Mohon tunggu...
Syukri Muhammad Syukri
Syukri Muhammad Syukri Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Orang biasa yang ingin memberi hal bermanfaat kepada yang lain.... tinggal di kota kecil Takengon

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Meski Sudah 72 Tahun Merdeka, Ruas Jalan Ini Tetap Berkubang Lumpur

2 Juli 2017   11:57 Diperbarui: 2 Juli 2017   12:43 522
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ahmadi sedang berusaha keluar dari kubangan lumpur di ruas jalan menuju ke Samarkilang, Kab Bener Meriah (Foto: koleksi Ahmadi)

Merdeka bukan berarti bahagia bagi semua. Masa sih? Sebahagian anak bangsa memang sudah merasakan nikmat kemerdekaan. Sebaliknya, disudut negeri yang lain, jangankan berusaha untuk bahagia, meratap pun sudah tak punya air mata.

Itu bukan dusta, tetapi fakta. Bukan dialami oleh kawasan yang baru tumbuh dan lahir kemarin sore. Sungguh terjadi disuatu negeri yang sudah lahir sebelum negeri ini merdeka. Samarkilang nama negeri itu, berada di Kabupaten Bener Meriah.

Sebuah negeri yang sudah disebut-sebut oleh DR C. Snouck Hurgronje dalam buku Het Gajoland en Zijne Bewoners, terbit tahun 1903. Dikatakan oleh penulis kelahiran Belanda itu pada halaman 22:

"Dari Samarkilang ke Simpang Ulim. Dari Samarkilang sampai Kuala saja ada yang dapat dilayari dengan perahu. Di pinggir sungai ada jalan melalui Sarah Raja dan Rempah. Tetapi, kadang-kadang harus juga menyeberang."

Gambaran itu menegaskan bahwa dimasa itu sudah ada jalur transportasi menuju negeri Samarkilang. Perjalanan kesana bisa menggunakan perahu dan jalan kaki melalui jalan setapak dipinggir sungai Wih Jemer (sekarang disebut Sungai Jambo Aye).

Namun, hal yang paling esensial dari tulisan C. Snouck Hurgronje, dia telah mengumumkan kepada dunia: ada sebuah negeri bernama Samarkilang. Negeri yang sudah eksis sebelum mereka menjejakkan kaki di tanah Aceh.

Meskipun Samarkilang sudah dikenal dunia sebelum Indonesia mendunia, negeri ini tetap terpencil dan bahkan makin terisolir. Entah kenapa, negeri ini selalu luput dari perhatian. Barangkali karena dihuni oleh sedikit penduduk, atau karena tidak memiliki potensi tambang dan sumber ekonomi yang disukai investor.

Prasarana jalan dari Pondok Baru, kota terbesar di Kabupaten Bener Meriah menuju ke Samarkilang, sebenarnya tidak terlalu jauh. Hanya 18 Km. Namun kondisinya tetap dengan permukaan tanah, belum tersentuh aspal.

Melintasi ruas jalan ini wajib bergulat dengan tanah dan biasanya berakhir dalam jebakan lumpur. Kondisi itu sudah menjadi rahasia umum sepanjang masa, dan dirasakan oleh  mereka yang  sedang berpergian ke negeri dipinggir Sungai Jambo Aye itu.

Tak terkecuali Ahmadi, Bupati Bener Meriah terpilih dalam Pilkada 2017. Kamis lalu (29/6/2017), dia ikut berkutat lumpur ketika mudik ke Samarkilang. Tanah leluhur anak muda yang lahir ditengah gemercik air Sungai Jambo Aye itu, 7 Maret 1981.

Kepulangannya ke tanah leluhur pada hari itu dalam rangka ziarah ke makam almarhumah ibunya. Selain itu, mumpung masih suasana lebaran, dia berencana untuk bersilaturrahmi ke rumah sanak saudara dan handai taulan yang ada disana.

Meskipun lelaki ini mengemudikan sendiri mobil double cabin 4 wheel drive, toh tak mampu menembus kubangan lumpur. Dia ikut terjebak disana bersama mobil dan truk lain yang sebelumnya sudah kadung menginap di kawasan itu.

"Insya Allah penderitaan melalui jalan seperti ini akan berakhir dalam waktu yang tidak terlalu lama," sebut Ahmadi yang beberapa waktu kedepan akan dilantik secara resmi sebagai Bupati Bener Meriah.

Dia juga mengharapkan, dalam menyikapi kondisi permukaan jalan di kawasan itu, "hendaknya Pemerintah melihat dengan mata hati jangan dengan mata rupiah."

Terkait dengan 72 tahun usia kemedekaan Republik Indonesia, mantan Ketua Komisi Independen Pemilu (KIP) Kabupaten Bener Meriah itu menyadari masih lemahnya pelayanan publik.

"Ini bukti bahwa Pemerintah masih belum sempurna dalam memberi pelayanan kepada  masyarakat," pungkas Ahmadi, alumni Fakultas Ekonomi ST Gajah Putih Takengon.

Seperti apa perjuangan Ahmadi dan keluarganya menembus lumpur sewaktu menuju ke Samarkilang? Ini rekaman videonya.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun