[caption id="attachment_346216" align="aligncenter" width="600" caption="Meja warung di Kampung Lumut berubah menjadi tempat menjajakan giok."][/caption]
Sudah lama diketahui tentang potensi batu berharga yang bernama giok di Kampung Lumut Aceh Tengah, hanya saja gaungnya tidak seriuh saat ini. Aboe Suga, seorang Facebooker menulis status di laman Facebook-nya: awal ditemukan batu giok Lumut sekitar akhir tahun 1990 oleh para karyawan PT Alas Helau di petak 7 Lumut. Letak batu giok itu disepanjang jalur sungai Lumut sampai ke Kampung Lumut.
“Sampai saat ini kami masih menyimpan salah satu contoh batu giok tersebut lebih kurang 20 kg,” tulis Aboe Suga, 21 September 2014 lalu.
Kemudian, pada tahun 1997 Ir Faizal Adriansyah dan Ir Meiriadi dari Kanwil Deptamben Aceh melakukan penyelidikan batu mulia di Aceh Tengah. Lokasi penyelidikannya meliputi wilayah Jagong, Lumut dan sekitar Danau laut Tawar. Di wilayah itu, mereka menjumpai batu mulia yang dapat dikategorikan sebagai batu permata, batu setengah permata, batu hias dan batu indah alami.
Walaupun batu giok sudah ditemukan di Lumut sekitar 24 tahun yang lalu, ternyata hebohnya baru terasa dua bulan terakhir. Heboh giok kali ini bukan hanya mengusik penggemar batu akik, masyarakat awam pun ikut-ikutan “demam” akibat imbas “giok effects.”
Simaklah pembahasan di warung kopi, perkantoran, sampai warga yang berbelanja di pasar tradisional kota Takengon, umumnya membincangkan tentang batu giok yang harganya meroket. Bahkan, seorang sopir mobil travel L-300 menceritakan pengalamannya dua bulan lalu ketika mengangkut batu seukuran semangka ke Banda Aceh. Meskipun ukurannya kecil, tetapi sangat berat. Sekarang baru disadarinya bahwa paket kiriman itu adalah batu giok.
Demikian pula dengan Kampung Lumut Kecamatan Linge yang sebelumnya sepi, akhir-akhir ini mendapat banyak kunjungan. Mereka yang datang ke kampung kecil yang terletak di perbatasan Aceh Tengah-Gayo Lues itu bukan hanya berasal dari Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah, tetapi tidak sedikit yang berasal dari Medan dan Banda Aceh. Tujuan mereka mengunjungi kampung kecil itu semata-mata untuk “berburu” giok.
Imbas kunjungan beruntun sejumlah orang ke Kampung Lumut menyebabkan pola bisnis warga di desa terpencil itupun berubah. Sebelumnya batu yang berasal dari sungai Lumut hanya digunakan sebagai pengganjal pintu, kini menjadi barang berharga. Jangan salah, batu yang bertumpuk di halaman rumah warga Lumut bukan untuk membuat fondasi rumah, tetapi merupakan batu hias dan batu indah alami yang siap dijual.
Kios-kios kecil yang biasanya menjual kebutuhan warga sehari-hari, kini fungsinya bertambah sebagai tempat memajang aneka bebatuan siap jual. Meja yang selama ini digunakan untuk memajang sayuran, bawang, dan ikan asin, kini yang terpajang disana adalah sejumlah batu dengan berbagai ukuran. Lumut benar-benar menjadi pusat batu mulia.
Disitu, terpajang sampel batu giok, batu hias dan paling banyak adalah batu indah alami. Harga satu biji batu itu sungguh mengejutkan, setara dengan satu truk batu koral. Ketika ditanya berapa harga batu itu, mereka mengatakan: “kemarin sudah ada yang menawar seharga Rp 500 ribu.” Mahalnya harga batu disana tidak terlepas dari anggapan warga bahwa semua batu itu termasuk dalam kelompok batu permata.
Sebenarnya, mengenal jenis batu mulia merupakan syarat utama dan sangat penting dalam usaha meningkatkan pemanfaatan batu mulia sebagai komoditi. Menurut Ir Faizal Adriansyah dan Ir Meiriadi (1997), prinsip pengenalannya didasarkan pada pengklasifikasian batu mulia.
Pertama, batu permata. Pada umumnya batu permata terdiri dari jenis mineral dan mempunyai kriteria tertinggi dalam penggolongannya, terutama mengenai sifat kekerasan dan faktor lainnya. Oleh karenanya, batu ini akan memberikan kenampakan warna yang bervariasi. Contohnya, batu intan (diamond), safir (korundum), topaz, garnet, zirkon, tourmalin, opal dan batu giok (jade).
Kedua, batu setengah mulia. Menurut penggolongannya, batu ini mempunyai kekerasan yang sedang, dan memiliki sedikit persamaan dengan batu permata dalam faktor lainnya. Contohnya, jasper, krisofras, malachit, flourit, andalusit.
Ketiga, batu hias. Batuan yang komposisi mineralnya terdiri dari mineral batu setengah permata dan batu permata yang tidak dapat diambil serta dipisahkan jenis mineralnya untuk dibuat menjadi batu kedua golongan itu. Mineral-mineral tersebut umumnya berukuran halus dan dalam keadaan saling tumbuh atau saling mengunci. Contoh, serpentin, onik, pegmatit, kalsit, kuarsit, kayu terkuarsakan, amber.
Keempat, batu indah alami. Batuan yang bernilai seni tinggi yang tercipta secara alami akibat proses alam, khususnya yang berhubungan dengan erosi air. Batu indah alami ini dikenal juga dengan nama “suiseki” yang berasal dari bahasa Jepang. Sui yang berarti air dan seki yang berarti batu.
Beranjak dari klasifikasi batu mulia tersebut, lantas batu giok yang ditemukan di Lumut itu tergolong batu permata atau bukan? Tentu batu permata. Berdasarkan hasil penyelidikan Ir Faizal Adriansyah dan Ir Meiriadi tahun 1997 lalu, mereka menyimpulkan bahwa batu mulia yang dijumpai di lokasi penyelidikannya adalah batu permata jenis batu giok (jade). Jade berasal dari bahasa Yunani, Piedra de Hijada yang berarti batu pinggang.
Menurut ahli geologi itu, batu giok ada dua jenis yaitu Jadeit dan Nefrit, yang ganesanya berkaitan dengan metamorfosisme kontak. Jadeit termasuk kelompok mineral piroksen dengan formula Na (AlFe) (SiO3)2 yang mengandung sedikit mineral diopsit dengan formula CaMg (SiO3)2. Mineral ini memiliki derajat kekerasan 7, berat jenisnya 3,30-3,36 dan indeks bias tunggal 1.654 atau 1,667. Jadeit memiliki aneka warna antara lain putih bersih, merah muda, merah coklat, oranye, kuning, biru, abu-abu kebiruan, ungu, dan hitam dengan bayangan warna hijau.
[caption id="attachment_346220" align="alignright" width="300" caption="Giok dijadikan pengganjal pintu (Foto: Ihwan Lembide Pedemun)"]
Sedangkan Nefrit termasuk kelompok mineral ampibol dengan formula Ca2 (MgFe)5 (OH)2 (Si4011)2, berwarna hijau dengan derajat kekerasan 6,5 dan berat jenisnya berkisar antara 2,90-3,00 serta indeks bias dobel antara 1,600-1,641.
Berdasarkan kenampakan fisik, tulis Ir Faizal Adriansyah dan Ir Meiriadi, batu giok di Aceh Tengah dapat digolongkan kedalam jenis Nefrit, berwarna hijau muda dengan bercak-bercak putih. Sebaran batu giok itu antara lain terdapat di Wihni Jagong dan Wihni Lumut.
Terus, apakah semua batuan yang dipajang di kios-kios kecil di Kampung Lumut itu dapat dikatakan batu mulia? Boleh jadi. Hanya saja suatu batuan atau mineral dapat disebut batu mulia apabila memiliki empat syarat: 1) keindahan; 2) ketahanan; 3) kelangkaan; dan 4) kemudahan untuk dibawa. Syarat tambahan lainnya, seperti warna, permainan warna, kebeningan, ketembusan cahaya. Syarat tambahan ini dapat dikelompokkan kedalam keindahan. Begitulah secuil kisah tentang batu, dan selamat berburu batu giok!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H