Mie Aceh, kuliner asal ujung barat Pulau Sumatera itu, kini mulai menasional. Penggemarnya bukan semata-mata warga Aceh, tetapi disukai pula oleh warga Jakarta dan kota-kota besar lain di Indonesia. Selain sarat dengan rasa bumbu rempah-rempah, mie Aceh memiliki rasa umami, rasa gurih ini yang membikin orang ketagihan.
Beberapa waktu lalu, saya pernah hampir percaya terhadap “isu” yang dikembangkan orang tentang rasa umami yang dihasilkan oleh bumbu mie Aceh. Kata mereka, rasa gurih itu berasal dari biji ganja yang dicampur dalam bumbu mie tersebut. Mungkinkah?
Antara percaya dan tidak, pastinya saya dibuat penasaran oleh isu tersebut. Rahasia itu perlu diungkap karena menyangkut ihwal haram dan halal. Masalahnya, bagaimana membuktikan adanya campuran bahan haram tersebut?
Salah satu cara paling mudah adalah mengintip saat mereka meracik bumbu rempah-rempah. Biasanya, mereka membeli aneka rempah yang sudah digiling dari pasar bumbu. Kemudian, adonan itu diracik dan ditumis sampai kering sebelum kedai itu disibukkan oleh para pelanggan.
Sebagai penyuka mie Aceh, saya punya obsesi untuk mengungkap rahasia bumbu mie Aceh. Setiap saya tanya bumbu yang digunakan, umumnya mereka menjawab secara detil. Tidak ada yang dirahasiakan. Malah, mereka bersedia mempraktekkan cara meracik bumbu mie Aceh didepan saya.
“Ini bumbu kari. Hanya saja kelapa gongseng diganti dengan kacang tanah gongseng. Gunanya supaya adonan lebih kental dan melekat pada mie,” kata si Adek, penjual mie Aceh yang menggunakan arang sebagai bahan bakar memasak mie. Kedainya terletak di Jalan Puteri Ijo Takengon.
“Pasti ada bumbu lain yang kamu tambah, iya kan?” pancing saya.
“Ga ada bang, inilah semua bumbu yang saya gunakan setiap hari,” yakin si Adek sambil terus menumis dan mengaduk-aduk sebelanga bumbu mie Aceh.
“Aku nggak yakin....,” kata saya menunjukkan paras tidak percaya.
“Kalau abang belum yakin, nih saya kasih bumbu dan mie mentah. Coba abang buat sendiri di rumah,” kata si Adek sambil membubuhkan sebungkus bumbu plus 1 kilogram mie kuning kedalam kantong plastik kresek.
“Berapa harganya?” tanya saya.