Mohon tunggu...
Syukri Muhammad Syukri
Syukri Muhammad Syukri Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Orang biasa yang ingin memberi hal bermanfaat kepada yang lain.... tinggal di kota kecil Takengon

Selanjutnya

Tutup

Nature

Hadapi Banjir Dengan Membudayakan Pembersihan Drainase

2 Desember 2012   14:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:18 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_219419" align="aligncenter" width="640" caption="Rumah Mak Atun yang dikepung oleh genangan air akibat drainase didepan rumahnya tersumbat."][/caption] Kontur kota Takengon yang berada di perbukitan memang jarang dilanda banjir. Hanya beberapa kawasan yang terletak dipinggir Danau Laut Tawar dan Sungai Peusangan sering terendam air akibat hujan yang turun terus menerus. Air danau dan sungai yang meluap sampai menggenangi rumah warga, oleh masyarakat Gayo disebut lemo. Saat terjadinya lemo, sebagian warga turun ke sawah-sawah sekitar Danau Laut Tawar untuk menangkap ikan mas yang terjebak disana. Oleh karena itu, meluapnya air danau terkadang membawa berkah bagi warga. Lain halnya dengan kejadian akhir Februari lalu. Hujan yang turun sejak pagi sampai pagi besoknya lagi menyebabkan beberapa rumah kebanjiran karena ketidakmampuan drainase kota untuk menampung air. Drainase yang sudah dangkal akibat endapan lumpur dan pasir, ditambah lagi oleh sampah yang terbawa air, maka terjadilah penyumbatan. Akibatnya, air itu meluap dan menggenangi pemukiman warga. Tersumbatnya drainase diyakini menjadi penyebab utama terjadinya banjir di Kota Takengon. Siapa yang tidak terkejut saat mengetahui rumahnya tiba-tiba tergenang air, padahal selama ini rumah itu tidak tersentuh genangan. Itulah yang dihadapi keluarga Mak Atun, warga yang tinggal di Jalan Almuslim Takengon. Memang, siang itu hujan turun cukup deras sampai suara atap rumah berderak seperti kejatuhan kerikil. Mak Atun yang membuka usaha warung makanan ringan sekaligus menerima penitipan anak-anak sempat panik saat melihat air terus masuk ke rumahnya. Halamannya sudah dipenuhi air sebatas paha, sedangkan dalam rumahnya air berwarna coklat keruh itu sudah sebetis. Mak Atun berlari kedalam untuk menyelamatkan delapan anak-anak yang dititipkan di rumahnya, sementara suaminya dengan menggunakan sepotong kayu berusaha membersihkan drainase yang tersumbat. Diantara gemeretak suara hujan yang menghempas atap rumah, sayup-sayup terdengar jeritan sejumlah anak-anak yang ketakutan melihat gelombang air terus masuk ke rumah Mak Atun. Hampir satu jam lebih suami Mak Atun dan beberapa tetangga membersihkan drainase yang tersumbat, ternyata belum juga berhasil. Air limbah masih terus meluap, bukan hanya menggenangi rumah Mak Atun, melainkan rumah-rumah tetangga yang lain. Hujanpun mulai mereda, genangan air mulai surut pelan-pelan. Proses membersihkan drainase terus dilanjutkan dengan mengeluarkan sejumlah sampah plastik yang tersangkut pada bongkahan batu dan beberapa potong papan sisa pengecoran. [caption id="attachment_219421" align="aligncenter" width="600" caption="Saat air Danau Laut Tawar meluap (lemo), warga Kala Lengkio Kebayakan ramai-ramai turun ke saluran air itu untuk menangkap ikan mas yang terperangkap disana (Foto: Khalis)"]

13544590682102119945
13544590682102119945
[/caption] Air dalam drainase pun kembali lancar, semua akhirnya lega. Memang, sejak drainase ditutup dengan beton sangat jarang dilakukan pembersihan sampah dari dalam drainase itu. Tidak ada yang tahu, apakah didalamnya ada sampah atau endapan lumpur. Hari itu, setelah tutup drainase dibuka baru diketahui isi didalam drainase itu, penuh sampah dan endapan pasir. Sejak meluapnya drainase yang melintasi halaman Mak Atun, warga mulai waspada terhadap datangnya banjir dimusim hujan. Oleh karena penyebab banjir itu sudah diketahui, maka warga disana sepakat untuk membersihkan drainase yang melintas di depan rumahnya masing-masing. Akhirnya, setiap Jumat pagi atau Minggu pagi warga menyempatkan diri untuk mengeruk drainase tersebut dari endapan pasir. Tanpa dikomando, aktivitas membersihkan drainase sudah menjadi tradisi warga yang terus berlangsung sampai hari ini. Setelah tradisi membersihkan drainase menjadi budaya warga, maka dalam kondisi hujan sangat lebatpun tidak terjadi luapan air dari drainase itu. Warga bisa tidur nyenyak dan tidak khawatir saat hujan lebat turun di kawasan itu. Sayangnya, warga di beberapa desa yang lain lebih suka membiarkan luapan air masuk kedalam rumahnya daripada membersihkan drainase yang tersumbat. Kata mereka, membersihkan drainase itu kan urusan pemerintah. Itulah profil masyarakat saat ini, entah budaya gotong royongnya makin menipis atau mereka makin apatis?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun