Mohon tunggu...
Muhammad Subhan
Muhammad Subhan Mohon Tunggu... -

Muhammad Subhan, seorang jurnalis, penulis dan novelis. Editor beberapa buku. Tinggal di pinggiran Kota Padangpanjang. Bekerja di Rumah Puisi Taufiq Ismail. Nomor kontak: 0813 7444 2075. Akun facebook: rahimaintermedia@yahoo.com, email aan_mm@yahoo.com. Blog: www.rinaikabutsinggalang.blogspot.com.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta Regu Badak (38)

5 Januari 2012   11:03 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:18 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bapak itu tersenyum. Dia rogoh isi kantongnya. Diberinya aku uang lima ribuan.

“Ini, cukup ya?”

“Alhamdulillah, cukup pak. Terima kasih banyak.”

Aku terima uang itu. Upah pertama kali bekerja sebagai tukang jahit sepatu.

Aku pulang ke Kruenggeukueh sudah agak sore. Tiba di rumah dengan seragam sekolah ketika hari hampir magrib. Ibu kaget melihat aku pulang sesore itu. Biasanya pulang sekolah paling telat jam 3 sore. Kali ini tidak.

“Kau kemana saja sesore ini baru pulang?” selidik ibu.


“Main bola Bu, diajak kawan-kawan.” Aku berbohong. Ada rasa bersalah di hati.

“Tahunya kau bermain saja. Tak kau lihat bapak kau terbaring sakit di kamar? Anak macam apa kau ini?” Suara ibu meninggi. Agaknya ibu marah sekali. Itu kemarahan pertama yang aku lihat sejak pindah di Kruenggeukueh. Aku yakin kemarahan ibu lantaran beban ekonomi, sebab sejak bapak sakit ibu tak punya uang untuk memenuhi kebutuhan dapur yang setiap hari harus ada. Tapi ibu tidak tahu, kalau hari itu aku bolos sekolah dan kerja menggantikan bapak menjahit sepatu. Mencari uang. Lalu bagaimana caranya aku menyerahkan uang lima ribuan hasil jerih payahku hari ini?

Entahlah, aku bingung. Aku terus ke dapur. Kusambar handuk yang menggantung di tali jemuran belakang rumah. Menimba air di sumur lalu mengangkutnya ke kamar mandi di belakang rumah yang dindingnya dibatasi oleh teriplek usang dan ditempeli goni beras bekas. Aku mengguyur tubuhku yang penat usai bekerja seharian. Dari kamar mandi itu masih aku dengar suara ibu berceramah tak karuan, diantara sayup suara batuk bapak di dalam bilik kamarnya yang pengap dan gelap.

Malam itu aku tertidur lelap.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun