Mohon tunggu...
Syukri Muhammad Syukri
Syukri Muhammad Syukri Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Orang biasa yang ingin memberi hal bermanfaat kepada yang lain.... tinggal di kota kecil Takengon

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Fisik Tak Sempurna, Perempuan ini Mampu Sortir 200 Kg Kopi Sehari

17 Agustus 2016   22:30 Diperbarui: 18 Agustus 2016   08:34 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nurazan dengan jemari tak lengkap mampu menyortir kopi sebanyak 200 kg sehari

Mengerikan! Indonesia diprediksi akan mendapat bonus demografi alias terjadi ledakan penduduk usia produktif pada rentang waktu antara tahun 2020 sampai 2030. Hal itu ditandai dengan melonjaknya penduduk usia produktif yang diprediksi mencapai 70% dari jumlah penduduk Indonesia. 

Sementara itu, lapangan kerja dari hari ke hari makin terbatas, akibatnya pengangguran tumbuh di mana-mana. Mereka yang berpangku tangan akan digilas zaman, sebaliknya mereka yang kreatif akan selamat dari "terkaman" bonus demografi.

Jangan khawatir, era itu bisa dihadapi, kita masih punya harapan. Masa iya? Nggak percaya, simak etos kerja seorang perempuan disabilitas dari Takengon Aceh Tengah. Perempuan itu bernama Nurazan, usianya masih tergolong muda, 42 tahun. 

Meskipun masih muda, perempuan berkulit putih ini sudah dipanggil nenek. Kenapa? Sejak anak sulungnya, Yuli seorang sarjana lulusan Universitas Gajah Putih Takengon melahirkan seorang puteri maka status sosial Nurazan berubah dari seorang ibu menjadi nenek.

Melihat raut wajah perempuan ini, orang pasti tidak percaya, dia sudah bergelar nenek. Lebih-lebih dari penampilannya, masih muda, cantik, enerjik, humoris dan percaya diri. Pekerjaannya sederhana, di samping sebagai ibu rumah tangga, dia juga membantu suami menambah penghasilan keluarga dengan bekerja sebagai penyortir kopi.

Manakala tidak ada kopi untuk disortir, Nurazan rela menjadi buruh petik kopi, atau buruh pembuat batako. Bagi orang lain, boleh saja mengatakan lapangan kerja makin sempit, sebaliknya tidak bagi Nurazan. Baginya, lapangan kerja itu cukup banyak, masalahnya hanya mau atau tidak untuk bekerja.

Pilihan pekerjaan Nurazan rata-rata membutuhkan jari jemari, sementara perempuan ini tidak memiliki jemari selengkap orang normal. Mampukah perempuan berkulit putih itu menjalankan semua pekerjaan tersebut? 

Ketika owner Horas Kopi Gayo, Aman Qamara, menceritakan keterampilan perempuan itu, saya nyaris tidak percaya. Pasalnya, untuk orang berjari normal akan kesulitan menyortir biji kopi, bagaimana pula dengan orang berjari tidak lengkap.

Menyadari keraguan saya, akhir Juli 2016, Aman Qamara mengajak saya untuk menyaksikan langsung aksi Nurazan menyortir biji kopi di komplek penggilingan kopi milik Haji Irham, Simpang Empat Bebesen Takengon. 

Di sana, dalam sebuah bangunan kayu terlihat ada empat orang perempuan duduk mengelilingi sebuah meja kayu. Diatas meja itu ada setumpuk biji kopi [green bean], dan keempat perempuan itu dengan tangkas memilih biji rusak dari tumpukan biji kopi.

Mata saya bertumpu ke arah jemari Nurazan, salah satu dari empat perempuan yang ada disana. Tangan dengan jemari tak lengkap itu bergerak sedemikian cepat, menari-nari memilih dan memilah biji kopi rusak. Cara kerjanya tidak berbeda dengan orang yang memiliki jemari lengkap. 

Amazing, hati saya mengatakan luar biasa untuk etos kerja perempuan ini. Disabilitas tidak sedikitpun menghalangi semangatnya untuk kerja, kerja dan dan terus bekerja.


“Maaf, sejak kapan ibu kehilangan jari-jari tangan itu?” sela saya. Sejenak perempuan itu terdiam sambil menarik nafas dalam-dalam. Saya mulai khawatir, apakah pertanyaan itu menyinggung perasaannya.

“Ini bawaan sejak lahir,” jelas Nurazan. Saya mengangguk-angguk, senang, karena pertanyaan tadi tidak menyinggung perasaannya. Ini artinya, saya bisa melanjutkan beberapa pertanyaan berikutnya.

“Sejak kapan ibu mulai menyortir kopi?” tanya saya lagi.

“Sejak si Yuli ini masih duduk dibangku SMP,” jawab Nurazan sambil menunjuk kearah perempuan muda yang duduk disebelah kanannya. Ternyata perempuan beranak satu yang sedang asyik menyortir biji kopi itu adalah puteri sulungnya. Hebatnya, perempuan yang bernama Yuli itu seorang sarjana lulusan Universitas Gajah Putih, sebuah gelar terhormat yang dibiayai dari upah menyortir kopi.

“Seberapa banyak sudah penghasilan yang ibu peroleh dari menyortir kopi?” lanjut saya.

Hmmm.... berapa ya? Pokoknya dengan upah menyortir kopi ini, saya dapat sekolahkan Yuli dan adik-adiknya,” ungkap Nurazan.

“Dalam sehari, seberapa banyak ibu mampu menyortir biji kopi?” kejar saya.

“Pernah sampai 200 kilogram sehari,” sebut perempuan asal Pejebe itu.

“Berapa upahnya?” tanya saya makin penasaran.

“Sedikit pak, upahnya Rp 500 per kilogram,” terang Nurazan. Dari penjelasan ini, sesungguhnya ibu Nurazan mampu memperoleh penghasilan sebesar Rp 100 ribu per hari. Namun, perempuan itu memberi catatan, jika kualitas kopi yang disortir tergolong cukup baik maka dia mampu menyortir biji kopi mencapai 200 kg sehari. Apabila banyak biji rusak seperti yang sedang disortirnya hari itu, paling banyak hanya 150 kg sehari.

Terlepas dari jumlah kopi yang mampu disortir serta upah yang berhasil diperoleh, saya kagum dengan semangat kerja perempuan itu. Meskipun anggota tubuhnya tidak lengkap, tidak membuatnya rendah diri.  

Dia terus bekerja layaknya perempuan normal lainya, tidak mengharap belas kasihan orang lain, misalnya dengan mengemis diperempatan jalan. Hal inilah yang membuat saya salut terhadap perempuan perkasa ini. 

Sosok seperti inilah yang mampu menghadapi kekhawatiran kita terhadap bonus demografi. Tiada lain yang dapat saya berikan, hanya dua jempol untuk ibu Nurazan Inen Yuli.

Link Facebook: https://www.facebook.com/syukrimuhammadsyukri/posts/1261492240547679?notif_t=like¬if_id=1471448715411547

Link Twitter: https://twitter.com/SyukriTakengon

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun