Mohon tunggu...
Muhammad Sohip
Muhammad Sohip Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa aktif

Saya humoris dan saya lebih suka kesunyian

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Praktik Kawin Culik yang Membudayakan Kawin Paksa di Suku Sasak dan Menurut Pandangan Hukum

31 Maret 2024   15:26 Diperbarui: 4 Desember 2024   14:26 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Budaya hukum  adat yang ada di suku sasak lombok yang biasanya disebut tradisi "Merariq" dalam peraktiknya biasanya membutuhkan persetujuan dari kedua belah belah pihak dasun dalam jangkauan pengawasan yang ketat oleh ketua adat sendiri, ketika seorang laki-laki ingin menikahi seorang gadis maka lelaki tersebut harus menculik terlebih dahulu gadis tersebut dari keluarga si gadis pada saat malam hari.
dalam aksi penculikan tersebut harus dilakukan sembunyi-sembunyi dan termasuk tidak boleh diketahui oleh keluarga pihak perempuan. Adapun seorang gadis yang disukai oleh banyak pria biasanya akan menjadi perebutan dan yang berhasil membawa pergi pertama (menculiknya) dia akan mendapatkan wanita tersebut. Dari pihak para-lelaki biasanya sudah memiliki rencana yang matang dan sekiranya tidak terdengar oleh orang lain agar tidak di dahului oleh pria lain.
Prosesnya, pihak pria akan meminta keluarga atau kepala dusun untuk memberikan informasi ke keluarga wanita bahwa anaknya sudah diculik. Setelah penculikan, keduanya harus segera dinikahkan, karena kejadian ini sudah diketahui oleh seluruh masyarakat desa atau 'Nyelabar'. Proses pernikahan adat ini melibatkan beberapa tahapan seperti Selabar, Mesejati, dan Mbait Wali, yang berlangsung hingga tiga hari. Setelah itu, pernikahan dilangsungkan dengan cara Islam melalui ijab qabul. Suasana kampung Sasak di Lombok menjadi saksi dari proses ini, dan setelah sah menjadi suami dan istri, keduanya akan menempati rumah kecil yang disebut 'Bale Kodong
Praktik kawin culik di suku sasak sudah diakui sejak zaman nenek moyang mereka sehingga dijadikan kebiasaan dan masih digunakan oleh suku tersebut sampai zaman sekarang, namun, praktik kawin culik sekarang telah disalah gunakan oleh masyarakat yang membenarkan perkawinan dini dan menjadikan alasan pernikahan paksa terhadap gadis muda, akibatnya menjadi permasalahan sosial mulai dari perceraian, kehamilan di luar perencanaan, kematian ibu muda saat melahirkan dan terganggunya mental karena belum siap membinah rumah tangga.
Melakukan perkawinan dengan cara menculik terkesan menjadi sebuah bentuk pilihan dalam sikap yang menggunakan tradisi adat sebagai cara untuk mencapai keinginan. Jika, melakukan perkawinan dengan cara meminang sebagai bentuk izin dari keluarga perempuan terkadang cukup memberatkan dan membutuhkan modal serta kesiapan psikologis yang harus ditanggung oleh pria Sasak
 Aprissa Tanau sebagai Ketua Badan Pengurus Nasional Persekutuan Perempuan Berpendidikan Teologi Indonesia (PERUATI), menganggap praktik kawin culik sebagai bentuk kejahatan kemanusiaan dan perempuan dianggap barang, objek yang tidak punyak hak untuk dirinya. Di indonesia hak-hak bagi perempuan telah tertuang dalam bagian ke-9 UU Nomor 39 Tahun 1999 yang terbagi 7 pasal (pasal 45-51) hak perempuan untuk memilih dan dipilih dalam urusan pekerjaan dan perkawinan, Kawin culik juga dapat dianggap sebagai penculikan dan melanggar Pasal 332 ayat (1) KUHP yang dapat mengancam pelaku dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Oleh karena itu, kawin culik merupakan pelanggaran hukum pidana yang dapat dihukum.
Satyawanti Mashudi sebagai Komisioner Komnas Perempuan, praktik kawin culik adalah bentuk perampasan kemerdekaan yang melanggar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Selain itu, kasus semacam ini juga dapat diproses menggunakan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Kawin culik yang terjadi secara paksa juga dapat dianggap sebagai pelanggaran hukum dan dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan Pasal 328 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Dalam HAM, telah mengatur Hak asasi perempuan yang menjamin haknya untuk terbebas dari segala bentuk kejahatan seks, termasuk kebiadaban rumah tangga, pelecehan seksual, dan perdagangan manusia. Hal ini mencakup hak untuk diperlakukan dengan hormat dan menghargai sebagai makhluk manusia, tanpa rasa takut atau risiko kekerasan atau bahaya kebiadaban. HAM perempuan juga menjamin hak untuk kesetaraan gender, yang mencakup hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama dengan laki-laki dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam hal pekerjaan, pendidikan, kesehatan, dan hak politik.
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang Wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa (Pasal 1 UU Nomor 1 Tahun 1994 tentang Perkawinan) Tradisi kawin culik, juga dikenal sebagai penculikan perempuan atau pernikahan paksa, adalah praktik yang melanggar hak asasi manusia (HAM) perempuan. Hak Asasi Manusia mengakui bahwa setiap orang memiliki hak untuk menentukan pilihan hidupnya sendiri tanpa adanya paksaan, termasuk dalam hal pernikahan.
Dalam konteks kawin culik, Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa praktik ini melanggar hak perempuan untuk tidak menjadi korban kekerasan dan diskriminasi. Hak Asasi Manusia juga mengakui hak perempuan untuk memilih pasangan hidupnya sendiri, tanpa ada tekanan atau paksaan dari pihak lain. termasuk hak untuk menentukan pilihan hidup sendiri. Dalam hal ini, Hak Asasi Manusia memastikan bahwa perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama untuk menentukan pilihan hidup mereka sendiri tanpa adanya paksaan atau tekanan dari pihak lain. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan di Indonesia, kawin culik yang dilakukan secara paksa bertentangan dengan tujuan perkawinan untuk menciptakan keluarga yang bahagia. Jika kawin culik dilakukan secara paksa, maka hal tersebut dapat dibatalkan secara hukum sesuai dengan Pasal 22 UU RI No 1 Tahun 1974 perkawinan dengan tujuannya untuk menciptakan keluarga yang bahagia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun