[caption id="attachment_380393" align="aligncenter" width="480" caption="Arwina, sosok New Kartini dari Kota Petrodolar (Foto: dok pribadi)"][/caption]
Every dark night is always followed by a beautiful morning
Setiap malam yang gelap selalu diikuti dengan pagi yang indah. Itulah motto yang menyemangati Arwina, puteri seorang petani asal Desa Simpang Balik, Kabupaten Bener Meriah. Motto itu pula yang terus memotivasi gadis imut ini untuk berinovasi tanpa henti. Sampai akhirnya, bungsu dari 5 bersaudara itu berhasil mendirikan sebuah cake shop di Kota Petrodolar, kota bisnis Lhokseumawe, Aceh.
Mencermati motto itu, sepertinya Arwina terobsesi dengan cita-cita Kartini yang menginginkan wanita pribumi harus memiliki kebebasan menuntut ilmu dan belajar. Apapun kata orang, Kartini telah melahirkan banyak New Kartini dan menghadirkan Citra Cantik Perempuan Indonesia di tanah air.
Arwina membuktikan itu. Satu persatu cita-cita Kartini berhasil diwujudkan gadis kelahiran 8 September 1988. Pertama, dia berhasil menyelesaikan studi S-1 di Fakultas Pertanian Universitas Malikussaleh Lhokseumawe pada tahun 2014.
Kedua, meskipun gelar S-1 telah diraihnya, Arwina tak hendak kembali ke kampung halaman. Dia tetap bertahan di Kota Petrodolar Lhokseumawe. Disela-sela bisnis cake yang cukup menyibukkan, dia masih menyempatkan diri belajar politik, demokrasi, HAM, agama, kepemimpinan, bisnis, dan pelatihan menulis di Sekolah Demokrasi Aceh Utara angkatan IV.
Pekan lalu, Arwina berkisah tentang perjalanan hidupnya. Kisahnya begini, dia dibesarkan dalam keluarga sederhana yang kuat memegang tradisi. Salah satu tradisi yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakatnya: perempuan mengurus dapur, menyiapkan makanan keluarga.
Bagi perempuan “masa kini,” menghabiskan waktu di dapur dianggap sebagai sebuah kungkungan. Tidak bagi Arwina, dia sungguh menyenangi pekerjaan itu. Dapur baginya adalah sumber penghasilan. Memasak terbukti memberinya banyak inspirasi dan pengetahuan tentang beragam kuliner.
Salah satu aktivitas memasak yang paling diminatinya adalah membuat, menghias dan mendekor cake. Disaat teman-temannya asyik bermain sepulang sekolah di SMAN 2 Ujung Temetas Takengon, dia malah belajar membuat dan mendekorasi cake bersama kakak ketiganya. Arwina juga menimba ilmu mendekorasi cake dari Qiaw, ibu angkatnya.
[caption id="attachment_380396" align="aligncenter" width="576" caption="Contoh cake MU karya Arwina (Foto: dok pribadi)"]
Dunia maya menjadi sekolah tentang lika-liku membuat cake. Banyak artikel tentang cake yang dilahapnya. Layaknya Kartini yang sharing dengan teman-temannya di Eropa, Arwina juga sharing dan konsultasi dengan Chef Handy Mulyana, orang Indonesia yang bekerja di Sidney, Australia. Bahkan, dia juga tidak sungkan-sungkan berkomunikasi dengan Konsultan Pastry di Jakarta, Erlina Susanto.
Hobi berada di dapur ternyata menghasilkan uang yang lumayan banyak. Buktinya, dari hasil penjualan cake, dia bisa membeli laptop, tablet, dukungan biaya kuliah, dan membantu keuangan kakaknya yang sedang membesarkan 4 orang anak yatim. Bisnis cake kecil-kecilan, akhirnya mengubah jalan hidup seorang gadis yang semasa SMA pernah bercita-cita ingin menjadi psikolog.
“Semasa masih sekolah di SMAN 2 Ujung Temetas Takengon, saya sering mendapat orderan dari teman-teman yang ulang tahun, termasuk untuk hantaran pernikahan, keuntungannya saya gunakan untuk biaya liburan,” ungkap gadis yang rajin menggunakan pelembab kulit itu.
Menyadari bisnis cake cukup prospektif, Arwina mulai mendesain ulang cita-citanya. Menjelang tamat dari SMA, dia harus melupakan mimpinya menjadi seorang psikolog. Kemudian, dia merajut ulang mimpinya untuk mendirikan sebuah cake shop.
Pada awal tahun 2011, Arwina memulai bisnis cake dengan proses pembuatan yang masih sangat sederhana. Modalnya juga cukup kecil tetapi pemasarannya lebih luas karena memanfaatkan media jejaring sosial. Dengan pemasaran secara online, ternyata permintaan produk cake makin meningkat.
“Sekitar satu setengah tahun sejak 2011, saya masih menggunakan modal sendiri, ya bisnis kecil-kecilan sambil kuliah,” ungkap Arwina.
Rupanya, beberapa temannya memantau perkembangan bisnis cake yang sedang dikelola anak kuliahan ini. Medio 2014, teman-temannya tertarik untuk menanam saham dalam bisnis cake tersebut. Kemudian, Arwina dan para pesaham lainnya mendirikan sebuah cake shop yang diberi nama Azca Cake and Bakery, terletak di Jalan Darussalam Nomor 88 Lhokseumawe.
Modal awal yang terkumpul untuk membangun bisnis cake itu tidak besar, hanya Rp 70 juta. Untuk mendukung bisnis cake tersebut, sosok yang layak menjadi Citra Cantik Perempuan Indonesia ini mempekerjakan 4 orang tenaga kerja. Mereka melayani kalangan siswa dan remaja yang merupakan pelanggan utamanya.
Kenapa cakenya disukai remaja? Dekorasi cake produk Arwina mengikuti tren yang sedang disukai kalangan remaja, misalnya dekorasi logo Manchester United. Harga cake itu terjangkau untuk ukuran kantong kaum remaja. Wajar jika omset bisnis cake yang dikelola gadis desa itu rata-rata diatas Rp 25 juta per bulan.
Stigma: bekerja di dapur mengungkung kaum perempuan, ternyata telah dipatahkan oleh Arwina. Buktinya, sukses yang diraih gadis asal Desa Simpang Balik itu berhasil memotivasi perempuan lain. Arwina mengakui, banyak yang berkeinginan agar dia membuka kursus membuat cake, namun waktunya sangat terbatas.
Sebenarnya, banyak perempuan yang sudah diajarkannya secara informal. Sekarang saja Arwina sedang fokus melatih 1 orang perempuan yang diharapkannya dapat menjadi Citra Cantik Perempuan Indonesia berikutnya dalam bisnis cake.
“Dalam waktu dekat, saya akan membuka kursus membuat dan mendekorasi cake, mudah-mudahan keahlian membuat dan mendekor cake akan menjadi mata pencaharian bagi ibu-ibu yang lain,” pungkasnya.
[caption id="attachment_380395" align="aligncenter" width="540" caption="Arwina di depan cake shopnya (Foto: dok pribadi)"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H