Mohon tunggu...
Syukri Muhammad Syukri
Syukri Muhammad Syukri Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Orang biasa yang ingin memberi hal bermanfaat kepada yang lain.... tinggal di kota kecil Takengon

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Ternyata Penyedap Rasa ini sebagai Penguat Rasa Mie Aceh

6 Maret 2017   23:45 Diperbarui: 7 Maret 2017   18:00 1694
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mie Aceh, kuliner asal ujung barat Pulau Sumatera itu, kini mulai menasional. Penggemarnya bukan semata-mata  warga Aceh, tetapi disukai pula oleh warga Jakarta dan kota-kota besar lain di Indonesia. Selain sarat dengan rasa bumbu rempah-rempah, mie Aceh memiliki rasa umami, rasa gurih ini yang membikin orang ketagihan.

Beberapa waktu lalu, saya pernah hampir percaya terhadap “isu” yang dikembangkan orang  tentang rasa umami yang dihasilkan oleh bumbu mie Aceh. Kata mereka, rasa gurih itu berasal dari biji ganja yang dicampur dalam bumbu mie tersebut. Mungkinkah?

Antara percaya dan tidak, pastinya saya dibuat penasaran oleh isu tersebut. Rahasia itu perlu diungkap karena menyangkut ihwal haram dan halal. Masalahnya, bagaimana membuktikan adanya campuran bahan haram tersebut?

Salah satu cara paling mudah adalah mengintip saat mereka meracik bumbu rempah-rempah. Biasanya, mereka membeli aneka rempah yang sudah digiling dari pasar bumbu. Kemudian, adonan itu diracik dan ditumis sampai kering sebelum kedai itu disibukkan oleh para pelanggan.  

Sebagai penyuka mie Aceh, saya punya obsesi untuk mengungkap rahasia bumbu mie Aceh. Setiap saya tanya bumbu yang digunakan, umumnya mereka menjawab secara detil. Tidak ada yang dirahasiakan. Malah, mereka bersedia mempraktekkan cara meracik bumbu mie Aceh didepan saya.

“Ini bumbu kari. Hanya saja kelapa gongseng diganti dengan kacang tanah gongseng. Gunanya supaya adonan lebih kental dan melekat pada mie,” kata si Adek, penjual mie Aceh yang menggunakan arang sebagai bahan bakar memasak mie. Kedainya terletak di Jalan Puteri Ijo Takengon.

“Pasti ada bumbu lain yang kamu tambah, iya kan?” pancing saya.

“Ga ada bang, inilah semua bumbu yang saya gunakan setiap hari,” yakin si Adek sambil terus menumis dan mengaduk-aduk sebelanga bumbu mie Aceh.

“Aku nggak yakin....,” kata saya menunjukkan paras tidak percaya.

“Kalau abang belum yakin, nih saya kasih bumbu dan mie mentah. Coba abang buat sendiri di rumah,” kata si Adek sambil membubuhkan sebungkus bumbu plus 1 kilogram mie kuning kedalam kantong plastik kresek.

“Berapa harganya?” tanya saya.

“Untuk abang free charge alias gratis,” kata si Adek sambil menyerahkan bungkusan itu.

Sesampai di rumah, saya langsung mempersiapkan berbagai peralatan dapur dan sayuran untuk membuat mie tumis ala si Adek. Isteri dan anak-anak sempat heran melihat dapur sudah saya ambil alih pada Minggu siang itu.

“Tumben, ayah masak hari ini?” sindir isteri.

“Mau bikin mie tumis istimewa,” kata saya sambil merajang daun bawang prei.

Saya mengikuti semua tahapan membuat mie tumis seperti yang diajarkan oleh si Adek. Semua proses dan tahapan sudah dilakukan dengan benar dan tepat. Buktinya, aroma yang menguap dari dalam belanga mampu membangkitkan selera makan.

“Sedap,” teriak saya.

“Wow sedap...!” tambah si bungsu sambil mendekatkan hidungnya ke mulut belanga.

Siang itu, saya menjadi koki. Mie Aceh yang dimasak tumis sudah dibubuhkan kedalam tiga piring porselin, lalu saya letakkan diatas meja makan. Tidak lupa, saya bubuhkan bawang goreng dan kerupuk melinjo diatas sajian mie Aceh itu. Gayanya persis seperti cara si Adek menyajikan mie Aceh. Dengan mengucapkan bismillah, kami mulai menyantap mie Aceh buatan sendiri.

“Lho, koq rasanya beda banget dengan mie Aceh buatan si Adek?” tanya isteri saya.

“Iya ya, koq hambar. Tidak ada rasa gurih sama sekali,” tambah saya membenarkan.

“Nggak enak,” tambah si bungsu sambil bangkit dari kursi dan meninggalkan meja makan.

Gagal. Pertanyaan dibenak saya, kenapa tidak ada rasa gurih seperti mie Aceh buatan si Adek? Padahal, bumbu dan mie kuning serta tahapan pembuatannya sama persis dengan yang selalu dikerjakan si Adek. Penasaran, saya kembali mendatangi kedai mie Aceh si Adek.

“Adek, koq hambar rasa mie Aceh buatan saya ya?” tanya saya.

“Mana mungkin bang. Bumbu dan mie kuningnya sama dengan yang ini. Mungkin kurang garam,” jawab si Adek.

“Garam, kecap dan lain-lain cukup sesuai takaran yang kamu ajarkan,” jawab saya sambil memperhatikan si Adek membubuhkan beberapa sendok bubuk putih kedalam mie Aceh yang sedang ditumisnya.

“Kenapa kamu bubuhkan garam dua kali,” sergah saya.

“Mana,” tanya si Adek heran.

“Itu. Bubuk putih dalam gelas yang kamu pegang itu,” tunjuk saya.

“Oooo.... Ini ajinomoto bang. Penyedap halal. Inilah penguat rasa bumbu mie Aceh, bukan biji ganja seperti yang diisukan orang selama ini,” jelas si Adek.

Aduh, malunya. Saya kehilangan kata-kata untuk berkomentar. Pantaslah mie tumis buatan saya tadi rasanya hambar, rupanya lupa membubuhkan ajinomoto. Sebelum ditertawai si Adek, saya buru-buru pamit dan pulang ke rumah dengan kepala tertunduk.

Di rumah, saya terangkan kepada isteri ihwal hambarnya rasa mie Aceh buatan saya tadi. “Lupa membubuhkan ajinomoto,” kata saya. Dia tertawa terbahak-bahak sambil menunjukkan botol bening berisi serbuk ajinomoto dalam lemari bumbu. Rupanya itu serbuk andalan isteri saya.

Dia memang sangat teliti memilih penyedap rasa. Produk yang diragukan kehalalannya (subhat) atau kesehatannya,  pasti tidak akan pernah digunakan. Soalnya, dia sudah bertekad akan menyajikan makanan halal dan sehat untuk saya dan anak-anak. Tekad itu sudah diikrarkan sejak awal kami berkeluarga.

Kalau ajinomoto sudah bertengger di lemari bumbu, itu tandanya penyedap rasa ini tidak diragukan lagi, baik aspek halal, kesehatan maupun cita rasa. Pantaslah, semua gulai buatannya selalu menghasilkan rasa umami (gurih), sehingga apapun yang dimasaknya akan habis tak bersisa.

Apa sebenarnya yang terkandung dalam penyedap rasa yang bernama ajinomoto ini? Penyedap rasa ini aman dan halal, berasal dari fermentasi bahan alami tetes air tebu dan tepung singkong serta mengandung 78% glutamat, 12% sodium, dan 10% air.

Lalu apa keunggulan penyedap rasa ini? 

AJI-NO-MOTO® adalah MSG yang mempunyai sejarah paling panjang karena sudah diproduksi sejak tahun 1909 (sudah lebih dari 100 tahun).

AJI-NO-MOTO® adalah MSG yang mempunyai standar kualitas internasional karena sudah memiliki beberapa sertifikat mutu yang diakui dunia (HACCP, ISO 9000 dll).

AJI-NO-MOTO® telah dipercaya untuk melezatkan setiap masakan di lebih dari 100 negara. AJI-NO-MOTO® memiliki sertifikat halal dari MUI yang selalu diperpanjang setiap 2 tahun sekali.

Ilustrasi proses produksi Ajinomoto (Sumber: situs ajinomoto.co,id)
Ilustrasi proses produksi Ajinomoto (Sumber: situs ajinomoto.co,id)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun