Pengalaman Negara-Negara LainÂ
Penerapan dinasti politik di negara maju dan berkembang berbeda. Dinasti politik yang ada di negara maju, dengan sistem demokrasi yang lebih tegas memberikan ruang kompetisi yang cukup yang tidak mengancam demokrasi. Selain itu, dinasti politik tidak akan ada tempatnya jika ada sistem hukum, penegakan hukum, dan pelembagaan politik yang kuat. Hal ini bisa dilihat di Amerika Serikat melalui keluarga Kennedy dan Bush.
Penerapan dinasti politik di negara berkembang seperti India (Gandhi), Pakistan (Bhutto), Thailand (Thienthong dan Sinawatra), dan Filipina (Bongbong Marcos Jr dan Sara Duterte) menarik untuk diketahui sebagai perspektif perbandingan. Munculnya dinasti politik di negara-negara ini, seperti di Indonesia, juga tidak dapat dihindari.
Karakteristik dinasti politik di negara berkembang cenderung dipengaruhi oleh adat istiadat/tradisi setempat seperti feodalisme, patrimonialisme, dan atau patron-client relationship yang menghasilkan pohon kekuasaan Dimana cabang dan rantingnya dikuasai oleh keluarga tertentu. Sebelumnya penerapan dinasti politik di Indonesia telah ada, embrionya bermetamorfosis, tumbuh dan berkembang pada saat era reformasi karena demokrasi tidak dapat melepaskan diri dari nilai-nilai masa lalu yang menjadi prasyarat untuk tumbuh dan berkembangnya secara utuh.
Dengan pendidikan masyarakat lokal yang masih rendah dan juga perkembangan ekonomi yang masih rendah pula memungkinkan terbangunnya dinasti politik lebih besar. Lemahnya local state society menjadikan bangunan dinasti politik dapat bertahan tanpa adanya perlawananan yang berarti. Manipulasi sistem politik demokrasi terjadi, atas nama dinasti politik, di mana para politikus/elite mewariskan/menurunkan kekuasaannya kepada kerabatnya saja yang dinilai lebih dipercaya (trusted) ketimbang orang lain.
Â
Dampak Negatif Dinasti PolitikÂ
Dinasti politik bukan hanya merugikan dalam konteks demokrasi, tetapi juga memiliki dampak negatif yang sangat besar terhadap masyarakat dan negara secara keseluruhan. Salah satunya adalah terbatasnya pluralisme politik dan alternatif pemimpin. Ketika satu keluarga atau kelompok kecil mengendalikan kekuasaan politik, maka kesempatan bagi pemimpin-pemimpin baru dan ide-ide segar untuk muncul akan sangat terbatas. Hal ini dapat menghambat inovasi politik dan mencegah munculnya ide-ide baru yang mungkin lebih efektif dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat.
Selain itu, dinasti politik juga seringkali memperkuat korupsi dan nepotisme dalam sistem politik. Anggota keluarga politik yang berkuasa cenderung menggunakan kekuasaan mereka untuk kepentingan pribadi atau kelompok, dan seringkali mengabaikan kepentingan rakyat secara umum. Praktik nepotisme, di mana anggota keluarga diberikan posisi dan keuntungan secara tidak adil, juga dapat merusak moralitas dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi politik.
Dampak lain dari dinasti politik adalah terhambatnya pembangunan demokrasi yang sehat. Demokrasi yang sehat membutuhkan partisipasi aktif dari berbagai kelompok masyarakat, serta persaingan yang sehat antara berbagai partai politik dan kandidat. Namun, dinasti politik cenderung mengurangi persaingan tersebut dengan memonopoli kekuasaan politik, sehingga menghambat perkembangan demokrasi yang seharusnya terjadi.
Merajut Kembali Nilai-Nilai Demokrasi dalam Pemilu