Mohon tunggu...
Muhammad Subhan
Muhammad Subhan Mohon Tunggu... -

Muhammad Subhan, seorang jurnalis, penulis dan novelis. Editor beberapa buku. Tinggal di pinggiran Kota Padangpanjang. Bekerja di Rumah Puisi Taufiq Ismail. Nomor kontak: 0813 7444 2075. Akun facebook: rahimaintermedia@yahoo.com, email aan_mm@yahoo.com. Blog: www.rinaikabutsinggalang.blogspot.com.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta Regu Badak (29)

20 Desember 2011   05:49 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:01 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

16
IBU BERJUALAN KUE

Bekerja sebagai tukang sol sepatu tentulah tidak menjanjikan. Rezeki pun rezeki harimau kata orang. Kadang ada, kada pula tidak. Biasanya yang agak lebih pendapatan didapat bapak ketika bulan puasa menjelang hari raya. Banyak orang mensol sepatunya. Di hari-hari biasa, hanya hari sabtu dan hari minggu saja yang agak ramai. Tapi sayangnya yang dijahit hanya sepatu dan sendal yang rusak ringan. Tentu murah pula upahnya.

Tapi bapak sudah memutuskan untuk tetap bekerja sebagai tukang sol sepatu. Bapak tidak mungkin lagi berjualan membuka warung kopi misalnya seperti di Medan dulu, mengingat modalnya besar disamping tempat berjualannya harus ada. Membuka usaha sol sepatu saja yang lapaknya di samping sebuah gang pertokoan di tengah kota Lhokseumawe beberapa kali petugas tantib hendak menggusur bapak. Tapi untunglah pemilik toko di kiri kanan dan pengurus musala di dekat tempat bapak bekerja membela usaha bapak. Akhirnya bapak diizinkan menjahit sepatu di lokasi itu. Andai digusur juga, aku tak bisa membayangkan bagaimana nasib kami berikutnya.

Kondisi keuangan keluarga yang tidak sehat itu mengharuskan ibu bekerja lebih keras membantu bapak. Bila hari minggu ibu mengambil upah cucian di rumah orang dan kain kotornya dibawa ke rumah kami. Ibu menimba air sumur yang dalamnya lebih 15 meter. Habis dicuci kain itu digosok. Sementara di hari senin hingga sabtu ibu berjualan kue di luar pagar sekolahku. Sebelum azan subuh berkumandang di masjid, setiap hari aku lihat ibu sudah bangun dan memasak kue di dapur. Ibu membuat kue bakwan, risoles, kue lapis, kue dadar, dan jagung grontolan yang dibungkus plastik. Tidak heran di pagi buta itu dapur rumah kami sudah ribut dengan suara gorengan yang dimasak ibu. Setelah masak kue-kue itu dimasukkan ibu ke dalam tampah tempat penampi beras yang ditutup sehelai plastik. Tampah itu dijujung ibu di kepalanya dan dibawa berkiling kampung. Menjelang aku keluar main waktu jam istirahat sekolah, aku lihat ibu sudah menunggu di luar pagar. Kawan-kawanku ada yang membeli kue ibu. Aku hanya memandang dari jauh dan aku lihat betapa letihnya ibu bekerja dengan tubuhnya yang kurus. Dari rumah ibu berjalan kaki ke sekolah untuk berjualan.

Di luar pagar sekolahku itu tentu bukan hanya ibu yang berjualan kue. Ada pedagang lainnya yang disediakan pondok-pondok kecil sebagai tempat berjualan. Mereka telah lama berjualan disitu. Ibu yang baru berjualan tentu saja menjadi gunjingan para pedagang lainnya. Kehadiran ibu yang ikut berjualan dianggap mengurangi pendapatan mereka. Tapi ibu tidak peduli. Ibu tetap berjualan karena aku bersekolah di situ. Tapi hampir setiap hari aku dengar pedagang-pedagang itu mengata-ngatai ibu.

Suatu hari ibu menemui bu Fauziah, kepala sekolahku. Ruang kepala sekolah di samping perpustakaan. Aku sedang baca buku cerita anak-anak di perpustakaan. Di depan ruang kepala sekolah Bu Fauziah berdiri menyambut ibu.

“Ibunya Agam, ya? Ada apa, Bu?”

Ibu mengangguk dan tersenyum sembari menyalami Bu Fauziah.

“Iya Bu, saya ibunya Agam,” jawab ibu.

“Ada apa, Bu?”

Ibu tak segera menjawab. Ibu agak takut-takut bicara pada Bu Fauziah. Aku lihat wajah ibu tampak pucat, mungkin karena lelah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun