Mohon tunggu...
Muhammad Subhan
Muhammad Subhan Mohon Tunggu... -

Muhammad Subhan, seorang jurnalis, penulis dan novelis. Editor beberapa buku. Tinggal di pinggiran Kota Padangpanjang. Bekerja di Rumah Puisi Taufiq Ismail. Nomor kontak: 0813 7444 2075. Akun facebook: rahimaintermedia@yahoo.com, email aan_mm@yahoo.com. Blog: www.rinaikabutsinggalang.blogspot.com.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta Regu Badak (27)

14 Desember 2011   07:43 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:18 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Usai makan kami duduk di ruang tengah. Menunggu salat Isya. Ibu masuk ke kamar, membuka almari pakaian dan mengambil sesuatu. Benda itu dibungkus dengan kertas koran. Ibu membawa benda itu ke ruang tamu.

“Apa itu, Bu?” tanyaku penasaran.

“Baju lebaran, buat kau.”

Mataku berbinar. Sungguh aku senang mendapat baju baru untuk dipakai saat lebaran besok.

“Alhamdulillah, Bapak ada rezeki sedikit sehingga dapat membelikan Agam baju,” ujar Bapak kemudian.

“Terima kasih, Pak,” jawabku.

Aku mengambil baju dan celana baru yang sudah dibuka ibu dari bungkusnya. Aku amati baju itu. Bagus sekali. Baju kemeja kotak-kotak dan celana panjang merek Lee. Aku cocok-cocokkan baju dan celana itu ke tubuhku. Pas sekali. Bapak dan ibu tersenyum melihat aku sangat bergembira.

Tak lama kemudian terdengarlah suara azan Isya berkumandang di masjid. Bapak dan ibu mengajakku ke masjid. Kami salat berjemaah di masjid. Malam itu salat terasa nikmat. Ada suasana yang berbeda dibanding malam-malam sebelumnya. Salat terasa khusyuk sekali, walau aku sering garuk-garuk kepala lantaran bacaan imam sangat panjangnya. Ayat rakaat pertama dibaca imam surat Ar-Rahman. Ayat di rakaat kedua surat Al-Waqi’ah. Panjangnya minta ampun. Syukurlah suara imam merdu. Terasa dibuai jemaah dibuatnya.

Sehabis salat Isya imam memimpin takbiran. Jemaah ikut takbir. Semarak sekali. Sehabis itu anak-anak berkumpul di halaman masjid. Beduk disediakan pengurus masjid. Pemuda-pemuda kampung memukulnya dengan suara beduk yang berirama. Semua orang bertakbir. Kampung bertakbir. Ombak di laut ikut bertakbir.

Kebiasaan di kampung itu, di malam lebaran digelar arak-arakan. Ada yang bersepeda. Ada yang berkereta mesin. Beduk ditabuh di atas bak mobil pick-up. Anak-anak membawa obor. Laki-laki perempuan. Warga yang tidak ikut takbiran berdiri di halaman rumah-rumah mereka. Menonton iringan-iringan itu.

Allahu akbar... Allahu akbar... Allahu Akbar. Laa ilaaha illallahuwallahu Akbar. Allahu Akbar Walillahilhamd.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun