[caption id="attachment_179929" align="aligncenter" width="500" caption="Pasar Bakhudmah di Mekkah yang selalu padat saat musim haji tiba, tidak jarang hilir mudiknya orang-orang membuat jamaah sering tersesat"][/caption] Masih sering terdengar ungkapan bahwa mereka yang tersesat saat menunaikan ibadah haji karena prilaku jamaah itu sendiri saat masih berada di tanah air. Khawatir akan tersesat di Mekkah, tidak jarang sejumlah jamaah yang sudah terdaftar serta merta mengurungkan niatnya menunaikan ibadah haji. Boleh jadi asumsi tersebut benar adanya, namun lebih banyak karena faktor belum mengenal medan atau lokasi Kota Mekkah dan Madinah. Pengalaman saya saat menunaikan ibadah haji tahun 2007 ternyata jamaah yang tersesat umumnya karena belum mengenal detil Kota Mekkah dan Madinah. Pengamatan saya terhadap 300 jamaah Kloter XI Aceh Tengah, mayoritas adalah jamaah lanjut usia. Hasil bincang-bincang dengan mereka, rata-rata mengungkapkan bahwa perjalanan menggunakan pesawat ke sebuah kota besar adalah yang pertama sekali mereka rasakan. Saat musim haji, jutaan jamaah dari seluruh dunia berkumpul di Kota Mekkah. Disamping itu, gedung-gedung yang terdapat di tanah haram ini juga mirip-mirip. Komentar jamaah haji Kloter XI menegaskan bahwa mereka sulit membedakan gedung dan jalan yang menuju ke penginapannya. Ditambah lagi para jamaah tidak menguasai bahasa arab, sehingga tidak bisa membaca nama gedung atau nama jalan. Keterbatasan bahasa akan sangat menyulitkan komunikasi, terutama untuk menanyakan arah jalan menuju ke maktabnya. Hal yang paling riskan lagi, umumnya jamaah lanjut usia tidak mampu menggunakan handphone alias gaptek. Padahal, handphone menjadi salah satu alat untuk memberitahu lokasi para jamaah, sehingga akan memudahkan menjemputnya jika tersesat. Oleh karena itu, satu-satunya upaya untuk mencari jamaah yang tersesat adalah melapor ke posko haji Indonesia yang terdekat. Apabila identitas yang berada dalam handbag masih utuh, maka dengan cepat jamaah tersebut dapat ditemukan. Pernah salah seorang anggota rombongan kami yang biasa dipanggil Pak Mukim (kini telah almarhum) tiba-tiba terpisah dari rombongan ketika akan menunaikan shalat magrib di Masjidil Haram. Pak Mukim adalah salah seorang jamaah lanjut usia yang berangkat sendiri tanpa didampingi anaknya. Untuk shalat ke Masjidil Haram, Pak Mukim selalu mengikuti ketua regunya. Ketika sudah berada dalam Masjidil Haram, Pak Mukim memberi isyarat mau buang air kecil. Namun, sampai usai shalat magrib ternyata Pak Mukim belum juga kembali. Ketua regu yang bertanggung jawab atas keselamatan Pak Mukim makin bingung. Setelah dicari disekitar Masjidil Haram sampai tengah malam, Pak Mukim belum juga ditemukan. Kemudian, ketua regu bersama ketua rombongan melapor kepada Posko Haji didekat Masjidil Haram. Di Posko itu, ketua regu menggambarkan ciri-ciri Pak Mukim secara detil. Setelah itu, ketua regu dan ketua rombongan kembali ke Maktab dengan penuh cemas. Menjelang subuh, tiba-tiba Pak Mukim kembali ke Maktab dengan selamat. Semua mengucapkan alhamdulillah ketika melihat kedatangan Pak Mukim yang masih sehat wal afiat. Soalnya bapak yang telah berusia 70 tahun lebih itu pernah terkena serangan stroke sehingga mengalami kesulitan berbicara. [caption id="attachment_179930" align="aligncenter" width="300" caption="Maktab 523, penginapan jamaah kloter XI di kawasan Bakhudmah. Bentuk gedungnya sama dengan gedung yang lain, sering membuat orang salah masuk"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H