Mohon tunggu...
Syukri Muhammad Syukri
Syukri Muhammad Syukri Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Orang biasa yang ingin memberi hal bermanfaat kepada yang lain.... tinggal di kota kecil Takengon

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

[Kabut Asap] Warga Riau di Ambang Kematian?

10 Maret 2014   08:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:06 1427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="560" caption="Keterangan foto: Kabut asap di langit Takengon Aceh Tengah, meski suasananya masih pagi tetapi gelap."][/caption] Bencana ekologis paling mengerikan sedang mengancam manusia dan hewan di wilayah Sumatera. Pekan lalu, langit Aceh dipenuhi kabut asap yang cukup pekat. Dari hari ke hari, kabut asap yang menggayuti langit Aceh terus bertambah. Akibat kabut asap itu, jarak pandang makin dekat. Pernah, Danau Laut Tawar di Aceh Tengah yang biasanya terlihat jelas dari arah kota Takengon, siang itu sama sekali tertutup kabut. Matahari dan bulan tampil dalam warna merah saga. Bumi yang indah ini benar-benar dikepung asap. Beruntung, hujan yang cukup lebat mengguyur beberapa kawasan di Aceh. Kabut asap pun berlalu dari langit Aceh bersama butiran air hujan. Langit biru bersama gumpalan awan tipis, gunung biru di kejauhan, kembali menjadi pemandangan sehari-hari. Namun, penampakan langit biru tak berlangsung lama. Entah darimana datangnya, kabut asap kembali menyelimuti kota Takengon. Tidak ada yang tahu, langkah apa yang harus dilakukan untuk mengatasi bencana ekologis itu. Semua pasrah sambil menghirup udara yang terpolusi itu. Disadari memang, polusi udara di Aceh Tengah tidak separah yang dialami warga Riau. Mereka terpapar kabut asap yang setiap harinya makin pekat. Konon, seperti dilaporkan Republika (Ahad, 9/3/2014) berdasarkan alat indeks pencemaran udara yang berada di pusat kota mencapai angka lebih dari 300 partikel debu (PM10). Artinya, status polusi udara sudah berbahaya (hazardous). Apa akibatnya? Terpapar asap rokok saja bisa membahayakan perokok pasif yang berada disekitar perokok aktif. Bayangkan, seberapa bahayakah akumulasi asap dan partikel debu dari jutaan metrik ton kayu atau semak belukar yang terbakar. Sebagaimana ditulis Tempodotco (25/4/2013) bahwa tim peneliti dari Universitas Michigan dan Universitas Washington, Amerika, menemukan bahwa konsentrasi yang tinggi dari partikel polusi udara (PM2.5) bisa mempercepat penebalan dua lapis bagian dalam arteri karotis. Ini adalah pembuluh darah yang mengalirkan darah ke kepala, leher, dan otak. Ironisnya, akibat polusi asap kebakaran lahan dan hutan selama lima pekan, sebanyak 27.200 orang di Provinsi Riau terserang infeksi saluran pernafasan atas (ISPA), 1.365 orang terserang penyakit kulit, 1.031 orang terkena asma, 724 orang mengalami iritasi mata, serta 516 orang mengalami pneumonia (Republika Online, 1/3/2014). Masih ingatkan pembaca akan peristiwa Kabut Asap London '52 yang dikenal dengan istilah The Great Smog? Itulah suatu bencana ekologis akibat kabut asap yang cukup parah. Padahal, kabut asap diatas langit London itu hanya berlangsung beberapa hari, yaitu sejak 5-9 Desember 1952, tetapi menimbulkan korban yang cukup banyak. Pada tahun 1952, seperti ditulis dalam Wikipedia, London menjadi pusat perhatian dunia karena 4.000 orang tewas dan 100.000 orang mengalami gangguan pernafasan akut akibat menghirup kabut asap. Penelitian yang lebih baru menunjukkan bahwa jumlah korban tewas jauh lebih besar, yaitu sekitar 12.000 jiwa. Kabut asap dikenal dengan nama smog yang berasal dari kata smoke (asap) dan fog (kabut). Dapat dipastikan bahwa kabut asap di langit London pada waktu itu bukan karena land clearing, tetapi disebabkan oleh penggunaan batu bara untuk pemanasan rumah dan aktivitas industri. Sekarang, warga Riau dan sekitarnya sedang menghadapi bencana ekologis yang sangat mengerikan. Provinsi penghasil devisa dari CPO dan minyak bumi itu terancam efek kabut asap yang tak kunjung reda. Mereka terbiarkan menghadapi polusi udara setiap tahunnya. Haruskah mereka mengalami kematian sebagaimana yang dialami warga London tahun 1952? Herannya, bencana ekologis yang diakibatkan oleh kabut asap bukan terjadi sekali dua, tetapi rutin terjadi setiap tahun. Penyebabnya pun sudah terdeteksi, diantaranya akibat land clearing sejumlah perkebunan besar di Riau. Singkatnya, warga Riau dan warga Sumatera pada umumnya harus segera diselamatkan dengan mematikan sumber api di sejumlah titik hotspot. Apabila akibat keluhan dari negara tetangga, barulah bencana ekologis ini ditangani secara nasional, tentu sangat menyedihkan. Kami hanya bisa berteriak: selamatkanlah jiwa kami, SOS!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun