Mohon tunggu...
Syukri Muhammad Syukri
Syukri Muhammad Syukri Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Orang biasa yang ingin memberi hal bermanfaat kepada yang lain.... tinggal di kota kecil Takengon

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Kompasiana dan "Boiled Frog Phenomenon"

24 Oktober 2016   21:42 Diperbarui: 25 Oktober 2016   03:12 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peringati HUT Kompasiana dengan secangkir kopi Gayo dan sepotong gutel, pengananan khas Gayo [Dokumentasi Pribadi]

Akibatnya, banyak orang yang lupa mempersiapkan langkah antisipatif menghadapi kemajuan teknologi informasi yang sangat pesat. Warga mulai beralih dari era serba kertas ke era paperless, dari era telepon engkol ke era smartphone android.

Ketidaksadaran itu, dalam ilmu manajemen disebut fenomena katak rebus [boiled frog phenomenon]. Coba letakkan seekor katak hijau dalam dandang berisi air. Lalu, air itu direbus. Perhatikan dengan seksama, katak itu tidak bakalan melompat dari dalam dandang. Sepertinya hewan amfibi itu menikmati air yang terus menghangat. Dan, ketika air mulai mendidih pada suhu 100⁰C, maka katak itu pun tewas.

Sebagai blogger [selain sebagai wartawan], Pepih Nugraha sudah lama mendeteksi perubahan gaya hidup warga dalam hal pemenuhan kebutuhan informasi. Intinya, warga tidak ingin terus menerus disuguhkan informasi secara sepihak, tetapi mereka pun ingin menjadi penyaji informasi. Oleh karena itu, dia tidak ingin tertular sindrom boiled frog phenomenon.

Era digital harus disongsong dengan informasi timbal balik, two way communication. Jangan paksakan warga “mengunyah” informasi sepihak, berikan mereka platform, bukan website. Sebab, penyajian informasi melalui website pelan-pelan akan ditinggalkan orang.

Faktanya, fenomena itu berhasil dibaca oleh pegiat teknologi informasi. Sejumlah micro blog berbentuk platform membanjiri dunia maya. Twitter misalnya, mereka bukan membangun website untuk penyajian informasi, tetapi membuat platform tempat warga menulis. Meskipun hanya tersedia space 140 karakter, toh para pengguna tetap memanfaatkan space itu untuk menulis informasi.

Micro blog dengan space 140 karakter saja diminati, pasti warga menyukai sebuah platform dengan space yang lebih besar. Dan, Kompasiana adalah sebuah platform, hadir dengan  space yang cukup untuk menulis artikel atau berita. Dengan penuh rasa optimis, akhirnya   Kompasiana secara resmi hadir ke “meja saji” warga bertepatan dengan tanggal 22 Oktober 2008.

Dari sini, citizen jurnalistik berkembang pesat. Para penulis bermunculan dengan tulisan  “berisik” sehingga memaksa semua orang untuk melirik. Tentu, jumlah pengguna dan pengunjung terus bertambah saban waktu. Kini, gagasan fenomenal ini mulai direplikasi. Bertebaran platform sejenis Kompasiana di dunia maya yang tampil dengan berbagai nama. Bangga, makanya saya hanya bisa mengucapkan dua kata: Dirgahayu Kompasiana!

Peringati HUT Kompasiana dengan secangkir kopi Gayo dan sepotong gutel, pengananan khas Gayo [Dokumentasi Pribadi]
Peringati HUT Kompasiana dengan secangkir kopi Gayo dan sepotong gutel, pengananan khas Gayo [Dokumentasi Pribadi]
Menunggu gulai mujahir masam jing, gulai khas Dataran Tinggi Gayo [Dokumentasi Pribadi]
Menunggu gulai mujahir masam jing, gulai khas Dataran Tinggi Gayo [Dokumentasi Pribadi]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun