Selain itu, ada pula pembahasan lain mengenai protokol kesehatan dalam memperhitungkan jumlah mahasiswa kuliah luring dalam satu ruang kelas. Dalam hal ini, responden terbagi menjadi 2 (dua) pendapat. Sebagian besar responden sudah merasa protokol yang diterapkan sudah baik dengan tanggapan bahwa setiap mahasiswanya sudah memahami dan taat pada aturan protokol kesehatan yang sudah diimbau oleh pihak kampus, pembagian ruangan dan jam kelas yang sudah tepat agar membatasi jumlah mahasiswa yang cukup banyak, serta duduk yang berjarak di dalam ruangan.Â
Namun, ada pula responden yang menyayangkan terkait dengan beberapa mahasiswa yang kurang menerapkan protokol kesehatan, duduk berdekatan tanpa menjaga jarak, terlalu banyak mahasiswa dalam satu ruang kelas maupun antrean panjang yang terjadi sebelum masuk kelas sehingga menyebabkan mahasiswa saling berdesakkan dan tidak menjaga jarak. Dari 100 responden, sebanyak 34 responden meyakini bahwa seluruh mahasiswa menerapkan protokol kesehatan secara disiplin; 13 responden menjawab tidak yakin dan 53 lainnya merasa tidak begitu yakin mengenai mahasiswa yang disiplin protokol kesehatan.
Terkait dengan adanya banyak mahasiswa yang mengikuti kuliah luring, penulis juga bertanya mengenai perasaan gelisah atau takut tertular COVID-19 jika mengikuti perkuliahan luring atau tatap muka. 42 dari 100 responden menjawab tidak merasa takut atau gelisah akan tertular, 32 responden menjawab merasa takut atau gelisah jika tertular dan 25 responden menjawab jika mereka mungkin saja merasa takut atau gelisah akan tertular jika mengikuti perkuliahan tatap muka. Kemudian, penulis juga menanyakan mengenai gejala apa yang dirasakan setelah melakukan kuliah tatap muka. 91 responden menyatakan tidak merasakan gejala COVID-19, 7 responden menyatakan pernah merasakan gejala COVID-19 dan 2 responden menjawab bahwa mereka mungkin saja pernah merasakan gejala COVID-19. Penulis juga bertanya apakah kuliah tatap muka memberi dampak penurunan kesehatan dan menularkan COVID-19. Dari 100 responden, 56 responden menjawab tidak merasa kesehatannya menurun dan 10 responden lainnya menjawab merasakan terjadinya penurunan kesehatan, sedangkan 34 lainnya menjawab mungkin saja mereka mengalami dampak penurunan kesehatan khususnya pada penularan COVID-19.
Kemudian, ada beberapa tanggapan yang diberikan oleh responden mengenaik keefektifan antara pembelajaran luring, hybrid maupun daring. 48 responden merasa pembelajaran luring jauh lebih efektif daripada daring, sementara 15 responden merasa pembelajaran daring jauh lebih efektif. Adapun sebanyak 37 responden merasa bahwa kuliah hybrid jauh lebih efektif. Sebelum memberlakukan kembali kuliah luring/tatap muka, kampus juga menyarankan mahasiswanya untuk melakukan vaksinasi terlebih dahulu—yang saat ini sudah tersedia hingga dosis 3. Sebanyak 47 responden sudah mendapatkan vaksin dosis 3, 52 responden baru mendapatkan vaksin dosis 2, sementara hanya 1 responden yang belum mendapatkan vaksin. Peraturan vaksin sebelum kembali berkuliah tatap muka tentu menjadi bentuk antisipasi perguruan tinggi dalam mencegah persebaran COVID-19 di lingkungan kampus.
Terkait dengan adanya pencegahan klaster COVID-19 selama kegiatan belajar mengajar dan kuliah tatap muka, hal ini juga tidak terlepas dari adanya seseorang yang akhirnya terjangkit COVID-19. Sebanyak 67 responden menyatakan tidak ada yang terjangkit COVID-19 di lingkungan kampus/fakultas/program studi, 1 jawaban mengakatan bahwa ada yang terjangkit dan 32 responden lainnya merasa mungkin saja ada salah satu orang di lingkungan kampus/fakultas/program studi ada yang terjangkit COVID-19 selama kuliah luring. Terkait dengan seseorang yang terjangkit COVID-19 selama kuliah luring, responden menjabarkan bahwa pihak kampus/fakultas/program studi akan memberikan opsi kuliah daring agar suasana kembali kondusif, menindak secara langsung  dengan mengarahkan untuk segera melakukan isolasi mandiri sekaligus membagikan kuesioner terkait dengan kesehatan mahasiswa sebagai cara pihak kampus untuk mempermudah tracking pasien COVID-19. Hal ini tentu menjadi bentuk evaluasi bagi pihak kampus sekaligus menjadi wadah bagi mahasiswa untuk berpendapat mengenai protokol kesehatan selama kuliah luring. Bagi 18 responden, protokol yang dilakukukan sudah sangat baik dan 29 responden netral dengan protokol yang diberlakukan. Namun, 47 responden menganggap protokol yang diberlakukan masih kurang dan 6 responden melain masih merasa sangat kurang dalam menilai kebijakan protokol kesehatan yang diberlakukan.
Kegiatan kuliah tatap muka/luring tentu menjadi salah satu bentuk tahap new normal yang sudah mulai dilakukan. 90 dari 100 responden merasakan dampak positif dari kebiasaan baru selama kuliah luring, sementara sisanya merasa bahwa kebiasaan baru selama perkuliahan berdampak negatif. Dengan beragamnya tanggapan mengenai dampak yang dirasakan, tentu responden memiliki alasan tersendiri. Dampak negatif dirasakan tidak hanya dari tingkat penularan akibat dari kelas luring, tetapi bisa karena faktor lain seperti kebersihan yang diterapkan tiap individu, vaksin yang sudah diterima hingga kurangnya kepedulian terhadap protokol yang sudah ditentukan. Ada pula tanggapan lain menyatakan bahwa dampak negatif yang paling terada adalah mengalami gejala seperti COVID-19 dan imun tubuh tidak begitu kuat. Namun, bukan berarti kuliah luring tidak memberikan dampak positif. Tanggapan responden menyatakan bahwa kuliah luring membuat mereka lebih leluasa dalam memahami mata kuliah, lebih fokus, bisa kembali bertemu orang banyak dan lebih mudah dalam berinteraksi atau bersosialisasi setelah sudah cukup lama menjalani kuliah daring.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H