Mohon tunggu...
Syukri Muhammad Syukri
Syukri Muhammad Syukri Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Orang biasa yang ingin memberi hal bermanfaat kepada yang lain.... tinggal di kota kecil Takengon

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Didisen, Kearifan Lokal Menangkap Ikan Depik di Danau Laut Tawar

29 April 2017   12:54 Diperbarui: 15 Juni 2017   10:08 1776
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ikan depik (rasbora tawarensis) adalah salah satu ikan endemik di Danau Laut Tawar. Ikan ini bertubuh kecil, panjangnya 8 cm dan lebar tubuhnya 2 cm. Meski bertubuh kecil, ikan ini sangat diminati, selain rasanya yang sangat gurih, aromanya akan mengingatkan orang akan keunikan Danau Laut Tawar Aceh Tengah.

Para perantau yang pernah bermukim di Dataran Tinggi Gayo sering merindukan ikan berwarna silver itu. Buktinya, mereka rela membayar mahal untuk pesanan 1 kilogram ikan depik kering. Bahkan, ketika pulang mudik, mereka sengaja mendatangi pasar ikan Takengon, khusus untuk mencari ikan depik segar.

Sayangnya, setibanya di Pasar Ikan Takengon, kondisinya sungguh berbeda. Mereka tidak menemukan sampan yang berisi ikan depik segar seperti tahun 1970-an. Disana hanya ditemukan ikan depik yang dijajakan dalam timba plastik. Ikan itu hasil tangkapan nelayan menggunakan jaring (doran-bahasa Gayo). Cirinya, kepala dan badan ikan itu banyak yang sudah rusak.

Selain itu, ikan dalam timba tadi tidak semuanya berisi ikan depik. Meskipun tampilan fisiknya sungguh mirip, tetapi sebagian besar sudah bercampur dengan ikan relo (rasbora sumatrana), kerabat dekat dari ikan depik. Salah satu cara mengetahui mana ikan depik dan mana ikan relo, dari aroma dan tubuhnya. Aroma ikan depik sangat khas, tidak anyir, dan tubuhnya lembut.

Memotong jalur migrasi

Tersebutlah Pak Yusuf Mahmud (72), lelaki kelahiran Bireuen, alumni SMAN 1 Takengon tahun 1964. Setiap berkunjung ke Takengon, lelaki yang lama bermukim di Pekan Baru Riau itu pasti keluyuran ke Pasar Ikan  di Jalan Peteri IjoTakengon. Tujuannya kesana untuk membeli ikan depik yang ditangkap dengan didisen.

Dia terkenang masa-masa indah tinggal di Takengon. Ketika itu, ikan depik didisen sangat mudah dibeli. Pagi hari, para nelayan sudah berjejer “memarkir” sampan berisi ikan depik di tempat pendaratan ikan, dipinggir Sungai Pesangan. Puluhan sampan berisi ikan depik itu menebar aroma khas dari ikan depik ber-pire(berisi telor). Aroma itu yang membuat Pak Yusuf Mahmud tidak bisa melupakan kota Takengon.

Era berubah, zaman pun berganti. Era milenium ikut mengubah pola nelayan dalam menangkap ikan depik. Mereka makin cerdas, alat tangkap tersedia dalam jumlah banyak di pasaran. Nelayan tidak lagi menunggu ikan depik ditujuan akhir migrasinya (didisen). Para nelayan lebih suka memotong jalur migrasi ikan endemik ini.

Caranya, jaring ditebar membujur dari timur ke barat. Apa akibatnya? Ikan depik yang berisi telor siap dipijah itu terjebak dalam jaring sebelum mencapai tempat tujuan memijah. Seperti diketahui, lokasi tujuan memijah ikan ini adalah sejumlah sumber mata air yang banyak terdapat di sisi utara Danau Laut Laut Tawar.

Didisen belum punah

Semenjak jalan pengangkut log PT KKA dibangun pada tahun 1980-an, bebatuan yang jatuh kedalam danau ikut menghancurkan ratusan didisen disisi utara Danau Laut Tawar. Banyak yang meyakini, riwayat didisen sudah berakhir saat itu. Perangkap ikan depik yang lahir dari sebuah kearifan lokal akan menjadi sejarah. Wajar apabila kemudian para nelayan beralih menangkap ikan depik menggunakan jaring. Saat itu, saya juga percaya bahwa didisen telah menjadi sebuah cerita dimasa lalu.

