Mohon tunggu...
Muhammad ShivaAli
Muhammad ShivaAli Mohon Tunggu... Mahasiswa - Tukang Analisis

Suka ngoprek masalah procurement alutsista dan tukang analisis kebijakan pemerintah baik dari sisi politik, ekonomi, hankam, dan geostrategis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Nestapa Pelajar Negeri Saat Pandemi Menghantui

23 Januari 2022   21:31 Diperbarui: 23 Januari 2022   21:33 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Efek pandemi covid-19 yang melanda dunia dirasakan oleh seluruh sektor kehidupan masyarakat, tidak terkecuali hingga dunia pendidikan. Pelajar dan mahasiswa terpaksa harus melakukan kegiatan pembelajaran dari rumah dengan metode daring atau via internet dengan piranti gawai masing-masing. Ada yang menganggap hal sebagai berkah karena kegiatan belajar mereka lebih fleksibel dan tidak perlu ribet pulang-pergi ke sekolah. Namun ada dampak laten yang menggerogoti jiwa-jiwa anak negeri dan sederet problema penunjang kegiatan belajar daring yang membuat kening mengkerut.

Memasuki awal 2022, pandemi tidak menunjukkan gejala akan berakhir. Justru ada risiko penularan skala masif kembali efek varian omicron. Pandemi yang berlarut-larut membuat pelajar harus pandai menyiasati keadaan jangan sampai sistem belajar seperti ini memberikan dampak buruk.

Dilansir dari BBC Indonesia, dari catatan KPAI bosan, kesepian, stres, sampai kasus ekstrim percobaan bunuh diri menghantui psikis pelajar yang melakukan kegiatan Pembelajaran Jarak Jauh berkepanjangan. Ada beberapa kasus siswa diberi penugasan yang boleh dikatakan di luar batas kewajaran dengan sumber belajar yang hanya itu-itu saja. Tanpa ada lingkungan belajar yang kondusif seperti lingkungan kelas yang memudahkan bertukar pikiran dan berkomunikasi tentu hal ini dapat menjadi beban.

Tidak berhenti pada problema di atas, ada kendala lain yang mungkin juga dihadapi beberapa pelajar. Cerita klasik adalah keterbatasan perangkat atau gawai dalam mendukung belajar daring. Untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah tentu gawai yang dibutuhkan tidak terlalu kompleks. Namun lain cerita dengan anak SMA atau kuliahan. Mereka butuh hardware mumpuni untuk mapel/matkul tertentu yang membutuhkan praktek. Tak kadang mereka harus menyiasatinya dengan meminjam atau bahkan berutang untuk mendapatkan gawai yang dimaksud. Di tengah keadaan perekonomian yang belum membaik ini merupakan langkah yang sangat memberatkan.

Kemudian untuk dapat berkomunikasi dua arah secara daring diperlukan layanan koneksi internet yang prima. Di kota-kota besar hal ini bukanlah hal yang pelik. Namun kisah di daerah agak pelosok ini merupakan kisah heroik tersendiri yang layak masuk rekor muri. Tak sedikit saudara kita yang sampai menempuh berkilometer, memanjat pohon, hujan-hujanan, menyebrangi sungai hanya untuk memperoleh sinyal bahkan sampai ada yang kehilangan nyawa.

Jaringan kabel fiber belum menembus sampai pelosok dan sebaran BTS pun belum merata. Hal ini dirasakan oleh penulis sendiri. Walaupun di pinggiran kota besar di Jawa, akses fiber belum masuk. Parahnya lagi sinyal provider seluler ibarat hidup tak mau mati pun enggan, meski menggunakan provider plat merah sekalipun. Ada isu satu lagi yang mengusik benak pelajar. Walaupun pemerintah menggelontorkan subsidi kuota internet, namun rasanya seperti nirfaedah. Akses aplikasi dibatasi bahkan speednya pun seperti keong ngantuk balapan lari. Kalau boleh saran ada baiknya pelajar diberi keleluasaan dalam membeli paket internet. Karena speed yang dirasakan jauh berbeda.

Di lain kesempatan, pandemi justru menjadi ajang mempererat solidaritas dan mengasah kreativitas pemecahan masalah. Sebut saja salah satu kampung di Jogja yang menyediakan akses WiFi ke warganya dengan semangat gotong-royong yakni bersama menanggung iuran. Ada juga yang memanfaatkan barang di sekitar untuk membuat piranti penguat sinyal, sampai ada komunitas yang membantu penyediaan gawai ke pelajar.

Seperti itulah rintangan hambatan yang harus dilalui oleh sebagian pelajar dalam PJJ. Untuk kawan-kawan di luar Jawa mungkin akan kami kalungkan medali perjuangan karena dengan semangatnya masih mau mendaki gunung menuruni lembah demi menuntut ilmu. Sekali lagi kebijakan pemerintah sudah baik pada hakikatnya, namun masih butuh penyempurnaan ke depan. Penulis yakin selepas pandemi ini akan lahirlah generasi dengan karakteristik dan sifat yang khas berikut kisah dan hikayatnya masing-masing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun