"Apa" merupakan salah satu panggilan dalam bahasa Aceh yang bisa diartikan sebagai "om".
"Apa Lateh", begitulah aku cilik dan para siswa memanggilnya. Laki-laki berperawakan tinggi dengan perut buncit dan kumis tebal. yaaa, potongan kumis mas Adam lah yaa...
Entah siapa nama lengkap dari "Apa Lateh", sejak awal kami membeli dagangannya begitulah panggilan warisan dari senior yang kami terima.
Rumahnya juga kami tidak mengetahui secara pasti. Kami para pemneli cilik hanya paham bahwa 'Apa Lateh" akan pulang setelah barang yang dijualnya habis terjual.
Sepertinya dagangan "Apa Lateh" tidak pernah habis deh.....
"Apa Lateh selalu menjajakan dagangannya dengan sepeda ontel tua, saat ada pembeli ia pun menopangnya dengan tongkat kayu miliknya.
Pagar sebelah kanan saat masuk ke halaman sekolah adalah tempat "Apa lateh" berdiri sembari menolak pinggang dengan tangannya. Disaat bersamaan tangan kirinya memegang rice buker/termos nasi besar berwarna merah.
"Apa Lateh" sering sekali memakai kemeja kotak-kotak berwarna merah tua yang warnanya juga sudah lusuh.
Usianya saat itu tidaklah begitu tua. Mungkin "Apa Lateh" berusia 40-an tahun.Â
Saat itu usiaku pun masih belia. Usia dimana masih  nyolong es mambo atau dikenal sebagai es lilin.
Kalau ketahuan ibu sudah pasti langsung diomelin....
Selain menjual es lilin, "Apa Lateh" juga "boh meuria peujuruk"Â (Bahasa Aceh) atau bahasa indonesianya dikenal dengan buah salak.Â
Entah bagaimana kabar dan keadaan "Apa Lateh" saat ini, yang jelas saya cukup senang bisa menjadi salah satu pelanggan "Apa Lateh"Â
(Mawardi Ibrahim).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H