Padahal, didisenmerupakan bukti nyata bahwa mereka yang hidup dimasa lalu lebih arif dalam memanfaatkan lingkungan, termasuk dalam memanen sumber daya ikan. Salah satu nilai-nilai kearifan itu adalah cara menangkap ikan depik. Mereka tidak memotong jalur migrasi ikan endemik ini, tetapi menggunakan perangkap bernama  didisen. Alhasil, populasi  ikan endemik Danau Laut Tawar itu tetap terjaga karena bisa melanjutkan proses reproduksi.

Minggu lalu, saya berkunjung ke Ujung Mewah, Mepar, Kecamatan Kebayakan, sekitar 9 kilometer dari kota Takengon. Saya ingin membuktikan rumor yang menyatakan didisen masih ada di sekitar Danau Laut Tawar. Salah satunya didisen milik Pak Pijas yang terletak di kawasan Ujung Mewah.

Oleh Pak Sulhan Amri (keluarga pemilik didisen), saya diajak turun ke tepi danau untuk melihat rupa didisen dimaksud. Saya menuruni tebing, meniti jalan setapak yang ditumbuhi rerumputan. Waw, tempatnya ditubir karang, sungguh asri, teduh, banyak tanaman pohon disana. Seperti sebuah taman wisata. Dan, dari celah batu karang itu ada sumber mata air. Airnya jernih dan dingin.


Perangkap ikan depik

Rupanya tempat yang teduh ditambah sumber mata air jernih dan dingin adalah tempat paling disukai ikan depik. Disitu, ikan mewah ini memijah setiap musim gerimis tiba. Atas dasar itu, para nelayan membuat didisen – perangkap ikan depik.

Perangkap itu dibuat dengan susunan batu yang dimulai dengan  pembuatan batur, tanggul batu sejajar yang memunggungi mata air. “Mulut” batur menganga ke arah danau, sementara dibagian belakangnya dibuat pintu (lobang) berdiameter 30 cm.

Dari pintu itu air jernih nan dingin tadi mengalir ke arah danau. Aliran air tersebut memancing insting ikan depik untuk masuk lebih jauh menuju ke arah mata air.

“Ikan depik suka air jernih, dingin dan bebas polusi. Disitulah mereka memijah memuncratkan jutaan telor ke batu-batu yang ada disitu,” kata Sulhan.

Untuk menangkap ikan depik yang akan memijah itu, nelayan memasang segapa (perangkap ikan depik) dibagian belakang batur.  Segapa (persis seperti bagian dalam bubu) dibuat dari rautan bambu seukuran lidi.

Penampangnya berbentuk ring dengan diameter 30 cm, dilengkung dengan sebilah rotan besar, dikalangan nelayan dinamakan deku. Bagian tengahnya dibuat semakin mengerucut, dibentuk dengan rotan kecil, ini dinamakan ongko.

Diujungnya ada cemucut, pertemuan sejumlah rautan bambu. Ikan depik yang sudah melewati cemucut itu dipastikan tidak bisa keluar. Ikan tersebut akan terkurung didalam tung, kotak kayu ukuran 1x1x4 meter yang lantainya diserak batu dan kerikil. Disitu akan berkumpul puluhan kilogram ikan depik kualitas nomor satu,  dan berharga mahal. Dengan menggunakan sawok, nelayan memanen ikan depik segar dan masih hidup dari dalam tung.

Ini penampakan ikan depik (foto: dokpri)
Ini penampakan ikan depik (foto: dokpri)
Penyuka tempat bersih

Hal paling penting diketahui, bahwa karakter ikan depik menyukai tempat teduh dan bersih. Supaya ikan endemik Danau Laut Tawar ini kembali masuk kedalam didisenpada musim berikutnya, maka diantara tanggul batu dibuat naungan dengan plastik hitam ditambah daun serule(sejenis pohon kincung) diatasnya.

Sebelumnya, nelayan harus membersihkan bebatuan didasar air, terutama pada bagian depan tanggul maupun dalam tung. Alat pembersihnya menggunakan dayung, caranya seperti mendayung perahu, sehingga sedimen lumpur dibebatuan terangkat dan hanyut terbawa arus air.

Cara ini membuktikan bahwa ikan pemakan plankton ini sangat menyukai tempat yang bersih dan bebas polusi. Penasaran terhadap sensasi didisen? Silahkan berkunjung ke Takengon, anda akan disuguhkan secangkir kopi Gayo plus cemilan depik goreng.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun