Februari 2024 lalu, dunia politik Indonesia sempat ramai oleh aktivitas politik pemilihan umum (Pilpres dan Pileg). Aroma itu belum habis menguap, tetiba pemilihan umum berikutnya sudah menjelang.Â
Benar, tanggal 27 Nopember 2024 mendatang akan berlangsung kembali pemilihan umum (pemilu). Pemilu kali ini disebut Pilkada serentak yang bertujuan memilih kepala daerah provinsi dan kabupaten/kota se Indonesia.Â
Seiring dengan itu, mesin politik mulai dinyalakan. Ditandai dengan bisik-bisik warung kopi tentang siapa sosok yang akan didukung. Bisik-bisik itu merambat sampai ke jagat maya.
Putusan Mahkamah Agung (MA) yang memperbolehkan kepala daerah dijabat oleh orang berusia 30 tahun, juga menjadi pokok bahasan paling hot.Â
Lihatlah timeline Facebook dan Instagram. Berseliweran postingan foto tokoh-tokoh yang digadang-gadang akan mencalonkan diri sebagai kepala daerah.Â
Menariknya, sangat beragam komentar netizen terhadap tokoh-tokoh itu. Banyak yang positif, tidak sedikit pula yang tendensius.
Haruskah tersinggung atas komentar tendensius para netizen? Karimansyah dalam lintasgayo.co (28/3/2024) sudah mengulas kompetensi (kemampuan) yang harus dimiliki seorang pemimpin.
Apa kompetensinya? Mereka harus memiliki keterampilan serta kemampuan mendengar. Mendengar apapun yang disampaikan warga. Termasuk kesediaan menerima saran atau kritik.
Kenapa pemimpin di Dataran Tinggi Gayo atau di daerah lain harus memiliki keterampilan dan kemampuan mendengar?Â
Para filsuf dan moyang datu (tetua) sudah mengingatkan para pemimpin dengan sebuah perimestike (peribahasa) yang berbunyi: "reje ton kapur sesak."
Apa artinya? Menurut Karimansyah, pemimpin menjadi tumpuan dari semua hal yang baik atau buruk. Tempat orang menyampaikan harapan, sanjungan, pujian, penghargaan, penghormatan, keluh kesah, sindiran, kritik, caci maki, hinaan dan sumpah serapah.
Koq berat banget? Begitulah. Pertanyaannya, siapakah sosok yang bersedia menjadi "ton kapur sesak?" Tentu mereka yang menyatakan diri maju dalam kontestasi Pilkada 2024.
Berarti Pilkada sesungguhnya sebuah proses untuk memilih "ton kapur sesak." Memilih sosok yang bersedia menampung keluh kesah warga.Â
Siapakah sosok seperti itu? Haruskah orang yang sudah berumur, atau anak muda belia? Tidak mesti, yang penting mereka yang mampu mendengar dan menampung keluh kesah warga. Usia bukan ukuran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H