Mohon tunggu...
Syukri Muhammad Syukri
Syukri Muhammad Syukri Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Orang biasa yang ingin memberi hal bermanfaat kepada yang lain.... tinggal di kota kecil Takengon

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Socolatte, Coklat Panas di Pedesaan Aceh

8 Maret 2014   13:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:08 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Menikmati secangkir coklat panas di tengah pedesaan Aceh, mungkinkah? Bagi mereka yang pernah mengenal sosio kultural masyarakat di pedesaan Aceh, umumnya menggeleng, bahasa tubuh menunjukkan tidak mungkin. Pasalnya, pedesaan Aceh seperti Desa Baroh Musa Pidie Jaya (136 Km dari Banda Aceh), tergolong sebagai kawasan tua yang penduduknya sejak dahulu kala bekerja sebagai petani. Lihat saja sepanjang jalan negara dari Leungputu menuju Desa Baroh Musa Pidie Jaya, paling banyak ditemukan hanya penjual air tebu dan kelapa muda. Mereka mendirikan gubuk-gubuk beratap rumbia (daun sagu) di pinggir jalan. Memang, terdapat beberapa warung kopi dan mie Aceh, tetapi tempatnya juga tidak beda jauh dengan penjual air tebu itu. Memasuki kawasan Baroh Musa, kehidupan pedesaan terasa sangat kental. Suasana itu makin nyata manakala pandangan mata bertumpu pada rumah panggung beratap rumbia yang berdiri dipinggir jalan negara itu. Meskipun dewasa ini sudah memasuki era genteng dan seng, tetapi warga disana masih mempertahankan rumah adat Aceh beratap rumbia sebagai tempat tinggalnya. “Manalah mungkin terdapat cafe moderen yang menyediakan secangkir coklat panas ditengah pedesaan yang masih sangat tertinggal itu,” desis siapa saja yang berkunjung ke sana. Asumsi itu salah total. Begitu tiba di Km 136, pandangan mata akan bertumpu kepada sebuah baliho besar disisi kiri jalan negara itu, tertulis: Socolatte. Diantara rumah adat Aceh yang masih beratap rumbia, berdiri sebuah cafe modern bergaya Italia. Unik, dan mengesankan ditengah alam pedesaan. Sore itu, Kamis (6/3/2014), cafe itu cukup sepi, hanya terlihat beberapa orang yang sedang menikmati coklat panas dan es coklat. Barangkali warga atau pengguna jalan negara itu belum tahu bahwa cafe itu menyediakan aneka minuman coklat made in Aceh. Padahal, dari aspek lokasi, cafe itu salah satu tempat paling nyaman untuk rehat dalam perjalanan panjang ke arah timur Aceh. Kompasianer mencoba berbincang-bincang dengan pramusaji Socolatte itu. Mungkin karena jarang diwawancarai, sang pramusaji itu kurang informatif. Dia memang menjelaskan bahwa bahan baku coklat untuk cafe Socolatte itu berasal dari kebun coklat petani yang terdapat di Kabupaten Pidie Jaya, Aceh. Kompasianer berpikir, ini langkah bagus mengolah bahan baku menjadi bahan siap pakai. Lebih-lebih dalam menghadapi era AFTA dimasa mendatang, usaha seperti ini perlu diperbanyak. Seperti petani kopi arabika Gayo di Aceh Tengah yang telah berhasil mengolah produknya dari bahan baku (green bean) menjadi coffee roasted. Kemudian, coklat yang dibeli dari petani disana, lalu mereka olah dalam berbagai varian. Diantara varian yang terdapat di cafe itu, berbentuk coklat batangan, permen coklat, cake coklat, sampai aneka minuman berbahan baku coklat. “Produk coklat batangan socolatte banyak beredar di Banda Aceh dan Medan,” jelas sang pramusaji berbahu merah itu. Mereka juga menyediakan produk coklat original ukuran 0,5 Kg. Produknya tersedia coklat asli 100%, dan yang dikemas dalam versi three in one (sudah dicampur susu, gula dan coklat) siap seduh. Harganya cukup murah. Untuk coklat asli 100% dijual seharga Rp 35 ribu per 0,5 Kg. Sedangkan coklat three in one siap seduh dijual Rp 65 ribu per kantong. Sementara untuk coklat batangan (chocolate bar) ukuran 25 gram dijual seharga Rp 6 ribu, dan ukuran 50 gram dijual seharga Rp 12 ribu. Dari kemasan coklat batangan itu, tertulis bahwa usaha pengolahan coklat petani menjadi coklat siap makan itu diproduksi oleh Rimbun Coop dan didukung oleh OISCA Jepang yang pabriknya berada di Baroh Musa, Kecamatan Bandar Baru, Pidie Jaya. “Jangan lupa menikmati secangkir coklat panas di cafe Socolatte, di Baroh Musa. Dengan membayar Rp 10 ribu, sudah terhidang secangkir minuman coklat di atas meja,” saran Yusuf petani coklat asal Aron Teupin Raya, ketika beranjak dari rumahnya sore itu. Kompasianer benar-benar mampir di cafe Socolatte sesuai rekomendasi Yusuf. Dan, setelah menghirup secangkir coklat panas, tubuh terasa segar dan hangat. Dari keterangan yang dipajang oleh pengelola cafe Socolatte disebutkan bahwa dengan mengkonsumsi coklat dapat mencegah resiko penyakit jantung koroner dan kanker. Kemudian coklat dapat mencegah penuaan dini karena polusi dan radiasi serta memberi rasa tenang. Sayangnya, cafe Socolatte belum membuka branch di Banda Aceh atau kota lain di Aceh. Pastinya, para pengemudi yang melintasi Desa Baroh Musa Km 136 itu, direkomendasikan untuk mampir dan rehat di cafe Socolatte. Nikmati secangkir coklat panas dibawah pohon ceri. Jangan lupa, chocolate bar Socolatte layak dijadikan souvenir untuk keluarga dan tetangga di rumah. Selamat mencoba!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun