi pada pada bulan Oktober 1858. 

Saat melakukan perjalanan menuju pulau Makian Wallace dan rombongannya di terpa angin dan badai yang mengakibatkan mereka harus menghentikan perjalanan dan balik haluan untuk berlabuh di Tidore, mereka melanjutkan perjalanan menuju pulau Mare saat badai redah dan bermalam di pulau tersebut selama satu malam kemudian melanjutkan perjalanan menuju pulau Moti dan Makian (Amal, 2010)

Dengan pengalaman lapangan (Field) yang dimilikinya sebagai biolog/naturalis, Wallace tidak monoton pada bidang tersebut. Beliau juga menaruh perhatian pada beberapa disiplin ilmu pengetahuan serta menuliskan beberapa isu seperti isu sosial, spiritualisme, politik, kesehatan, dan pendidikan. 

Sabagaimana yang tegaskan oleh  Andrew Berry (2002) yang merupakan editor kumpulan tulisan Wallace dan seorang peneliti pada museum Zoologi Perbandingan di Harvard University, bahwa "karir terbesar kedua Wallace setelah naturalis adalah seorang intelektual publik yang aktif, sehingga dia juga dikenal sebagai seorang humanis serta bidang pengetahuannya bukan hanya biologi tapi juga spiritualisme dan politik".

Pada dasarnya Wallace memiliki publikasi sekitar 762 tulisan, 21 buku, di antara buku-buku tersebut terdapat 2 jilid dengan tebal rata-rata 400 halaman. Dari ratusan tulisan tersebut, terdapat 3 (tiga) artikel yang sangat populer seperti, pertama "Serawak Law" pada tahun 1855 yang di antaranya membahas tentang isu-isu evolusi; kedua "Ternate Paper" yang ditulisnya pada tahun 1858 dengan fokus perhatiannya pada seleksi alam; ketiga "Origin of Human Races" yang di dalamnya membicarakan mengenai asal-usul ras manusia yang ditulis pada tahun 1864.

Pengembaraan enam tahun yang dilakukan oleh Wallace di Nusantara membuahkan hasil yang (sangat) impresif. Selama itu, beliau dengan eksplisit dan percaya diri berhasil mengumpulkan sejumlah hewan yang di antaranya 100 reptil, 310 spesies mamalia, 7.500 kerang, 8.050 burung, 13.100 lepidoptera (kupu-kupu), 83.200 celoeptera (kumbang) serta serangga lainnya dengan jumlah 13.400 jenis. Dari kesemua jenis tersebut, maka Wallace dengan gigih mengumpulkan (mengidentifikasi?) kurang lebih 125.660 jenis hewan yang berada di Nusantara.

Kecemasan dan Kegelisahan Wallace mengenai alam dan manusia seakan-akan tidak pernah hilang dalam pikirannya, antara lain tulisannya pada tahun 1869 yang bernada kritik, beliau menegaskan bahwa "penguasaan kita yang melebihi kekuatan-kekuatan alam telah menyebabkan pertumbuhan penduduk yang cepat dan akumulasi kekayaan, tapi setelah itu membawa kemiskinan dan kekerasan. 

Karena itu, bahwa sebetulnya kekayaan pengetahuan dari mereka yang jumlah kecil (the few) tidak sepenuhnya menempah peradaban mereka, tidak juga mengarahkan kita dalam suatu kehidupan sosial yang sempurna.

Lebih jauh dikatakan oleh Wallace, gejala ini semua bisa menggagalkan peradaban kita, karena kita mengabaikan rasa simpati dan moral kita kepada alam dan memberi pengaruh besar kepada proses legislasi kita, perniagaan kita dan seluruh organisasi sosial kita. 

Kita bahkan mengizinkan nafsu yang berlebihan kepada penguasaan tanah. Pada kesempatan yang lain, Wallace pernah bersaksi kepada komisi kerajaan Inggris mengenai faksinasi pada tahun 1890. Beliau menuliskan bahwa "dalam pikiran saya kebebasan adalah sesuatu yang jauh lebih besar dan lebih penting dari pada pada sains/ilmu pengetahuan.

Dengan membaca pikiran Wallace tersebut, tergambar jelas bahwa keberadaan sumberdaya alam yang melimpah (hanya) akan menjadi sumber kekerasan dan kemiskinan jika tidak dikelola dengan mata hati yang terbuka. 

Penguasaan petakan tanah yang menjadi sengketa, masih ada mental memperkaya diri sendiri dan golongan adalah sumber kehancuran dan kemiskinan itu sendiri.
tantangan sekaligus modal (besar) untuk membangun daerah ini adalah dengan cinta dan cita-cita yang luhur. 

Berangkat dari kegelisahan seluruh lapisan publik yang sudah lama merindukan nikmat dari Maluku Utara sebagai kawasan yang kaya dengan sumber daya alam yang melimpah. 

Sejarah panjang di masa lalu hanya akan jadi kenangan manis yang hampa jika tidak dengan segera generasi baru membuat terobosan untuk memikirkan masa depan yang lebih gemilang. 

Jika diakhir tahun daerah ini ceria(?) dengan gemerlap kembang api dan suara merdu para artis, adakah di awal tahun kita dirisaukan dengan semangat diskusi atas dasar pijakan "Mariomoi Ngone Futuru" untuk memikirkan kawasan ini dengan bijaksana oleh seluruh lapisan masyarakat, apa yang telah terlaksana sebelumnya dan apa yang hendak diperbuat untuk masa depan. 

Dengan saling membenah tanpa mengesampingkan lokalitas daerah masing-masing. Sudah saatnya Maluku Utara menjawab kegelisahan penghuni negeri!!. Mari berbenah***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun