Mohon tunggu...
Muhammad Solihin
Muhammad Solihin Mohon Tunggu... Guru - Seorang pemimpi dan Pengembara kehidupan

Hidup adalah cerita dan akan berakhir dengan cerita pula. muhammad solihin lentera dunia adalah sebutir debu kehidupan yang fakir ilmu dan pengetahuan. menapakin sebuah perjalanan hidup dengan menggoreskan cerita kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Perempuan Gila Itu, Ibuku?

24 April 2020   07:34 Diperbarui: 24 April 2020   11:22 2692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entah mengapa pikiranku hanya tertuju pada seorang perempuan paruh baya yang aku jumpai dua hari lalu di pelabuhan penyebrangan kapal ferry Kariangau, balikpapan.  Semua orang terlihat tidak ada yang peduli dengan keberadaan perempuan itu. Mereka sibuk  dengan tujuan perjalanannya masing-masing. Kalau pun ada yang memperhatikan perempuan itu, Mereka enggan untuk mendekat. Mereka menjaga jarak ataupun segera menjauh darinya. Ada rasa jijik melihat penampilan perempuan itu.

Perempuan berambut lurus namun terurai berantakan, berkulit coklat sawo, berhidup mancung dan berbibir tips itu terkesan jorok penampilanya. Pakaiannya sangat lusuh, Daster yang dikenakanya  compang camping banyak lubang disana sini, bau badanya sangat menusuk di hidung dan sikapnya terlihat aneh. Ia kerap kali terawa terbahak-bahak,  menangis tanpa sebab dan terkadang marah dengan suara berteriak sejadi-jadinya. Mungkin alasan itu, mengapa para pengunjung dipelabuhan bersikap acuh tak acuh padanya. Perempuan itu terlihat seperti orang tak waras, atau lebih tepatnya gila.

Sebenarnya wajah ibu itu terlihat cantik, jika saja dicuci bersih dari debu yang melekat. Sedikit dipoles pelembab dan bedak, Aura kecantkannya pasti akan segera nampak. Bibir mungilnya terlihat lebih seksi ketika lipstick warna merah muda menghiasinya.

Masih melekat dalam ingatanku, aku pernah memberinya sebungkus nasi dengan lauk ayam goreng, lengkap dengan sayurnya. Nasi bungkus itu aku beli di pojok kantin sebelah kanan pelabuhan. Ada rasa iba yang menggelitik naluriku untuk berbagi rezeki dengannya. Aku sodorkan nasi bungkus itu kepadanya. Lalu ia terima dengan kedua tangannya, tanpa berucap satu kata pun. Perempuan itu hanya menatapku dalam dan tersenyum lebar. Aku pun membalas senyumanya.

“Ibu, makan ya nasi bungkus ini,” pintakku kepadanya.

Tapi mengangapa tatapan mata dan senyuman perempuan itu membuat hatiku bergetar?, seperti ada rasa rindu  mendalam. Perasaan itu seakan mengalir disekujur tubuhku. Aku merasa dekat sekali dengannya.

 

Apakah aku pernah berjumpa sebelumnya? Mengapa hatiku bergetar setiap kali menatap matanya? Siapakah gerangan perempuan itu?. Begitu banyak pertanyaan dalam benakku. Pikiranku terus merangkai tanya tanpa tahu jawaban.

Ah! untuk apa sih aku pikirkan perempuan itu. Seperti tidak ada pekerjaan lain saja. Apa peduliku memikirkannya?. Toh, dia bukan siapa-siapa bagiku. Gumamku dalam hati. Segera aku tepiskan pikiranku untuk tidak mengingatnya kembali. Aku ambil laptop dan memulai memainkan jari jemariku melanjutkan menulis novel yang tertunda.

Tapi bayangan wajah perempuan itu tetap saja bersemayam dalam otaku. Wajah perempuan itu seakan menari-nari dalam pikiranku. Bahkan dalam tidur, ia kerap hadir dalam mimpiku. Aku tak mampu mengapus sosok perempuan itu dalam imajinasiku.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun