Mohon tunggu...
Syukri Muhammad Syukri
Syukri Muhammad Syukri Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Orang biasa yang ingin memberi hal bermanfaat kepada yang lain.... tinggal di kota kecil Takengon

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kopi Gayo, Potensi UMKM dari Pelosok Aceh

23 November 2018   00:15 Diperbarui: 23 November 2018   06:19 927
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Outlet JNE Cabang Takengon yang terletak di pusat kota, didepan Pendopo Bupati dan didekat terminal angkot (Foto: Syukri MS)

Gaya hidup

Kopi, salah satu potensi ekonomi luar biasa di Indonesia. "Kue" ekonomi ini bukan hanya dinikmati oleh satu atau dua pihak, tetapi nikmatnya bisa dirasakan oleh banyak pihak. Lebih-lebih kebun kopi di Indonesia, umumnya  dimiliki oleh petani, maka rakyatlah yang menerima manfaat. Tidak yakin? Mari kita lihat, seperti apa siklus penerima manfaatnya.

Penerima manfaat "kue" ekonomi kopi dimulai dari para petani, buruh tani, buruh petik, muge (pedagang pengumpul), usaha penggilingan kopi, buruh jemur kopi, buruh sortir, buruh panggul, usaha transportasi, eksportir, usaha roasting, jasa ekspedisi, pemilik cafe, karyawan cafe, sampai industri alat peracik kopi.

Melihat siklus itu, sepertinya geliat ekonomi kopi memang tak terhentikan, ditambah dengan gaya hidup dan keseharian generasi milenial dewasa ini. Gaya hidup itu dikenal dengan ngopi bareng di cafe atau coffee shop, lalu kongkow-kongkow sambil ngutak-atik smartphone. Tren ini diyakini sebagai salah satu pendorong konsumsi kopi terus melejit dari tahun ke tahun.

Indikasi itu diungkapkan oleh Direktur Edukasi Ekonomi Kreatif Bekraf, Poppy Savitri. Menurutnya, "konsumsi kopi di dunia meningkat cukup tajam, yaitu rata-rata 1,7 kg per kapita per tahun. Begitu pula konsumsi kopi di Indonesia, meningkat rata-rata lebih dari 7 persen per tahun (Tribunnewsdotcom, 22 Maret 2018)."

Senada dengan itu, Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) menulis di laman webnya: "tingkat konsumsi kopi dalam negeri berdasarkan hasil survei LPEM UI Tahun 1989 adalah sebesar 500 gram/kapita/tahun. Dewasa ini kalangan pengusaha kopi memperkirakan tingkat konsumsi kopi di Indonesia telah mencapai 800 gram/kapita/tahun."

Gadis desa

Kopi Gayo ibarat gadis desa yang kini menjadi artis internasional (Foto: Syukri MS)
Kopi Gayo ibarat gadis desa yang kini menjadi artis internasional (Foto: Syukri MS)
Meningkatnya konsumsi kopi, dan apa manfaatnya bagi kopi arabika Gayo (selanjutnya ditulis kopi Gayo)? Pastinya, bahan baku minuman penyegar ini makin "mendunia" semenjak Menteri Hukum dan HAM-RI menerbitkan hak paten geografis (Indikasi Geografis) untuk kopi Gayo, 28 April 2010 lalu.

Disadari atau tidak, sejak itu kopi Gayo naik peringkat, dari "gadis desa" menjadi "artis internasional." Ditandai dengan meningkatnya permintaan buyer luar negeri maupun dalam negeri.

Permintaan itu diikuti pula dengan naiknya harga jual. Misalnya, di pasar internasional, kopi Gayo dibeli lebih mahal 80 cent dibandingkan kopi arabika dari negara lain.

"Mereka bersedia beli mahal karena membutuhkan kopi Gayo untuk pemicu rasa," ungkap Rizwan Husin, eksportir kopi dari KBQ Baburrayan Takengon.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun