Mohon tunggu...
Muhammad Syarif Hidayatullah
Muhammad Syarif Hidayatullah Mohon Tunggu... Konsultan - Mahasiswa UIN Salatiga

Hobi futsal

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Poligami Dalam Perspektif Ushul Fiqih

26 Juni 2022   13:31 Diperbarui: 26 Juni 2022   13:34 1041
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan
Islam tidak membiarkan laki-laki bebas melakukan poligami dengan jumlah istri tidak terbatas dan membiarkan perbuatan-perbuatan zalim yang biasa dilakukan laki-laki. Islam membatasi jumlah istri yang bisa dinikahi sesuai dengan kemampuan maksimal laki-laki dalam melakukan tugasnya, yaitu empat istri. Itupun dengan syarat mempunyai kesanggupan untuk memberi nafkah serta bersikap adil diantara mereka. Adil disini adalah segala sesuatu yang bersifat lahiriyah seperti nafkah, tempat tinggal, pakaian giliran dan lain-lain. Sedangkan masalah batin, tentu saja manusia tidak dapat berbuat adil secara hakiki.
Alasan yang melatar belakangi suami melakukan poligami yaitu: keinginan pelaku dan berdasarkan rasa cinta terhadap seseorang, alasan ekonomi, mereka merasa mampu untuk menghidupi lebih dari seorang istri, hubungan gelap sang suami dengan wanita lain yang diawali dari bersenang-senang untuk melakukan hubungan badan dengan wanita lain, lalu tumbuh rasa sayang yang mendalam, sehingga bersedia untuk menikahinya (poligami) dengan cara siri atau tidak tercatat di KUA setempat.
Pembahasan
Pengertian Poligami
Poligami berasal dari bahasa Yunani, kata ini merupakan gabungan dari poly atau polus yang berarti banyak dan kata gamein atau gamous yang berarti kawin atau perkawinan. Maka ketika kedua kata ini digabungkan akan berarti suatu perkawinan yang banyak, dan bisa jadi dalam jumlah yang tidak terbatas. Sedangkan dalam bahasa arab, poligami sering diistilahkan ta'addud az-zawjat. Poligami menurut kamus bahasa Indonesia ialah ikatan perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan jenisnya dalam waktu bersamaan.
Istilah poligami jarang dipakai dikalangan masyarakat, dan hanya digunakan dikalangan antropologi saja, sehingga secara langsung menggantikan istilah poligini dengan pengertian perkawinan antara seorang laki-laki dengan beberapa orang perempuan yang disebut poligami, dan kata ini digunakan sebagai lawan kata poliandri.
Dasar Hukum
Al-Qur'an
.
"Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil maka (kawinilah) seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuatan (QS. An-Nisa: 3).
Hadis
.
"Dari Aisyah ra. Ia berkata "Nabi membagi bagi sesuatu antara isteri-isterinya, seadil-adilnya dan beliau berkata Ya Allah ini cara pembagianku (yang dapat aku lakukan) maka jangan lah cela aku pada sesuatu yang engkau miliki kecintaan dalam hati) dan itu tak dapat aku miliki (HR. Abu dawud dan Tirmidzi).
Asas perkawinan adalah monogami. Poligami hanya dibenarkan jika dilakukan atas izin isteri dan pengadilan. Pasal 3,4,5 UUP menyatakan : Pasal 3 :(1) Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami, (2) Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Pasal 4 : (1) Dalam hal seorang suami akan beristeri lebih dari seorang, sebagaimana tersebut dalam Pasal 3 ayat 2 UU ini, maka ia wajib mengajukan permohonan kepada Pengadilan didaerah tempat tinggalnya, (2) Pengadilan dimaksud dalam ayat 1 Pasal ini hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila (a) Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri, (b) Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, (c) Isteri tidak dapat melahirkan keturunan (lihat pasal 57 KHI). Sementara Pasal 55 KHI menyatakan : (1) Beristeri lebih dari satu orang pada waktu yang bersamaan terbatas hanya sampai empat orang isteri, (2) Syarat utama beristeri lebih dari seorang, suami harus mampu berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anaknya, (3) Apabila syarat utama yang disebut pada ayat 2 tidak mungkin terpenuhi, suami dilarang beristeri lebih dari seorang. Memperhatikan pasal 55 KHI ini seakan-akan diterapkan prinsip yang terbalik dari UU Perkawinan, meskipun hakikatnya sama, yaitu bahwa prinsip perkawinan adalah monogami. Dalam pasal 55-59 KHI pada dasarnya poligami hanya dapat dilakukan apabila mendapat izin pengadilan, dan izin pengadilan itu dapat diperoleh apabila ada persetujuan isteri, suami diyakini mampu berbuat adil kepada isteri-isteri dan anak-anaknya, serta mempunyai alasan untuk berpoligami yang disyaratkan oleh aturan perundang-undangan.
Pendapat Para Ulama Tentang Poligami
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum poligami. Masjfuk Zuhdi menjelaskan bahwa Islam memandang poligami lebih banyak membawa resiko atau mudarat daripada manfaatnya; karena manusia menurut fitrahnya mempunyai watak cemburu, iri hati dan suka mengeluh. Watak-watak tersebut mudah timbul dengan kadar tinggi, jika hidup dalam kehidupan keluarga yang poligamis. Poligami bisa menjadi sumber konflik dalam kehidupan keluarga, baik konflik antara suami dan isteri-isteri dan anak-anak dari isteri-isterinya, maupun konflik antara isteri beserta anak-anaknya masing-masing.
Hukum asal perkawinan dalam Islam adalah monogami, sebab dengan monogami akan mudah menetralisir sifat atau watak cemburu, iri hati dan suka mengeluh dalam keluarga monogamis. Berbeda dengan kehidupan keluarga yang poligamis, orang akan mudah peka dan terangsang timbulnya perasaan cemburu, iri hati, dengki dan suka mengeluh dalam kadar tinggi, sehingga bisa mengganggu ketenangan keluarga dan dapat membahayakan keutuhan keluarga. Dengan demikian poligami hanya diperbolehkan bila dalam keadaan darurat, misalkan isterinya mandul (tidak dapat membuahkan keturunan), isteri terkena penyakit yang menyebabkan tidak bisa memenuhi kewajibannya sebagai seorang isteri.
Poligami Dalam Tinjauan Ushul Fiqih Shighat Amar Dalam Ayat Poligami dan Implikasi Hukumnya
Dafinisi Amar (perintah) 

Ulama ushul fiqih mendefinisikan perintah adalah :
atau .
Artinya : suatu tuntutan perintah untuk melakukan sesuatu dari pihak yang lebih tinggi kedudukannya kepada pihak yang lebih mudah tingkatannya.
Ulama sepakat bahwa tidak selamanya perintah dalam Al-Quran dan hadist itu hukumnya wajib oleh karenanya ulama menyusun beberapa kaidah yang berhubungan dengan amar sebagai berikut :
Kaidah pertama :
.
Asalnya perintah adalah wajib kecuali ada indikasi atau dalil yang memalingkannya dari hukum tersebut.
Kaidah kedua :
.
Artinya : Suatu perintah harus dilakukan berulang kali atau cukup dilakukan sekali saja, menurut jumhur ulama ushul fiqih, pada dasarnya suatu perintah tidak menunjukan harus berulang kali dilakukan kecuali ada dalil untuk itu. Karena suatu perintah hanya menunjukan perlu terwujudnya perbuatan yang diperintahkan itu dan hal sudah bisa tercapai meskipun hanya dilakukan satu kali.
Kaidah ketiga :
.
Perintah terhadap sesuatu berarti perintah juga perantaranya, perintah sholat berarti perintah bersuci.
Kaidah keempat :
.
Perintah terhadap sesuatu berarti larangan untuk sebaliknya.
Makna Perintah dalam ayat Poligami

  .
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhada (hak-hak) perempuan yang yatim (bila mana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (QS. An-nisa' : 3)
Ulama ushul fikih berbeda pendapat dalam memaknai lafadz "fankihu" ada yang mengatakan wajib, sunnah, mubah dan haram, kemudian mereka juga berbeda pendapat tentang bilangan yang dinikahi, ada yang mengaratakan perintah awalnya adalah dua, tiga, empat, maka satu adalah rukhsah. Ada juga yang menambahkan dua ditambah tiga ditambah empat sama dengan sembilan. Ada juga yang menambahkan dua kali lipat menjadi delapan belas dengan alasan kata   menurut ahli bahasa itu uful artinya dua-dua, tiga-tiga. Akan tetapi perbedaan ulama secara bahasa tersebut terbantahkan dengan hadist nabi yang memerintahkan kepada sahabat agar menyisakan empat saja diantara para istrinya tersebut.
    Selanjutnya untuk kebolehan poligami sebagian ulama juga sangat menekankan kepada syarat adil sebagai syarat muthlak atas dasar pandangan mereka bahwa ayat dikaitkan dengan ayat   .

Atas dasar inilah mereka berpendirian bahwa melakukan poligami itu hukumnya dilarang. Hukum larangan ini mereka ambil dari fi'il amar yang tersirat yang menjadi jawab syarat dalam ayat    jawab syarat tersebut dapat berbentuk  atau      atas dasar kaidah yang artinya perintah melakukan sesuatu artinya larangan terhadap meninggalkan sesuatu. Mereka tafsirkan ayat tersebut sebagai berikut :   . Artinya jikalau kamu khawatir akan tidak berlaku adil maka janganlah kamu menikahi lebih dari seorang wanita.
Illat hukum larangannya mereka ambil dari akhir ayat   jadi illat hukum larangan berpoligami tersebut ialah menghindarkan kezhaliman dan kecurangan. Hukum larangan berpoligami mereka pandang 'Azimah, sedang hukum kebolehan melakukan poligami bagi yang sanggup berlaku adil adalah Rukhshah karena darurat. Syarat adil bagi kebolehan berpoligami dipandang oleh mereka selaku syarat hukum, dengan arti kata ketika terdapat keadilan maka terdapatlah hukum larangan berpoligami. Larangan membawa kepada batalnya pekerjaan yang dilarang. Mereka menggunakan kaidah yang berbunyi    larangan itu menunjukan fasadnya hukum.
Dampak Perkawinan Poligami
Dampak negatif yang ditimbulkan dari poligami terutama bagi isteri (pertama) dan anak-anaknya dapat disebutkan sebagai berikut diantaranya :
Dampak Psikologis
Perasaan interior isteri dan menyalahkan diri karena merasa tindakan suaminya berpoligami akibat dari ketidakmampuan dirinya memenuhi kebutuhan biologis suaminya dan juga ketidakmampuan membahagiakan suaminya.
Dampak Ekonomi Rumah Tangga
Ketergantungan secara ekonomi kepada suami. Walaupun ada beberapa suami yang dapat berlaku adil terhadap isteri0isterinya, tetapi dalam praktiknya lebih sering ditemukan bahwa suami lebih mementingkan isteri muda dan menelantarkan isteri dan anak-anaknya yang terdahulu. Akibatnya isteri yang tidak memiliki pekerjaan akan sangat kesulitan menutupi kebutuhan sehari-hari.
Kekerasan Terhadap Perempuan
Kekerasan terhadap perempuan baik kekerasan fisik, ekonomi, seksual maupun psikologis. Hal ini umumnya terjadi pada rumah tangga poligami, walaupun begitu kekerasan juga terjadi pada rumah tangga yang monogami.
Dampak Hukum
Seringnya terjadi nikah dibawah tangan (perkawinan yang tidak dicatatkan pada kantor catatan sipil atau kantor urusan agama), sehingga perkawinan dianggap tidak sah oleh Negara. Walaupun perkawinan tersebut sah menurut agama. Pihak perempuan akan dirugikan karena konsekuensinya suatu yang tidak ada, seperti hak waris dan sebagainya.
Dampak Kesehatan
Kebiasaan berganti-ganti pasangan menyebabkan suami atau isteri menjadi rentan terhadap penyakit menular seksual (PMS), bahkan rentan terjangkit virus HIV/AIDS.
Menurut Al=Athar dalam bukunya Ta'adud az-Zaujat sebagaimana dikutip oleh khairuddin Nasution dalam bukunya riba dan Poligami: sebuah studi atas pemikiran Muhammad Abduh, menejlaskan empat dampak negatif dari poligami yaitu: Menimbulkan kecemburuan antar isteri
Menimbulkan kekhawatiran dan kegelisahan dikalangan isteri jika suami tdiak dapat berlaku adil
Anak-anak yang lahir dari ibu yang berbeda sangat rawan terjadi permusuhan atau persaingan yang tidak sehat
Kekacauan dalam bidang ekonomi.
Kesimpulan
Hukum asal perkawinan dalam Islam adalah monogami, sebab dengan monogami akan mudah menetralisir sifat atau watak cemburu, iri hati dan suka mengeluh dalam keluarga monogamis. Berbeda dengan kehidupan keluarga yang poligamis, orang akan mudah peka dan terangsang timbulnya perasaan cemburu, iri hati, dengki dan suka mengeluh dalam kadar tinggi, sehingga bisa mengganggu ketenangan keluarga dan dapat membahayakan keutuhan keluarga. Dengan demikian poligami hanya diperbolehkan bila dalam keadaan darurat, misalkan isterinya mandul (tidak dapat membuahkan keturunan), isteri terkena penyakit yang menyebabkan tidak bisa memenuhi kewajibannya sebagai seorang isteri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun