Mohon tunggu...
Syukri Muhammad Syukri
Syukri Muhammad Syukri Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Orang biasa yang ingin memberi hal bermanfaat kepada yang lain.... tinggal di kota kecil Takengon

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Berbagi Inspirasi, Lalu Lahirlah Buku Hikayat Negeri Kopi

17 September 2016   22:10 Diperbarui: 17 September 2016   22:34 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Hikayat Negeri Kopi dan lukisan dengan ampas kopi [Foto: dokpri]

Hal paling menarik setelah berbagi kisah kopi adalah menjadi narasumber untuk berbagai acara yang terkait dengan kopi Gayo. Misalnya, diundang dalam pembahasan draft Buku Persyaratan untuk pendaftaran Indikasi Geografis [IG] Kopi Gayo ke Dirjen HAKI Kemenkum HAM. Lalu, Gubernur Aceh melalui SK Nomor 530/758/2013 menetapkan saya sebagai salah seorang anggota Kelompok Kerja Klaster Industri Kopi di Prov Aceh. Tugas pokja ini merumuskan kebijakan dan strategi industri pengolahan kopi dalam bentuk klaster.

Baru-baru ini, saya diminta oleh Dinas Perkebunan Provinsi Aceh menjadi narasumber pada acara Pertemuan Akses Pasar Perdagangan Internasional tanggal 8-9 Agustus 2016 di Hotel Bayu Hill Takengon. Dalam acara itu, saya diminta untuk memaparkan Potensi Devisa Ekonomi Kopi. Pemilihan topik itu terkait dengan artikel saya yang berjudul: Kopi Bukan Ekonomi “Ecek-ecek” yang ditayangkan di Kompasiana tanggal 7 Oktober 2015. Untuk bahan peserta, saya menyerahkan fotocopy artikel tersebut kepada panitia, selanjutnya dibagikan kepada para peserta.

Begitulah cerita berbagi kisah yang saya alami selama menulis di Kompasiana. Banyak suka daripada dukanya. Suka, ketika diundang sebagai narasumber, ada rasa bahagia bisa berbagi kisah dengan semua orang. Tentu, ada sedikit honorarium atau uang saku apabila diundang sebagai pembicara. Dukanya, dianggap sudah ahli dibidang budidaya kopi, sehingga peserta sering mengajukan pertanyaan yang sifatnya teknis, seyogyanya pertanyaan semacam itu hanya bisa dijawab oleh sarjana pertanian.

Sejatinya, berbagi kisah kopi mirip berbagi rezeki. Si penulis mengungkapkan potensi dan peluang bisnis yang tersembunyi dalam ekonomi kopi. Bagi pembaca yang cerdas, dia bisa “membaca” potensi usaha dan sumber rezeki dari tulisan itu. Atas dasar itu, banyak pembaca yang kemudian menjadi pebisnis muda dalam urusan racik-meracik kopi. Lalu, kapan si penulis akan kebagian rezeki? Bukan ketika artikel itu ditayangkan di Kompasiana, tapi beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian. Percayalah, “rezeki datang tanpa diduga-duga.”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun