Mohon tunggu...
Muhammad Taaruf Huda
Muhammad Taaruf Huda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Magister Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Universitas Gadjah Mada

Tertarik pada isu-isu sosial

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Green Revolution: Transformasi Global Menuju Pertanian Berkelanjutan

7 Desember 2023   00:35 Diperbarui: 13 Desember 2023   21:51 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Latar Belakang

Revolusi Hijau, dalam konteks sistem pertanian di negara-negara berkembang, sering dianggap sebagai tonggak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang membantu mengatasi krisis pangan dan mengembalikan keseimbangan produksi pangan. Pendapat tersebut dinyatakan oleh Pingali, yang mencatat fenomena luar biasa pertumbuhan produktivitas tanaman pangan dalam lima dekade terakhir di negara-negara tersebut. Meskipun terbatasnya lahan dan peningkatan nilai lahan, produksi tanaman serealia tumbuh tiga kali lipat, dengan hanya peningkatan 30% pada luas lahan yang ditanami. Dengan populasi yang meningkat dua kali lipat, hasil yang mengejutkan ini menunjukkan bahwa negara berkembang mampu mengatasi tantangan kelaparan secara efektif (Pingali, 2012).

Periode ini, yang berlangsung antara akhir tahun 1940-an hingga 1980-an, dikenal sebagai Green Revolution, sebuah proses yang diinisiasi dari pemerintah dan melibatkan pendekatan top-down. Proses ini melibatkan penerapan varietas tanaman unggul yang responsif terhadap pupuk kimia dan irigasi intensif. Tujuan utamanya adalah meningkatkan produksi dan produktivitas, sekaligus mengatasi tantangan mendesak seperti kelaparan, stabilitas sosial, dan pembangunan industri (Cabral et al., 2022). Pendekatan ini menciptakan transformasi signifikan dalam lanskap pertanian negara-negara berkembang, menciptakan harapan baru untuk ketahanan pangan dan pertumbuhan ekonomi.

 

Situasi Terkini

Hingga saat ini, fokus Revolusi Hijau terpusat pada isu global pembangunan berkelanjutan, khususnya pada produksi tanaman. Evaluasi dilakukan dengan mempertimbangkan produktivitas per hektar dan hasil yang dicapai melalui perkembangan teknologi, jenis benih yang unggul, sistem irigasi, dan adaptasi lahan untuk budidaya tanaman tertentu di suatu wilayah. 

Namun, untuk mencapai pembangunan berkelanjutan, aspek-aspek seperti pertanian organik, peralatan pertanian presisi, analisis siklus hidup, kesehatan tanah dan tanaman, dampak lingkungan, kualitas air, teknologi pasca panen, penggunaan produk sampingan, serta persepsi petani terhadap konsep-konsep baru seperti globalisasi, rantai nilai, daya saing, bioekonomi, dan biorefineries perlu dimasukkan. Oleh karena itu, strategi seperti saran teknis, pelatihan, pengembangan keterampilan, transfer dan adopsi teknologi dan pengetahuan, pengalaman dan inovasi dengan pendekatan multi, trans, dan interdisipliner, serta partisipasi pendidikan tinggi dari semua pihak terlibat menjadi sangat penting untuk mencapai transisi menuju Revolusi Hijau yang berkelanjutan dan pembangunan berkelanjutan (Aguilar-Rivera et al., 2019).

Revolusi Hijau telah mengubah pola dan makna pertanian dengan memberikan tingkat ketahanan pangan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Hal ini mengangkat masyarakat miskin dari kemiskinan dan mencegah banyak masyarakat non-miskin dari ancaman kemiskinan dan kelaparan. Meskipun berhasil menyelamatkan lebih dari satu miliar orang dari kelaparan, Revolusi Hijau juga menimbulkan tantangan terhadap lingkungan dan ekosistem. Perubahan teknis dalam metode pertanian, seperti penggunaan benih rekayasa genetika, pestisida, dan pupuk kimia, telah mengubah pertanian tradisional menjadi pertanian modern. Penggunaan pestisida dan pupuk kimia meningkat, mengakibatkan pengurasan kesuburan alami tanah dan perkembangan hama yang resisten. Dengan demikian, Revolusi Hijau dianggap tidak efisien dan sebagai solusi jangka pendek terhadap tantangan ketahanan pangan. Pada akhirnya, model pembangunan yang diadopsi secara global pada tahun 1960an terbukti tidak berkelanjutan dan berdampak negatif pada seluruh aspek lingkungan hidup dan ekologi secara global (Kumar & Kumar, 2021).

Dalam menghadapi tantangan ini, muncul kesadaran akan perlunya memperbaiki model pertanian untuk mencapai keberlanjutan jangka panjang. Tantangan terbesar adalah bagaimana menggabungkan aspek teknis dan ekologis dalam suatu kerangka kerja yang dapat memberikan solusi terhadap ketidakberlanjutan yang muncul akibat Revolusi Hijau. Pentingnya transisi menuju pendekatan pertanian berkelanjutan yang memberikan prioritas pada praktik organik, pengelolaan tanah yang berkelanjutan, dan penggunaan air yang bijaksana diakui sebagai langkah yang tidak hanya dapat meningkatkan kesehatan tanah dan air, tetapi juga mengurangi dampak negatif pertanian terhadap lingkungan.

 

Pentingnya Inovasi Teknologi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun