Mendistribusikan energi sampai ke kawasan pedalaman tergolong bukan pekerjaan mudah. Seperti menyalurkan energi atau bahan bakar minyak (BBM) ke Dataran Tinggi Gayo di Provinsi Aceh, hanya driver pemberani dan nekad yang bersedia. Selain karena permukaan jalannya bergelombang, sempit, penuh tikungan dan tanjakan, juga kerap diselimuti kabut tebal.
Kabut itu muncul tidak kenal waktu. Paling sering memang pada sore dan malam hari, tidak jarang pula tiba-tiba muncul disiang hari. Permukaan jalan Bireuen – Takengon (satu-satunya akses jalan menuju Dataran Tinggi Gayo) otomatis menjadi remang-remang karena diselimuti kabut. Akibatnya, jarak pandang yang tersisa hanya 5-10 meter.
Meskipun sudah menggunakan fog lamp, tetap saja permukaan jalan tidak terlihat dengan jelas. Sebagaimana pengalaman saya mengemudi di ruas jalan ini, beberapa kali sempat terperosok ke berem jalan. Saat itu, saya sulit membedakan antara permukaan jalan dengan berem jalan yang sama-sama berwarna hitam.
Akibat kondisi itu, terhambatkah penyaluran BBM ke Dataran Tinggi Gayo? Sama sekali tidak, kata Ibrahim (65) manajer operasional SPBU Nunang Antara Takengon, Kamis (1/12/2016). Sang driver truk tanki BBM yang digelar dengan sebutan sang penembus kabut tetap bisa tiba di lokasi SPBU meskipun terkadang tengah malam bahkan dini hari.
Ibrahim sangat memaklumi hal tersebut, karena kondisi jalan Bireuen-Takengon yang sempit, penuh tanjakan dan tikungan. Seperti di Tajuk Enang-enang yang bercadas terjal, mulai dari Km 49 sampai Km 54, disana banyak tikungan patah dan jalannya sangat sempit. Apabila truk tanki berisi 24 ribu liter BBM itu berpapasan dengan angkutan lain, dipastikan akan terjadi kemacetan. Wajar apabila para sopir tidak dapat memacu truk tanki dengan kecepatan tinggi.
“Apalagi kalau jalan sedang diselimuti kabut, pasti lajunya sangat pelan dan hati-hati,” ungkap Ibrahim.
Bagi lelaki paruh baya itu, yang penting suplai BBM tetap tersedia di SPBU Nunang Antara itu. Setiap hari, dia mendapat pasokan solar sebanyak 24 ribu liter, premium 24 ribu liter, pertalite 48 ribu liter lebih, pertamax 24 ribu liter, dan pertamina dex 24 ribu liter. BBM yang disalurkan oleh SPBU tersebut bukan hanya untuk kenderaan yang datang kesana, tetapi dijual juga kepada pengecer yang datang dari seluruh pelosok Kabupaten Aceh Tengah.
“Sesuai bunyi spanduk dari Pertamina, hanya produk pertalite dan pertamax yang bisa dibeli pakai jerigen,” kata Ibrahim sambil menunjuk ke arah spanduk yang terpasang disana.
Di Takengon, ibukota Kabupaten Aceh Tengah terdapat 3 SPBU, dan 2 APMS masing-masing terletak di Kec Jagong Jeget dan Silih Nara. Mereka yang tinggal berdekatan dengan SPBU dan APMS ini dipastikan dapat memperoleh BBM kapan saja dibutuhkan.
Padahal, penduduk Kabupaten Aceh Tengah yang berprofesi sebagai petani kopi, rata-rata bermukim di bahu dan puncak gunung berkabut tebal, hanya bisa dijangkau dengan sepeda motor. Disana tidak ada APMS, apalagi SPBU.
Lalu, bagaimana mereka bisa memperoleh energi atau BBM? Menurut Ibrahim, mereka dilayani oleh para penyalur yang membeli BBM menggunakan jerigen. Memang tidak semua jenis BBM bisa dibeli menggunakan jerigen, kecuali produk pertalite dan pertamax.
“Kita harus berterima kasih, dengan adanya para penyalur BBM itu maka para petani kopi dapat mengangkut hasil produksinya sampai ke pusat pasar,” pungkas Ibrahim.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H