Mohon tunggu...
Syukri Muhammad Syukri
Syukri Muhammad Syukri Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Orang biasa yang ingin memberi hal bermanfaat kepada yang lain.... tinggal di kota kecil Takengon

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

[70 Tahun RI] Tanpa Pamrih Selamatkan Kehidupan di Danau Laut Tawar

15 Agustus 2015   23:46 Diperbarui: 15 Agustus 2015   23:46 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi itu suasana Pante Menye berbeda dari pekan lalu. Sekitar 100 meter lepas pantai Pante Menye, sejumlah remaja sedang menyelam menggunakan scuba. Diantara remaja yang berjenis kelamin laki-laki, tampak pula seorang perempuan yang kemudian saya ketahui bernama Irmawati. Sebenarnya menyelam di Danau Laut Tawar sering dilakukan orang. Tujuannya hanya satu, menembak ikan. Saya menyimpulkan, para penyelam itu pasti sedang menembak ikan.

Satu jam kemudian, speed boat yang berisi para penyelam merapat ke pantai Pante Menye. Saya mendekati speed boat yang berisi 5 oran penyelam dan 3 orang kru darat. Begitu melongok kedalam speed boat, tidak terlihat seekor ikan pun. Disitu hanya terlihat beberapa  karung berisi sampah plastik dan limbah rumah tangga.

Heran, dimana mereka memulung sampah dan untuk apa? Saya mengenal salah seorang penyelam, Munawardi namanya, pegawai Dinas Peternakan dan Perikanan Aceh Tengah. Sepertinya lelaki ini sebagai ketua tim. Buktinya, dia memberi komando kepada 5 kru darat lainnya untuk memindahkan berkarung-karung sampah dari lambung speed boat.

“Darimana sampah-sampah ini,” tanya saya, heran.

“Dari lantai danau, kita kumpulkan. Nanti kita buang ke bak sampah di Takengon,” jawabnya.

Sangat inspiratif, bisik hati saya. Saya ajak alumni Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta ini berbincang-bincang. Ternyata isi perbincangan makin menarik. Mereka rupanya penyelam dari Gayo Diving Club (GDC), satu-satunya klub selam di Aceh Tengah.

Klub ini beranggotakan para remaja penyuka selam. Jumlah anggotanya 25 orang, namun yang aktif menyelam hanya 13 orang. Sebanyak 12 orang sudah memiliki sertifikat penyelam scuba A1, dan 1 orang pemegang sertifikat penyelam scuba A2.

Aksi memulung sampah dari lantai danau bukan sekali ini saja dilakukan, tetapi sudah dilakoni sejak tahun 2013. Motivasi remaja ini berangkat dari keprihatinan makin  terganggunya kehidupan pesisir Danau Laut Tawar. Mereka khawatir, sampah-sampah itu terutama ghost net akan memusnahkan ikan-ikan endemik yang menjadi kebanggaan rakyat Aceh Tengah.

Apabila kehidupan pesisir danau ini terganggu, maka para pengambil manfaat seperti nelayan akan kehilangan potensi ekonominya. Wisatawan akan kehilangan kenyamanannya, dan pemakai air bersih akan mengkonsumsi air tercemar. Kemungkinan itu dapat terjadi disebabkan laju sedimentasi meningkat akibat penumpukan sampah. Populasi ikan menurun akibat induknya terjebak dalam ghost net. Atas dasar pertimbangan itu, secara sukarela dan tulus ikhlas, para remaja itu rela memulung sampah dari lantai Danau Laut Tawar. Meskipun pekerjaan itu penuh resiko, misalnya dekompresi.

“Kami hanya ingin mencari kepuasan batin,” ungkap Munawardi.

Benar sekali, mereka bukan mencari popularitas dan uang, apalagi kedudukan. Membantu menyelamatkan potensi ekonomi dan kehidupan pesisir, itulah kepuasan batin yang diharapkan. Mereka berani memulung sampah di dasar danau karena dari 200 ribu lebih penduduk Aceh Tengah, hanya mereka yang memiliki skill dan peralatan. Orang awam dipastikan menolak memulung sampah dari lantai danau. Selain membahayakan, juga tidak ada keuntungan finasial dalam aksi semacam itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun