H-1 pemungutan suara berlangsung seperti biasa, orang-orang ramai membicarakan pemilu di segala tempat, termasuk di warung kopi sebelah rumah saya. Saya tidak ikut nimbrung disana, cuma saya mendengarkan dengan seksama obrolan mereka. Mereka sangat fanatik dengan paslon yang mereka dukung tanpa peduli kesalahan apa saja yang diperbuat sampai merugikan negara ini. Hari diamana tidak boleh adanya kampanye buktinya juga masih ada orang yang saling membicarakan dan bertukar cerita tentang nominal uang yang mereka dapat dari orang yang mencalonkan diri yang biasa disebut dengan politik uang. Mereka tetap menerima uang itu seakan-akan sudah menjadi tradisi yang telah mengakar. Mereka selalu membenarkan kebiasaan, bukan membiasakan kebenaran.
Kalau missal mereka tidak diberi uang, apakah mereka akan tetap memilih atau tidak memilih sama sekali? Atau bahkan akan lebih dari pada itu? Kita tidak pernah tahu. Politik uang itu ibaratkan sebuah luka infeksi(racun), jika yang terkena upas itu kaki dan belum menjalar ke bagian tubuh yang lain mungkin masih bisa diobati dan disembuhkan. Jika penyakit itu sudah menjalar ke bagian yang lainnya apakah masih bisa diselamatkan? Kemungkinkan akan diadakan operasi sampai amputasi. Kalau missal politik uang ini bisakah untuk diputus penyebarannya? Kita mulai dari golongan bawah atau golongan atas? Dan siapa yang bisa untuk membantu menuntaskan kebiasaan ini?
Saat hari pemungutan suara sudah berjalan dengan lancar sistematis. Cuma kekurangannya satu, yaitu masyarakat belum mengenal lebih dalam orang-orang yang ada di kertas suara tersebut. Meskipun sudah ada media atau website yang menjelaskan tentang sosok figur yang ada di kertas suara itu, tetapi hal itu juga belum maksimal. Pemungutan suara berlangsung sampai jam 13.00 dan dilanjut dengan perhitungan suara. Perhitungan suara dimulai dari calon presiden dan wakil presiden dan di lanjut yang lainnya. Setelah selesai perhitungan suara cepat calon presiden dan wakil presiden dimenangkan oleh nomor urut 02.
Setelah penghitungan suara pada tanggal 15 Februari 2024 muncul berita-berita yang salah input data tidak sesuai dengan yang aslinya. Apakah itu semata-mata hanya kelalaian atau sengaja untuk direkayasa supaya selisih juga terpantau cukup banyak? Saya juga belum sepenuhnya faham. Dalam setiap pemilu pasti yang kalah akan teriak curang, dan yang menang akan teriak tidak ada kecurangan. Entah itu sudah jadi adat atau mungkin benar adanya kecurangan itu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H