Mohon tunggu...
Syukri Muhammad Syukri
Syukri Muhammad Syukri Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Orang biasa yang ingin memberi hal bermanfaat kepada yang lain.... tinggal di kota kecil Takengon

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Merayakan HUT Kompasiana dengan Secangkir Kopi Gayo

24 Oktober 2015   18:21 Diperbarui: 24 Oktober 2015   18:34 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keterangan foto: merayakan HUT ke 7 Kompasiana bersama petinggi Kompasiana [foto: dok pribadi]

 

Malam menjelang ulang tahun ke-7 Kompasiana, saya inbox Pak Gapey Sandy. Saya  “menantangnya” minum kopi Gayo di kantor Kompasiana. Tantangan diterima. Kemudian, tantangan itu dipostingnya di wall Facebook. Rupanya mendapat banyak respon. Komentar teman-teman cukup beragam, ada yang menyarankan malam hari, ada juga siang hari. Saya mengomentari postingan Pak Gapey, “enaknya minum kopi Gayo itu pukul 10.00 WIB.”

Stok bubuk kopi Gayo yang saya bawa jumlahnya hampir 1 kilogram. Berapapun teman yang hadir, pasti kebagian mencicipi cita rasa kopi dari Dataran Tinggi Gayo. Saya pun optimis, HUT ke-7 Kompasiana yang jatuh pada tanggal 22 Oktober 2015 bakal meriah, lantaran  dirayakan dengan secangkir kopi Gayo.

Meskipun sudah mutar-mutar diantar tukang ojek, akhirnya sekitar pukul 09.45 WIB Kamis 22 Oktober 2015, sampai juga di lobi kantor Kompasiana, di Palmerah Barat. Mas Iskandar Zulkarnaen [Isjet] sudah menunggu di Javaro Cafe, lantai dasar kantor megah itu. Sementara itu, belum terlihat Pak Gapey Sandy dan teman-teman lain. Disitu hanya ada Mas Isjet bersama barista dan seorang pelayan cafe.

“Minum apa pak?” tanya perempuan berbaju krem.

“Espresso,” jawab saya.

Mas Isjet sudah lebih dahulu memesan cappucino dan sebungkus nasi bakar. Nasi bakar yang digulung dalam daun, seperti bungkusan lontong. Saya juga memesan nasi bakar, dari tampilanny terlihat maknyus. Benar, nasi bakar itu enak, bumbunya mantap, didalamnya ada cumi cincang.

Selesai menikmati nasi bakar, saya seruput espresso. Rasanya lumayan, sayang berbahan baku robusta. Tapi rapopolah, yang penting sudah bisa ngopi bersama para petinggi Kompasiana. Ngopi sambil merayakan ulang tahun blog terkemuka di tanah air.

Rupanya Mas Isjet mengirim pesan singkat kepada Kang Pepih Nugraha, sang pengelola Kompasiana. Saya tidak tahu, kalau Kang Pepih Nugraha akan bergabung dalam acara sederhana itu. Lima belas menit kemudian, lelaki asal Tasikmalaya itu sudah muncul di Javaro Cafe.

Kaget mengetahui kehadiran pengopi berat dan penyuka kopi Gayo itu. Alamat topik perbincangan bukan urusan ulang tahun Kompasiana, tetapi akan beralih kepada urusan kopi. Dua orang pengopi bertemu maka kisahnya pasti tak pernah bertepi. Ceritanya tidak pernah habis, lantaran kopi sangat menarik dibahas dari berbagai sisi.

Kang Pepih Nugraha sebagai penyuka kopi Gayo harus disuguhkan secangkir kopi Gayo. Kebetulan dalam ransel ada sebungkus kopi Gayo yang sudah dibuka. Saya mohon kepada perempuan berbaju krem, barista Javaro Cafe, untuk meracik bubuk kopi itu menjadi espresso. Dia berkenan, lalu diisinya stang mesin bermerek Probat itu dengan bubuk kopi Gayo. Hasilnya, terhidanglah secangkir espresso dengan aroma khas kopi Gayo.

Setelah menyeruput kopi Gayo, fokus perbincangan beralih kepada urusan kopi. Mulai dari kebiasaan Kang Pepih Nugraha minum kopi tanpa gula, sehari ngopi 1 mug besar, sampai rencana mengisi masa pensiun dengan membuka cafe kopi Gayo. Cafe itu, direncanakan sebagai padepokan menulis untuk anak-anak dan remaja Tasikmalaya.

“Sudah bosan dengan hiruk pikuk dan kemacetan Jakarta,” kata Kang Pepih.

“Itu gagasan cemerlang. Saya siap memasok coffee roasted,” kata saya.

Kenapa saya berani mengatakan siap memasok coffee roasted? Di Takengon Aceh Tengah,  beberapa blogger yang sering menulis di Kompasiana, juga berprofesi sebagai penyangrai [roaster] kopi Gayo. Biasanya, sesama blogger ada ikatan emosional, persahabatan, dan rasa kebersamaan. Sudah tentu ada diskon khusus dalam hal bisnis jual beli coffee roasted antar sesama blogger.

Itu kemudahannya, namun ada problem, biaya pengiriman cukup besar. Biasanya, mengirim 1 kilogram kopi Gayo dari Takengon ke Jakarta, harus membayar ongkos kirim sebesar Rp 30 ribu. Lebih dari 1 kilogram, dikenakan tambahan biaya Rp 30 ribu lagi. Bayangkan, apabila pengiriman coffee roasted mencapai 10-20 kilogram, pasti lebih besar ongkos kirim daripada harga kopi.

Supaya lebih hemat, pengirimannya dapat menggunakan jasa bus rute Aceh-Jakarta. Kelemahannya, kiriman itu harus diambil ke pool bus tersebut, ada yang di Tangerang atau Kalideres. Nanti packingnya dibuat kedap udara, supaya aroma kopi Gayo itu tetap bertahan seperti aslinya. Kenapa? Kopi memiliki sifat higroskopi, peka terhadap bau disekitarnya.

 

  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun